-->

Hello, this is me!

Nur Imroatun Sholihat

Your friend in learning IT audit Digital transformation advocate a-pat-on-your-shoulder storyteller

7 Jul 2014

BUNDA KIRIMKAN NANDA DOA-DOA

  • July 07, 2014
  • by Nur Imroatun Sholihat
IMZ’s confession #79: Saya begitu ingin berdiri di panggung menyajikan musikalisasi puisi “Bunda Kirimkan Nanda Doa-Doa”

Mohon izin ya posting kali ini agak sedikit narsis. I’m craving for this dream so I can’t help writing it. Hehe. Sejak lama saya menyukai puisi dan musikalisasi puisi. Mungkin itulah alasan saya sesekali membaca puisi di panggung. Saya yakin sekali jika saya membaca puisi berikut, saya akan melibatkan segenap emosi: sebuah rangkaian perasaan yang lebih kompleks dari sekadar menangis. Puisi ini menawan. Saya tak henti berpikir bagaimana Irianto Ibrahim menemukan larik di bawah ini.

“Bunda, kirimkan nanda doa-doa beserta bau tubuhmu."
Sebaris sajak itu menghampar imajinasi tentang betapa seringnya kita bersandar (denotatif maupun konotatif) pada ibu. Kalimat di atas langsung menggiring saya pada kerinduan bau khas ibu yang menenangkan. Seorang anak tentu merekam setiap detail yang ada pada ibunya. Kita pun tak hanya memintanya mendoakan kita, tetapi juga mengirimkan bau tubuhnya. Dunia seolah berpihak pada kita jika ibu ada di samping kita. Seakan pelindung yang paling hebat sedang memeluk jika bau tubuhnya tak berjarak dari kita.

Ah, saya sungguh iri pada penulis puisi yang bisa membuat pembaca memutar kembali ingatan tentang sesuatu. Sajak itu laksana menghadirkan momen ibu tengah bertatapan dengan kita. Keadaan ibu memeluk kita dengan bau tubuh yang secara tak sadar kita hafalkan tiba-tiba terkenang.

“Bunda kirimkan nanda doa-doa
Dari hampir senja pekat akan menelanku.
Bunda ajari aku mengeja namamu sampai embun meninggalkan kau
Kan ku hirup lagi setia dari susumu, dari lenganmu.”

Bait di atas membiarkan imajinasi kita tercabik-cabik. Betapa setianya ibu membesarkan kita: di lengannya kita pernah menyandarkan seluruh raga. Sejauh apapun kita melangkah—ketika segalanya terasa melelahkan, kita hanya ingin segera pulang dan menemui ibu. Ibu adalah sinonim dari rumah: tempat di mana hati kita menetap.
Sebenarnya saya sudah tak sanggup berkata banyak tentang puisi ini. Segala macam penjelasan yang saya berikan tak bisa mendeskripsikan pengalaman batin yang saya alami. Saya dihadang kesulitan menceritakan secara tepat getar yang diantar sajak ini ke dalam pikiran saya. Maka, sila menikmati musikalisasi puisi “Bunda Kirimkan Nanda Doa-Doa” dan mengalami sendiri perasaan “Ibu, kau terlalu nyata di pikiranku”. Saya ingin sekali saja mendapat kesempatan untuk membaca puisi ini. Sederhana saja alasannya: saya sungguh mengagumi larik-lariknya.

It sounds too much but I’m teary everytime I listen to this poem T.T
-------------------------------------
(credit: Bunda Kirimkan Nanda Doa-Doa Karya Irianto Ibrahim)
image source: here

0 Comments:

Post a Comment

Videos

Jakarta, Indonesia

SEND ME A MESSAGE