(SESUNGGUHNYA) SAYA TAK MAU GOLPUT
- July 09, 2014
- by Nur Imroatun Sholihat
“Lekas bangun dari tidur berkepanjangan, menyatakan mimpimu, cuci muka biar terlihat segar, merapikan wajahmu, masih ada cara menjadi besar, memudakan tuamu, menjelma dan menjadi Indonesia.” (Menjadi Indonesia, Efek Rumah Kaca)
Saya bercerita mengenai pilpres yang jatuh hari ini. Saya yakin akan menyesal
kelak jika tak pernah menuliskan tulisan ini. Banyak tulisan tentang pilpres yang berhenti menjadi draft karena kemudian saya meragu. Hari ini saya memutuskan untuk menekan tombol “publish”.
Saya golput. Bukan karena seperti yang sudah-sudah—tiada satu pun yang menarik perhatian saya, tetapi karena
saya kesulitan mengurus formulir A5. Beredar beragam info prosedur mengurusnya tetapi tak satu pun jalan membuat saya bisa mencoblos pagi ini. Hihihi.
Dua hari yang lalu saya
menelpon adik saya untuk pulang dan memilih. Dia yang semula tidak berniat
pulang saya sarankan untuk pulang. "Awakmu ojo golput. Nang pilpres iki golput udu sikap tapi ora peduli" (Kamu jangan golput. Di pilpres ini golput bukan lagi sikap tetapi ketidakpedulian.)
Ya, saya golput dan menyuruh adik
saya jangan golput. Sejatinya saya tak mau golput, saya memiliki pilihan.
Saya tak golput di dalam
doa. Saya mendoakan sebuah nama menjadi presiden masa depan Indonesia. Untuk
pertama kalinya, nama seorang tokoh politik Indonesia terselip dalam doa saya. Saya berharap beliau menang. Memang dalam setiap kompetisi, harus ada yang menang dan kalah—saya siap
menerima apapun hasilnya. Siapa pun nanti yang keluar sebagai pemenang, saya tetap warga Indonesia dan tetap akan menerimanya sebagai presiden Indonesia. Namun, sementara prosesi pemilihan sedang bergaung di
seluruh nusantara, saya menyuarakan dukungan saya.
Seseorang ini memikat hati saya
bertahun-tahun ini. Beliau menjadi bukti bahwa mimpi bukanlah utopia.
Siapa pun kita--sekalipun bukan orang yang sangat kaya, anak orang sangat kaya, anak pejabat, anak
pengusaha, seseorang dengan nama besar di belakang namanya, atau dekat dengan lingkaran kekuasaan—selama kita bekerja keras, nama kita bisa
berkibar di puncak sana. Beliau membuka pintu yang semula terlihat hanyalah
bualan anak-anak SD: “Aku ingin menjadi presiden”. Seseorang ini telah bekerja ketika yang lain
masih berkata-kata ide mereka. Seseorang yang didukung oleh semua tokoh yang
saya hormati di Indonesia. Seseorang yang pembawaannya sangat Indonesia dan karakternya dirindukan oleh Indonesia. Seseorang yang tidak sempurna tetapi menawarkan upaya sebaik-baiknya bersama laju seluruh rakyat untuk mencapai Indonesia yang diidam-idamkan. Seseorang yang begitu disorot oleh media-media internasional bahkan membuat negara lain iri. Seseorang yang membuat dada saya sesak
mendengar fitnah tak berkesudahan dilarikan kepadanya. Seseorang
yang sedari awal membuat saya tak perlu lagi bingung menentukan pilihan—it's very clear from the
very first.
Ada seseorang yang telah bangun
dari tidur panjangnya, menyatakan mimpinya, menunjukkan kepada kita bahwa masih ada
cara menjadi besar, memudakan tuanya. Dia adalah Indonesia seutuhnya.
---------------------------------------
(Sembilan Juli 2014 pagi hari)
image source: here
0 Comments:
Post a Comment