-->

Hello, this is me!

Nur Imroatun Sholihat

Your friend in learning IT audit Digital transformation advocate a-pat-on-your-shoulder storyteller

28 Jun 2013

The Girl Next Door

  • June 28, 2013
  • by Nur Imroatun Sholihat
Malam ini dia tiba-tiba menuliskan pesan di grup “Nowplaying Colton Dixon- Piano Man. I used to sing this song in iim’s room. Now i miss the smell of her room as i miss her. I miss every lil thing we both used to discuss. I miss how she knocked on my door telling she was affraid of sleepin’ alone after i told her ghost story. I miss when she showed me she could play guitar better than she usually done. I said nothing but i always appreciate her. I was proud of her. Coz i knew she would keep on trying. Until one day she’d play me my fav song very well and i’d give her my big applause

My emotionless face this night after read your message, i’m sure you know why. Rather than showed my emotion, i was trying so hard to not cry...

How i miss randomness inside of you--this random world that connects us. How I miss you whom speak English fluently. How i miss the walking catalogue—how many books have been read by you? I miss lil things bout you, seriously.

Masih ingat saat kau bercerita mimpi tidurmu tentang backpacking bersamaku ke Belanda? My heart was trembling that moment. Kau dengan antusias menjelaskan detail mimpi besarmu itu sementara aku terus terharu akan keberanianmu bermimpi setinggi mungkin. Saat ini mungkin mimpi terasa begitu jauh. Tetapi bersamamu, mimpi dari hari ke hari terasa semakin dekat. Kita bekerja keras untuk meraih hal-hal yang tidak mungkin. Kita telah buta terhadap kata tidak mungkin. Karenanya, aku yakin hari itu akan tiba. Ingatkah lagu ini begitu sering aku nyanyikan saat kita bercerita tentang tujuan hidup kita?

“ I dream high, I’m dreaming so high. When it get tough I closed my eyes”

Masih ingat ketika aku berkata tentang utang satu tulisan untukmu? Bukan tanpa alasan aku begitu ingin menulismu di sini. Rasa syukur atas kehadiranmu di depanku saat itu tak bisa aku ucapkan begitu saja. Bagiku, ada batas perasaan yang tidak bisa aku ucapkan dan ku pikir, aku hanya bisa menuliskannya. Kau telah melewati batas itu, sama seperti sahabat-sahabat yang telah aku tulis sebelumnya.

Masih ingat saat kau bercanda mengatakan bosan mendengar musik yang terdengar dari kamarku melulu lagu Big Bang? Begitulah persahabatan. Kita tak selalu sama. Hal yang mungkin sangat aku suka bukanlah hal yang kau suka. Kita tak pernah sama jika berbincang sepakbola karena klub yang kita suka berbeda. Tetapi kita sangat sama saat berbicara buku, tokoh (teranyar kita berbicara tentang Wiji Thukul), travelling, juga musik ballad.

Masih ingat saat kau akhirnya bisa membuktikan passport effect? Aku begitu senang ketika kau membuat paspor sama sepertiku. Akhirnya kita bisa memulai langkah pertama melihat dunia luar. Masih ingat ketika kau menagih janji backpacking bersama? Tentu saja, aku benar-benar menanam mimpi itu dalam hati.

Masih ingat saat kau dengan fasihnya bercerita tentang buku-buku yang kau baca? Kau seperti katalog berjalan. Aku suka genre buku yang kau baca. Kau juga membuatku berjanji dalam hati untuk lebih rajin membaca.

Masih ingat rak sepatu yang kita pakai bersama? Sampai saat ini aku berpikir kalau sepatu-sepatumu masih di sana. Dan saat kau pulang larut malam sekalipun, aku bisa mendengar suara kau meletakkan sepatumu. 

Kamu seharusnya sudah tahu betapa bangganya aku melihat lukisan-lukisanmu. Kau harus tahu, aku tak hanya basa-basi ketika berkata kau seharusnya punya blog tentang lukisanmu. Kau juga  seharusnya berjanji padaku untuk tidak berhenti melukis.

Masih ingat beauty class yang kau buat di kosan? You, ulzzang face! hahaha

Masih ingat saat kita berlatih yoga bersama dengan bantuan video tutorial? Kita sama-sama suka Beyonce dan berusaha sekuat tenaga untuk menjadi kurus karenanya. Melakukan hal-hal bodoh bersamamu selalu menyenangkan dan tanpa sadar telah menjadi habit-ku. 

Kau ingat saat kita berlatih menari bersama di depan kamar? Masih ingat ketika aku tak percaya diri di hari-hari sebelum penampilan dan kau menguatkanku? Aku tidak pernah tahu sebelumnya bahwa kau sekuat itu. U’re such a strong personality.

Masih ingat saat malam terakhir sebelum kepergianmu, kita membeli kaus yang sama dan memakainya untuk nonton “Now You See Me” in the middle of night? Haha, karena itu malam terakhirmu, kau memintaku menghabiskan hari hingga tengah malam denganmu.

Kau ingat bahkan ketika salah satu dari kita tidak pulang ke kosan atas alasan pekerjaan, kita dengan naifnya berkata kangen. Bagiku, tidak pernah bodoh mengatakan apa yang benar-benar kita rasakan. Aku bersyukur menanyakan kepulanganmu setiap kau harus lembur. Jika tidak, mungkin aku tidak bisa tegar menahan air mata saat kau berangkat dan tidak akan bertemu denganku dalam waktu yang lama. Aku berusaha tidak menangis di depanmu. Tetapi saat menuliskan ini, aku tidak punya pilihan lain. Sebegitu berkesankah persahabatan kita hingga aku harus menangis saat menulis cerita ini?

Promise me, you'll keep on painting, I’ll keep on playing guitar. And both of us keep dreaming high, deal? 

When i really miss you, I’m standing in front of your room just like now. Oh the girl next door, when I’m knocking your door, are you still there?

0 Comments:

Post a Comment

Videos

Jakarta, Indonesia

SEND ME A MESSAGE