MENATAP KEHIDUPANMU DARI JARAK YANG SANGAT DEKAT
- April 14, 2016
- by Nur Imroatun Sholihat
“Aku senang kau
terus mencoba. Masih mau mencoba lagi kan?” Kalimatmu ini berdesing di
telingaku begitu aku menyibak tirai hari.
Selamat pagi,
lelaki yang kebijaksanaannya kerap kali ingin kucuri. Semalam mataku sulit
terpejam sebab akhir-akhir ini kegagalan seperti begitu berhasrat menjadi kawan
karibku. Katamu aku tak boleh terlalu mudah menyerah dan kau bahkan memberi
teladan untuk hal itu. Katamu aku berhak atas kebahagiaan sehingga tak
seharusnya aku terlalu sering menangis. Aku akan mencoba lagi hari ini sebab aku
tak pernah merasa gagal jika mengingat kata-katamu itu.
Selamat siang, lelaki
yang ketabahan hatinya kerap kali menggetarkan nurani. Kau selalu mengenali
keresahanku ketika semua orang berpikir aku baik-baik saja. Kau sering bertanya
bilamana air mata menggantung di sudut mata di balik senyumku. Seolah aku
yang begitu piawai menyembunyikan lara berhadapan denganmu yang lebih piawai
membaca tanda. Bagaimana kau sanggup berjalan begitu nyaman melintasi satu per
satu waktu? Mungkin kesabaran melucuti kemampuan segala perkara untuk mengusik
duniamu. Kau selalu berdamai dengan hari-harimu lalu mengajakku berdamai dengan
hari-hariku. Aku baik-baik saja jika kau bertanya keadaanku kini. Maksudku,
jika keberadaanmu saja menggenapkan perasaanku, bagian mana yang bisa dikatakan tidak berjalan baik?
Kau membiarkanku
berlarian demikian kencang kemudian menghampiriku hanya untuk berujar beristirahatlah
sejenak. Aku selalu berharap kau mengingatkan di mana aku harus berhenti
sebentar sebelum aku berlari kembali—sebab aku, seperti yang kau kenal,
terkadang tidak peduli titik lelahku. Kita berdua berlari ke arah yang berbeda
tetapi akan tetap bersua sebab kau adalah pusat gravitasiku. Akan selalu ada
waktu untuk bersua denganmu dan melihat senyum tenangmu. Akan selalu ada waktu
untuk mendengar ucapanmu. Akan selalu ada keikhlasan menaati nasihatmu.
Kehalusan tuturmu membuatku tak bisa tidak menurutimu. Mungkin kau belum
mengetahui kenyataan ini: aku teramat penurut pada hati yang lembut.
Selamat sore,
lelaki yang lingkaran bola matanya seolah berbinar-binar sepanjang waktu. Aku
ingin menghafal warna bola matamu: warna yang hanya bisa dijelaskan bukan
dengan satu kata melainkan satu kalimat. Ketika tatapan mata kita bertemu, aku
tahu mengapa sepasang mata itu ingin ku lihat lebih dekat. Kau merupakan orang
yang aku inginkan untuk menatapku paling sering. Kau adalah seseorang yang aku harapkan
mendengar kabarku pertama kali. Kau adalah seseorang yang saban aku ingin
bercerita, namamu melintas begitu saja. Kau adalah seseorang yang senyumnya
berarti segalanya akan baik-baik saja. Aku bahagia sebab tahu ada seseorang
yang semampunya akan selalu berusaha membahagiakanku. Aku bergembira sebab
engkaulah sahabat dalam setiap kebaikan dan kelemahanku.
“Bersabarlah
sebab kesabaran adalah sifat yang sangat indah.” Aku mengingat kata-katamu itu setiap kali hidup
tidak bergulir seperti gambaran di kepalaku.
Hanya dengan
bertemu lelaki ini saja aku sudah merasa pulang. Hari-hari yang seharusnya
membebani terasa seringan udara. Di depannya, aku lupa segalanya yang ku
inginkan dari seseorang sebab dia menjadi seluruh kriteriaku. Jika seseorang
bertanya padaku seperti apa lelaki yang aku impikan, bukan hanya seseorang
sepertimu—melainkan harus kamu.
Selamat malam, lelaki
yang berhati lembut. Menjadi teman 24 jam di tiap harimu rasanya tidak pernah
cukup. Aku adalah pasangan jiwamu, tak hanya saat ini tetapi sampai tua kelak InsyaAllah. Aku ingin mendengar suaramu yang lembut menjadi demikian
lirih saat kau telah menua nantinya. Aku ingin melihat warna bola matamu
berubah seiring bergeraknya masa. Sebab menua bersamamu terdengar sebagai skenario
terbaik untuk menyusuri waktu.
Allah yang maha
bijaksana, segala puji bagi-Mu atas lelaki bijaksana yang Engkau takdirkan
menatap kehidupanku dari jarak yang sangat dekat.
-------
image source: myspiritualfix.wordpress.com
0 Comments:
Post a Comment