BENDERA
- October 19, 2013
- by Nur Imroatun Sholihat
Setelah kaleng cat dibuka, kita
mulai mewarnai kain dengan warna yang tak sengaja berbeda. Kau berceramah tentang betapa membosankannya kain-kain itu tanpa cat warna. Tanganmu tidak kehabisan ide untuk mengibarkan kain itu. Di dunia permainan,
batang kayu adalah tiang bendera kita. Terus terang sejak berkawan denganmu duniaku berjalan di luar garis kewajaran. Bukankah kita seharusnya memiliki bendera kita
masing-masing? Kita unik dengan paduan warna kita masing-masing. Kau
masih melanjutkan alasanmu mengapa kau menenteng segala warna cat di kedua
tanganmu.
Dengan tiang yang bersebelahan,
kita menaikkan bendera kita masing-masing. Kau meledek bendera-bendera di luar
sana. Kau riang menjadi berbeda. Dengan wajah benderang kau lanjutkan corak benderamu. Katamu kain
itu harus menjadi bendera yang paling
mudah dikenali.
“Ketika semua potongan kain
berwarna sama, mereka bukanlah bendera.” Bisikmu.
Aku mengangguk kecil sembari
melanjutkan warna-warnaku. Entah keberanian apa yang baru saja kau susupkan
dalam pembuluh darahku. Untuk pertama kalinya aku ingin meneriakkan suaraku
sekeras-kerasnya.
Kau sungguh unik. Anehnya dunia menyukaimu,
begitu juga aku.
____________________________
(Tantangan kedua, sehari menulis
versus Mbak Fitri)
image source: http://www.therainbowbabies.com
0 Comments:
Post a Comment