YOGYAKARTA
- August 19, 2014
- by Nur Imroatun Sholihat
Yogya yang penuh pesona seharusnya
tak pernah menggunakan daya tariknya untuk melemparkan tipu daya kepadaku, bukan?
Di setiap kedatanganku, aku linglung tak pernah menemukan apa-apa. Aku dihantui ketakutan kau terus-menerus membuat laguku
terdengar tak lengkap dengan mendendangkan bagian yang tidak ku
miliki dari lagu. Semestinya kau berhenti membuat hidupku bergantung pada susunan nada milikku.
Berhentilah membuat hidupku seolah hanya berjalan separuh saja tanpa irama itu.
Kau pasti sudah lupa berapa kali persisnya
kau mengayun-ayunkan sobekan kertas lirik lagu dari kejauhan. Kau selalu memanggilku untuk
berlari ke sini lagi. Yogya ramah tetapi kau dingin. Aku kembali terusir
dari kota ini bersama lagu yang setengah. Siapa sebenarnya kau yang menamai dirimu harapan? Mulai sekarang kau tidak perlu
bersembunyi karena khawatir sewaktu-waktu aku akan kembali. Tenang saja,
setelah ini aku tidak akan pernah mencari serpihan partitur laguku. Aku tidak
akan bertahan pada harapan yang enggan menampakkan wujud.
Langkah ringanku akan berakhir segera setelah bius harapan itu habis. Aku mendapati kakiku bersimbah darah dan otakku digedor-gedor realita. Ini kali terakhir aku mencarimu. Selamat tinggal, harapan. Aku
tahu bahwa sesungguhnya kau tidak pernah nyata. Aku sadar bahwa sejatinya
sosokmu tidak pernah benar-benar ada.
Selamat tinggal, harapan.
--------------------
image source: here
Selamat tinggal, harapan.
--------------------
image source: here
0 Comments:
Post a Comment