-->

Hello, this is me!

Nur Imroatun Sholihat

Your friend in learning IT audit Digital transformation advocate a-pat-on-your-shoulder storyteller

29 May 2013

KL ESCAPE

  • May 29, 2013
  • by Nur Imroatun Sholihat
"Everywhere I go, I’ll always remember that Indonesia is the most beautiful country. But to get a whole new perspective, I’ll travel abroad as much as I can"

Passport effect
As i wrote on Traveler’s Tale : Belok Kanan Barcelona, I'm addicted to Rhenald Khasali’s article: Passport. It affects my perspective about going abroad. Then, I’m on my first journey to make my dream happens.




KL, Here We Go
Kami memilih KL dengan pertimbangan jarak. Selain tiket yang lebih murah dibanding ke negara lain, kami penasaran dengan negara jiran ini. Pergilah kami berdua (saya dan Maul) ke KL dengan modal nekat dan tas punggung.

What We Learn
Karena kami punya visi bahwa pergi keluar negeri untuk mendapat perspektif baru, inilah yang kami pelajari di sana:

1. What an English-Fluent Host
Kami berdua tinggal di rumah seorang dosen bahasa Inggris bernama Liana. Dari pertama bertemu kami lebih banyak bercakap dengan bahasa inggris karena banyak istilah Bahasa Indonesia dan Bahasa Melayu yang tidak match. Lebih mengherankan buat kami, Kak Liana ini bahkan berbahasa Inggris saat ngobrol dengan Ibunya. Benar-benar iri pada cas-cis-cus bahasa Inggrisnya .
The time has come to be fluent in English no matter what.
2. Her Mom is Backpacker!
 
Ternyata usut punya usut, Ibu Kak Liana ini adalah seorang backpacker (that's why she spoke english fluently). Beliau berbagi cerita tentang perjalanannnya ke banyak negara. Berbeda dari yang kami pikir sebelumnya bahwa perjalanan Beliau pasti mahal, Beliau tidur di rumah warga (just like us) dan membawa tas punggung. Umur ternyata bukan masalah buat Beliau.
Since met her, I wish I could be a backpacker for all of my life :)

3. Lovely Public Transportations
Ini benar-benar di luar dugaan, Malaysia yang kami pikir 11-12 dengan Indonesia ternyata punya sistem transportasi yang lebih bagus. Pembelian tiket dilayani mesin dan kereta yang nyaman membuat kami senang bepergian dengan kereta.
Mereka juga punya bis GoKL yang mengantar kita ke objek-objek wisata di KL, gratis!




  4. Uchop’s Effect

Miss Sina and me :)
Miss Sina and me :)
Di malam pertama kami tinggal di Malaysia, kami diajak Kak Liana mendatangi Merdekarya. Tempat itu adalah tempat di mana para pekerja menuangkan keahlian seni mereka.

“This is Miss Sina, she’s a lecturer” Kak Liana mulai memperkenalkan kami pada satu persatu performer di sana.

“He’s a graphic designer” MC membuka performer seorang dancer yang membuat mata saya seolah tak berkedip. He danced so well! “I dont care what others say about me, I just wanna dance” Lelaki bernama Uchop itu menggebrak hati saya soal passion. Bertemu orang yang punya pekerjaan di luar passion dan tetap berkarya di jalur passionnya itu sesuatu banget. Ada yang berbakat menyanyi, mencipta lagu, teater, nge-MC, bermain gitar, membaca puisi-- semua seni tumpah ruah di sana. Mereka membuat saya seperti menonton parade seni para seniman, bukan pekerja kantoran.

Merdekarya didirikan oleh Brian Gomez, seorang pendatang yang sudah merasa Malaysia adalah tanah airnya. Malam itu dia menyanyikan lagu ciptaannya “Aku Bukan Pendatang”, sebuah lirik jenaka dibalut musik country upbeat. Merdekarya punya peraturan one drink minimum, yang berarti ikut membiayai kelangsungan hidup tempat penuh kreativitas itu. Dihadiri penonton yang cheerful, acara malam itu benar-benar meriah dan renyah. Hebatnya lagi, acaranya ini disuguhkan dalam bahasa Inggris (Aku bukan Pendatang adalah pengecualian, it was just for fun).

