KOPER
- October 16, 2013
- by Nur Imroatun Sholihat
Di masa lalu, dengan tas punggung mungil kita membawa beragam rupa mimpi. Anak kecil tak gentar berlari
mengejar pesawat kertas yang diterbangkan tinggi. Bila pesawat mendarat di tanah, bocah dengan lugu menerbangkan kembali kertas yang dilipatnya sendiri. Ketika kertas mimpi itu terdampar di dahan, dengan girang kita meraihnya kembali. Pesawat sederhana yang bisa kita buat begitu saja dan kapan saja itu dulu terlampau membahagiakan.
Kaki kecil kita seperti mampu melangkahi dunia. Tanpa petunjuk, perjalanan ke arah mana pun adalah
kehendak hati. Ke mana angin akan menerbangkan mimpi, kaki kita akan kuat
menghampirinya. Dulu, hal-hal kecil sekalipun mampu membinarkan mata kita. Di masa lalu, senyum dan tawa seringan selembar kertas yang berkibar di sela jari-jari kita. Sungguh nyata di saat kita kecil, mimpi terlalu perkasa untuk dikalahkan segerombol kesulitan.
Ketika kita bertumbuh dewasa, tas
kecil tak pernah mampu menampung seluruh beban kita. Kita kemudian tertarik menukarnya dengan koper.
Hanya saja, koper tak akan pernah bisa dibawa berlari sekencang laju kita di
masa lalu bersama tas punggung. Masa di mana pesawat kertas sama sekali tak menarik, beban kita mungkin telah bertumpuk-tumpuk segunung.
Kita pun sibuk mencari tahu mengapa koper yang kosong ini terasa
lebih sarat dari tas punggung yang penuh kertas-kertas di masa lalu.
_________________________
0 Comments:
Post a Comment