-->

Hello, this is me!

Nur Imroatun Sholihat

Your friend in learning IT audit Digital transformation advocate a-pat-on-your-shoulder storyteller

6 Jul 2015

RINDU

  • July 06, 2015
  • by Nur Imroatun Sholihat
Setelah musim kemarau dan musim penghujan bergiliran menemani, aku masih tidak melihat bayangan yang berjalan mendekat. Air hujan yang seharusnya dingin terasa hangat sebab badanku lebih beku dari dingin itu. Angin kering kemarau membelaiku sangat kasar. Jika hendak menyerah, aku akan melakukannya sejak pergantian musim pertama. Aku tak menyerah sebab ternyata tidak menunggu lebih melukai. Namun, kau tak boleh beranggapan aku tidak mungkin berputus asa. Cerita tentangmu adalah cerita tentang seseorang yang seharusnya sudah sampai. Bukankah tak seharusnya salah satu dari kita terlambat datang dalam sebuah perjanjian? Kini aku sendiri berdiri di titik pertemuan tanpa seseorang menemuiku. Atau aku berdiri di tempat yang salah? Atau kau berbalik arah dari kejauhan enggan menemui seseorang sepertiku?


Atau kau baru akan datang pada tanggal 30 Februari?

Aku tidak akan begini jika masih mampu menyangkal bunyi batin. Kau membuatku menemukan bentuk baku dari rindu; rindu yang aku sendiri terkejut tatkala tiba-tiba tenggelam di dalamnya. Aku selalu bisa menolak jika tidak mau kecuali pada rindu ini. Sebanyak usahaku membantah perasaan ingin bertemu, sebanyak itu pula perasaan enggan berpasrah pada keterpisahan menggandakan diri. Sebab sekalipun rindu terasa begitu menyesakkan, keterpisahan lebih dari sekadar lara.

Aku merindu. Jika tidak merindukan pertemuan, aku merindukan keberadaan. Apabila tak khawatir kau tidak berjalan ke arahku, aku khawatir kau tidak benar-benar berpijak di muka bumi. Bentuk sederhana dari semua penantian ini adalah rindu.

Aku tengah menerka seberapa jauh jarak kita. Aku harap kita terpisah dalam jarak yang tidak menyakitkan. Karena selama engkau benar ada di ujung sana dan berjalan ke arah pertemuan kita, jarak dan waktu berjalan ke arahnya tidaklah berarti.

Aku tetap menantimu dalam ketidakpastian. Barangkali aku hanya perlu menunggu untuk bersua dengan kekuatan yang sungguh megah: kesabaran. Bersama kesabaran, saat seperti ini adalah saat terindah untuk mencintaimu. Karena dalam diam dan ketidaksabaran serta ketidakpastian, bersedia percaya adalah cinta yang demikian lapang.

Aku akan menunggumu tetapi kau jangan berjalan terlalu lambat. Aku terlalu papa untuk sendirian. 
----------
image source: forwallpaper.com

0 Comments:

Post a Comment

Videos

Jakarta, Indonesia

SEND ME A MESSAGE