-->

Hello, this is me!

Nur Imroatun Sholihat

Your friend in learning IT audit Digital transformation advocate a-pat-on-your-shoulder storyteller

21 Jun 2014

DUA

  • June 21, 2014
  • by Nur Imroatun Sholihat
Dua: invocation, an act of supplication. The term is derived from an Arabic word meaning to ‘call out’ or to ‘summon’ (Wikipedia)
Setiap orang memiliki cara mendeskripsikan seseorang nan memesona--aku dengan angka dua.

Aku ingat masa di mana kau melempar kedua tanganmu di udara. Di hari itu aku belum tahu siapa dirimu tetapi papan pengumuman melantarkan takdir kita berada di sekolah yang sama. Kau begitu girang namamu tertera di sana—karenamu aku turut terselubungi rasa serupa. Firasatku berbisik kita akan kerap berpapasan atau setidaknya aku hendak menyulap seolah kita tak sengaja bersua.

Aku tahu kemudian rupanya kau mencintai sepakbola. Setiap kali bola melintasi gawang lawan, kau melempar kedua tanganmu persis seperti kala kita pertama berjumpa. Senyummu menyala berbarengan sorot mata yang lugu. Aku tersenyum malu-malu menggugat mengapa di bumi tinggal makhluk yang tak menyadari kemilaunya. Seseorang sepertimu membuat orang lain terbentur pilihan tunggal: mengagumi.

Kau adalah seseorang pertama yang membuat kedua tanganku terangkat tinggi seolah sanggup menyentuh langit.

Di setiap harinya kedua kakimu adalah kanan dan kiri yang hendak ku ikuti jejaknya. Bukan, bukan aku memaksa Tuhan agar menukar nama jodohmu dengan namaku. Aku bahkan tak kuasa mendekatimu. Aku memperjuangkan perasaanku tetapi aku sadar bahwa jawaban doa tak melulu pengiyaan. Tak berarti kedua tanganmu di udara tidak menari di hatiku--hanya saja aku tahu bahwa batas kebahagiaan maksimalku adalah ketika aku tidak berharap apa-apa.

Aku patut berbesar hati atas betapa sederhananya hasratku terhadapmu.

Pernahkah kau penasaran mengapa aku tak mampu beralih kepada seseorang lain? Kau adalah pangkat bagi bilanganku. Angka dua yang melayang di sisi kepalaku melipatkan jumlahku. Berapapun angkaku, kau akan membuatku lebih tinggi. Tidak peduli seberapa jauh aku berlari, kau masih bisa menggandakanku. Tak berdusta jika ku katakan kau menguatkanku. Sayangnya untuk menjadi pangkat itu, kau tak mungkin duduk tepat di sampingku melainkan di atasku. Oleh sebab itu, aku batal bermimpi untuk bersisihan denganmu.

Dua jarimu membentuk huruf V di foto kelas kita. Hanya itulah wujud nyata waktu berbaik hati merekam kebersamaan kita. Alangkah lucu tatkala masa lalu kembali terkenang. Mungkin aku akan menyesal jika di depan kamera aku tidak mengambil posisi di sampingmu. Bila sewaktu-waktu ku gunting foto itu akan ada hanya kita berdua bersebelahan.

Jujur saja hingga kini aku masih berangan suratan berubah. Daripada melangkah sendiri-sendiri, mengapa tidak kita berjalan berdua saja? Tak kurang, tak lebih. Aku enggan sendiri tetapi tak jua dikelilingi keramaian. Kau seorang cukup sebagai keramaian di semestaku. Melempar kedua tangan di udara bersamamu sepertinya merupakan ide terbaik yang pernah melintasi kepalaku. Aku kembali terhadang kenyataan bahwa aku tidak akan pernah sebahagia saat terpisah dari pengharapan tentangmu.

Dua adalah sepasang tangan yang mengetik namamu kemudian menghapusnya setelah itu. Dalam buku harian pun, aku tak berani menyebut namamu. Aku takut di setiap aku menulis namamu, perasaanku akan berlipat dua kali dari semula. Aku cukup mendoakanmu agar kau sering melempar kedua tanganmu--itu berarti kau sedang teramat girang. Aku akan melempar kedua tanganku juga agar kita seolah sedang menyentuh langit bersamaan.
------------------------------
 “Aku mencintaimu 
Itu sebabnya aku takkan pernah selesai mendoakan keselamatanmu” (Sapardi Djoko Damono)
image source: here 

2 Comments:

Videos

Jakarta, Indonesia

SEND ME A MESSAGE