-->

Hello, this is me!

Nur Imroatun Sholihat

Your friend in learning IT audit Digital transformation advocate a-pat-on-your-shoulder storyteller

18 Sept 2012

MELON

  • September 18, 2012
  • by Nur Imroatun Sholihat
Dia mengulurkan melon berdiameter 18 cm padaku. Sebilah pisau di tangan kirinya. Aku mengangkat alis. Selama ini aku yakin dia tak pernah mengenalku. Aku berusaha berekspresi sedatar mungkin seolah tak terpikirkan hal selain melon itu.

“ Kenapa melon?”

“Karena non mainstream. Ini ide random aja.” Dia tertawa renyah. Aku masih mengernyitkan dahi. Dia memang terkenal tidak mau ikut arus. 

“Aku khawatir kalau-kalau ternyata ada perempuan yang tidak bisa mengupas melon.” Dia bergegas meralat alasannya sembari tersenyum 3 detik. Alisnya seolah menyambung ekspresi tak tersampaikannya.

“Bukan, bukan. Becanda. Aku suka melon, bisa minta tolong kupas melon ini?” Dia seperti tak habis berbasa-basi.

Saat itu, ingin sekali ku tunjukkan padanya bahwa aku bisa melakukan hal sederhana ini untuknya. Aku menggerakkan pisau dengan perlahan berusaha melakukan yang terbaik. Sebelum akhirnya dia menghentikan langkah pisau itu dan mengambilnya dari tanganku.

“Bahkan caramu mengupas melon benar-benar anti-mainstream” Wajahnya begitu serius. Aku menebak-nebak apa yang akan dia katakan. “Darimana kamu dapat pelajaran mengupas melon seperti itu?”

Sejujurnya, aku benar-benar marah pada diriku sendiri. Bagaimana bisa aku terlihat begitu bodoh di depan lelaki itu. Lagi, aku berusaha berekspresi seolah tak satu pun terjadi. “Tidak menertawakanku?”

Dia hanya menggeleng. “Aku tak suka menertawakan orang lain.” Tangannya masih bergerak lincah memotong melon. Aku baru tahu, melon tidak dikupas saat masih utuh tetapi dipotong terlebih dulu. “Jangan khawatir. Mungkin karena kamu nggak suka melon jadi kamu nggak tahu cara ngupasnya.” Dia benar-benar berusaha keras menghibur.

Aku kemudian terdiam. Aku kini menemukan apa yang benar-benar istimewa darinya. Bukan jalan pikirannya yang mendobrak batas, bukan idealismenya yang begitu kental, bukan caranya tersenyum yang selalu terasa menyenangkan bagi siapa pun. Dia adalah lelaki yang begitu terang ketika dilihat dari jauh tetapi begitu bersahaja ketika ada di dekatmu. Di atas itu semua, dia menghiasi keistimewaannya dengan berusaha untuk selalu bertindak tepat. Itu saja.

Ketika dia geram pada politik, dia melakukan hal-hal non-mainstream seperti menulis idenya di majalah kampus dan membuat siapa pun merasa seperti harus menjadi idealis. Dia tidak turun ke jalan seperti gerakan mainstream lainnya. Sementara, ketika aku tidak bisa mengupas melon, dia tidak menertawakanku. Kontradiksi yang segar seperti rasa buah melon.

Sungguh sederhana. Lelaki itu tak mengizinkan aku lanjut mengupas. Tetapi lelaki itu, mengapa tak dia biarkan saja aku memberi tahunya betapa khawatirnya aku kalau-kalau ada perempuan lain yang berhasil mengupas hatinya.

“ Jika kau memang suka melon, aku ingin selalu mengupas melon bersamamu” Bisikku dalam hati.
--------------------
image source: here

0 Comments:

Post a Comment

Videos

Jakarta, Indonesia

SEND ME A MESSAGE