-->

Hello, this is me!

Nur Imroatun Sholihat

Your friend in learning IT audit Digital transformation advocate a-pat-on-your-shoulder storyteller

4 Oct 2014

PERIANG

  • October 04, 2014
  • by Nur Imroatun Sholihat
Kau pernah berkata, “Periang hanyalah seseorang yang kesepian.” Kau dan aku berselisih tentang keaslian gegap gempita yang menggema dari para pemandu sorak. Kau mencatat senyum tulus para pendiam dan menuturkan padaku tawa kosong para penggembira. Aku menggeleng keras sembari kembali tersedak gelak tawa.

Aku tahu kau sedang menyindirku. Tak luput kau menuding kegirangan di sela tanganku yang terangkat di udara. Sekuat tenaga aku berdiri di seberang membantahmu. Aku berpijak pada tanah rapuh dan menabrakkan diri pada bongkahan tanahmu yang kukuh. Tak akan jera aku melawan kebenaran yang kau utarakan.

Sesungguhnya perkataanmu sahih adanya. Menggunakan topeng badut periang tertawa sekalipun gaungnya tak tersisa di sekeliling mereka. Setiap waktu sepertinya adalah waktu untuk bersembunyi tetapi mereka enggan tak terlihat. Mereka didera ketakutan akan kesendirian. Mereka harus terlihat dan berkawan—setidaknya dengan tawanya sendiri.

Pernahkah kau mendengar lagu gembira yang justru membuatmu membiru? Begitulah bunyi memperlakukanku. Suara tabuhan perkusi bertalu-talu seolah hanyalah bunyi biola yang menyayat. Problema klasikku adalah telingaku mencerminkan segala keriuhan di luar sana menjadi keheningan. Telingaku mengabaikan kenyataan bahwa perkusi dan biola adalah hal yang berkebalikan. Melulu aku ingin irama itu menguap saja di udara.

Di duniaku yang hingar, suara bersikap asing terhadapku.

Suara tawaku berkhianat terhadap hatiku sendiri. Aku mempercayakan suara di luar sana untuk menghiburku melupakan kesendirian. Setidaknya aku harus berada di tengah kegaduhan dan menyemangati teriakannya. Maka aku mencegah malam datang agar tak satu persatu orang meninggalkan keramaian yang ku galang.

“Mengapa jarum jam berdetak begitu kencang?” Aku memandang jam yang menggantung di dinding.

“Aku tidak mendengar jarum jam itu sedikit pun” Jawabmu ringan.

Benarkah hanya aku yang merasa jarum jam sedang menyudutkanku untuk segera pulang dan mengunci diri di dalam kamar? Seolah benda-benda di sekelilingku sedang berkonspirasi untuk menggagalkan kepalsuanku. Tetapi aku tidak ingin beranjak dari riuh rendah yang keras berdentum. Aku tidak bisa membiarkan badanku terjerembab dalam keheningan.

Kau tidak pernah tahu, aku terlalu kesepian untuk tak berpura-pura riang.
--------------------
image source: cowart.info

0 Comments:

Post a Comment

Videos

Jakarta, Indonesia

SEND ME A MESSAGE