-->

Hello, this is me!

Nur Imroatun Sholihat

Your friend in learning IT audit Digital transformation advocate a-pat-on-your-shoulder storyteller

2 Sept 2013

SEPTEMBER

  • September 02, 2013
  • by Nur Imroatun Sholihat


Aku tidak pernah mengira bahwa September yang selalu berjuluk ceria kini berganti lara. September ini aku mendengar kau berbisik tak yakin tentang rahasia yang kau pikir akan selamanya. Kau sekali lagi memastikan bahwa rahasia yang terendap begitu lama masih bisa bersuara. Dan malam kita berjalan bersama menitipkan sepucuk perpisahan.

Rahasia itu, jika saja aku berhak meminta, tetaplah rahasia. Aku tidak ingin membaca perasaanmu sedikit pun. Aku terlahir untuk menabur jalanan dengan lipatan-lipatan kertas bersamamu, tapi tidak melipatnya bersamamu.

Meskipun menaburnya bersama, bukankah kita terbiasa merangkai kertas kita masing-masing?

Di persimpangan ini, kau berujar tentang melipat kertas bersamaku di setiap kedipan matamu. Kau tawarkan setangkup kertas-kertas putih yang tertata rapi di keranjangmu. Kau tahu betapa inginnya aku melihat kertas warna-warni di luar sana. Maka aku kembalikan keranjang kertas beserta hati yang kau taruh di atasnya.

Kau berujar rasa di saat aku berdoa agar Tuhan tidak pernah mengaduk hati kita dalam tumpukan kertas-kertas itu.

Kau memintaku berbalik arah dan meninggalkan setapak penuh cerita yang kita tuliskan. Kau abai mempertimbangkan betapa terbiasanya aku menentukan arah bersamamu. Dalam doaku, aku menyatakan bahwa engkau adalah carik kertas yang paling tidak boleh berkirim pesan rasa. Sementara kertas-kertasmu adalah lembaran yang sering ku sebut dalam catatan harianku. 

Lanjutkan saja mimpimu menabur kertas hingga ke puncak. Kelak kau akan tahu bahwa duka kita tak pernah abadi. Kertas-kertas yang tersapu angin akan menjawab seberapa lama kita akan bertahan dalam luka. Mungkin ini hanyalah luka sementara kertas-kertas yang berpisah dalam kebiasaan berbaur.

Aku akan menempuh rute yang berbeda denganmu agar kau tahu bahwa jalanmu masih semarak tanpa kertas-kertasku.

Lalu, September ini aku bermimpi tentang September lain di mana engkau bukanlah bagiannya. Logika menyapu kertas-kertasmu dari jalananku sungguh sulit ku mengerti. Di mimpiku, kertas-kertas itu tak pernah habis ku punguti.

Dalam mimpiku, kau adalah realitas lipatan pesawat kertas. Aku tak bisa mendaratkan pesawat itu di landasan batinku. Tetapi, aku selalu ingin melihat pesawat itu terbang tinggi meliuk lincah. Kertasmu yang melayang akan menghempas memori kita bertahun-tahun ini. Di ketinggian, lara September ini tak pernah seberapa jika kau menerawang terangnya September-September mendatang.

Aku masih terseok-seok melanjutkan pencarianku tentang pesawat kertas berwarna. Di masa yang akan datang, kau harus melihat pesawat kertas dengan warna yang ku pilih. Kelak, kau akan mengerti mengapa aku tak bisa berpihak pada kertas-kertas putih itu.

Jika kita terlahir dalam kehidupan yang berbeda, seharusnya kita tidak menjadi sesama kertas putih yang berkawan baik.
_________________________________________________________
image source: here

0 Comments:

Post a Comment

Videos

Jakarta, Indonesia

SEND ME A MESSAGE