SEBELUM HUJAN
- November 14, 2013
- by Nur Imroatun Sholihat
Sebelum
hujan adalah masa yang selalu luput dari pandangan. Bumi seakan tabah atas
langkah tergesa-gesa sebelum hujan. Langit sabar disesaki gumpalan pesan di
pikiran orang-orang sebelum hujan. Kata-kata menggantung di awan hanyalah payung, secangkir teh, rumah, dan tentu saja rindu. Sementara dalam
diriku bukan kaki melainkan batin yang tergesa-gesa. Di langit bergelayut
pesan pencarian yang hampir putus asa.
Pada aroma bumi yang bersiap mendekap hujan
aku bertanya, seperti apakah perasaan rindu? Aku telah melewati puluhan ribu
hari sibuk mempertanyakan perjumpaan yang menautkan rindu. Jika belum bertemu dan mengalami perpisahan, bagaimana aku
harus belajar merindu?
Maka sebelum hujan aku berdoa agar seseorang melintas begitu saja. Saat hujan nanti, aku ingin mengenal
rindu. Dia yang namanya tersebut dalam doa,
pikiran, dan batin adalah teka-teki tanpa petunjuk. Terhibur oleh pesan yang ku selipkan di antara awan, aku mempercayai akhir rahasia ini.
Sepanjang aku bertanya-tanya, dia tak kunjung menjelma di
hadapku. Hujan telah mempertemukan bumi dan langit. Sejauh apa dia saat ini untuk bertemu denganku? Apakah dia tidak berdiri di bawah hujan yang
sama?
Aku pulang bersama senyap yang telah nyenyak tertidur di tas punggung. Sepi adalah satu-satunya yang tersisa bersamaku. Jika aku berkawan
baik dengan sepi, lalu berapa lama lagi topeng bahagia ini bisa ku perankan
dengan baik? Sejujurnya, aku tak ingin menyeberangi
hujan ini sendirian.
-----------------------------------
(A-day-writing-competition versus Mbak Fitri)
image source: here
0 Comments:
Post a Comment