Menurut kami berdua, pertemuan kami denga Uchop dkk adalah sebuah gerbang menuju kesadaran tentang passion. Whatever happens, do your passsion. Your passion is your life :)

Seperti yang telah Brian lakukan, saya berjanji, suatu saat nanti, saya akan menjadi orang yang mendukung talenta orang-orang di sekitar saya.

“keep on merdeka-ing in the free world” They said

5. Balada Bublenk
Saking banyaknya pendatang di Malaysia (sepengetahuan kami), kami bertemu dengan banyak pendatang yang tidak fasih bahasa inggris tapi belum jua fasih bahasa melayu. Alhasil obrolan kami banyak nggak nyambungnya. Salah satu pendatang dari Pakistan yang kami ajak ngobrol bahkan menunjukkan wajah blank waktu kami ngobrol. He’s bublenk (bule blenk) I meant before. Hihihi

Tapi keberanian bepergian ke luar tanpa dibekali kemampuan Bahasa Inggris jelas perlu diapresiasi. Like there is no barrier, they create no boundaries. Melawan batas. Belajar dari bublenk itu, saya masih perlu banyak belajar untuk tidak takut melawan keterbatasan.

“ Saat anak-anak Indonesia ketakutan tak bisa berbahasa Inggris, anak-anak Korea dan Jepang yang huruf tulisannya jauh lebih rumit dan pronounciation-nya sulit dimengerti menjelajahi dunia tanpa rasa takut.” (Paspor, Rhenald Khasali)

6. Keseriusan Pemerintah Malaysia menggarap Sektor Pariwisata.
Yang ini jelas bikin envy. Setelah dikejutkan dengan goKL, bis pariwisata yang notabenenya percuma (aka gratis). Kami masih menikmati banyak hasil dari keseriusan pemerintah Malaysia menggarap sektor wisatanya. Shuttle bus menuju KL tower gratis, trotoar yang ramah pejalan kaki : lovely.

 7. Respect

Begitu sampai di KL, kami segera mencari Aerobus untuk menuju KL sentral. Kami bergegas menaiki bus tetapi kami dihentikan oleh kondekturnya. Ternyata ada orang yang menunggu lebih dulu dari kami menunggu untuk diarahkan masuk. Seketika rasanya benar-benar seperti ditampar. Begitu pula saat kami hendak menyebrang jalan, kami bisa menyebrang dengan aman. Kuncinya ada di tombol yang membuat lampu kendaraan menjadi merah dan lampu pejalan kaki menjadi hijau. Mereka akan berhenti menunggu kita selesai menyebrang.

8. Please dont Totally Believe what you Hear
Nah, kalau sudah begini ujung-ujungnya kami belajar untuk tidak percaya 100% apa yang kami dengar. Kami pikir Malaysia adalah negara yang belum maju. Kenyataannya, kami malu pada diri kami sendiri. Negara ini jauh lebih serius dan lebih siap maju ketimbang Indonesia. Bukan bermaksud menjelekkan Indonesia. Hanya saja rasa-rasanya jika Malaysia bekerja 100% bahkan 200% untuk memajukan negaranya, Indonesia hanya berusaha 50% saja.
Rhenald benar, orang yang kembali dari luar negeri membawa segudang pengalaman, cerita, gambar dan foto yang ternyata sangat membentuk visi mereka. Kami berdua tidak punya banyak uang untuk pergi ke sana. Tapi ketika kami mulai mempunyai paspor, ada kekuatan luar biasa yang mendorong kami untuk menempuh mimpi-mimpi kami. Saya ingin belajar banyak hal lagi di luar sana. Saya bermimpi untuk menapaki belahan bumi lainnya. Saya percaya mimpi saya. Jika kita mempercayai mimpi, mimpi akan mempercayai kita untuk meraihnya.

0 Comments:

Post a Comment

Videos

Jakarta, Indonesia

SEND ME A MESSAGE