STORM AND SILENCE
- October 06, 2016
- by Nur Imroatun Sholihat
“Chains of gold are still chains,
Mr Ambrose.” –Lily Linton
(Alert: it contained spoiler of
Storm and Silence by Robert Their a.k.a. Sir Rob)
(Adalah membaca: hal yang selalu
menjadi sweet distraction hidup saya. Kalau ada hal harus dikambinghitamkan di
balik absennya saya menulis berminggu-minggu ini, novel-novel di wattpad adalah
alasannya. But yes, I’m hastily running back like my sole home is writing. By
Jove! I love writing way this much.)
Dari sekian novel yang berhasil
membuat saya betah membacanya, ada satu yang sungguh memenangkan hati saya.
Novel berjudul “Storm and Silence” ini menyandang gelar “2015 People's Choice Watty Award” dan
jumlah viewers yang fantastis. 42,5 millions when I first encountered it and
the counting is still ongoing.
Novel roman-sejarah tersebut berlatar British Empire di tahun 1939, di mana perempuan saat itu dianggap makhluk lemah-rapuh-tiada-daya yang bahkan otaknya tidak mampu berpikir tentang politik. Lily Linton, a strong independent suffragist, dressed up as a man only to be able to vote. Penyamarannya itu mempertemukannya dengan Mr Ambrose, a young mysterious businessman, yang memberinya pekerjaan sepanjang dia berpakaian sebagai laki-laki. Dengan tujuan ingin memperjuangkan kesetaraan gender dan mendapatkan kemerdekaan finansialnya, Lily mengikuti aturan Mr Ambrose.
What I like the most from the
story was the relationship among the characters. Cat and mouse relationship
between Mr Ambrose and Lily (who was the cat and who was the mouse remained
question), Ella and Lily' adorable sisterhood, vivacious friendship between
Lily and her suffragist pals, and certainly love-hate bond between Lily and her
aunt. Bagaimana penulis membuat hubungan antara tokoh serealistis mungkin tanpa
menghilangkan keindahan ceritanya—I gave him special credit. Amusing writing
style of him made me shamelessly laughing. His gag code matched me like
seriously. Saya juga mengamini kedalaman riset dan akurasi fakta-fakta yang
disajikan.
I love Lily’s inner voices which
were random and absurd as per usual. Haha, what a sassy weirdo. Still, she was
lovely in her own way. Her clumsiness and unladylikeness were laughable yet
relatable. Saya suka keberanian Lily memperjuangkan apa-apa yang menjadi
prinsipnya. Saya menggarisbawahi komitmennya berdiri di samping Mr Ambrose
menghadapi satu per satu problem di sekeliling dunia bisnis. Dan ketika dokumen
pembangunan Terusan Suez yang disebut Mr Ambrose sebagai centre of the world
sebab mengefisienkan perdagangan Inggris dengan dunia luar dicuri oleh lawan
bisnisnya, Lily meyakinkan sang bos bahwa dia ingin membantu.
“The world is a heavy thing to
bear.” I told him “whether at the centre or elsewhere. Why won’t you let
someone help you?”
Mr Rikkard Ambrose was the
paramount magnet and magnate of the story. Mr. Ambrose’s charm which, I hope I
could describe it well but unfortunately I couldn’t. Acknowledging him
gradually is the particular way to understand people’s obsession over him. He
was endearing with his intriguing brusque-yet-tender-introvert-cold self. He
wasn’t only the north for Lily’s compass, but everyone’s. I mean, how many
people had fallen for this guy even just by knowing what a manly with a lot of
manliness gentleman he was. Hihi.
Mengesampingkan fakta bahwa
romansa antara pria yang nyaris sempurna dan perempuan biasa adalah countless
cliché, saya harus mengakui kualitas penggarapan novel ini. Iya saya ngaku saya
suka jenis romance yang sewajarnya aja. Sir Rob berhasil menyajikan cerita yang
manis tetapi membumi. Lily and Mr Ambrose were two strong people
protecting each other--I'm into this powerful duo concept. Saya bisa
menangkap usaha keras Mr Ambrose untuk melindungi Lily tanpa kata apa pun yang
terucap dari mulutnya. Saya bisa merasakan betapa pentingnya Mr Ambrose bagi
Lily tanpa banyak penjelasan darinya. That’s why Storm and Silence suited my
taste. I simply understood their feelings without the copious words. For
me, that kind of romance is the most admirable one.
Anyway, entah mengapa hati saya
ikut nelangsa begitu tahu Mr Ambrose, the wealthiest man in the British Empire,
adalah penentang kesetaraan gender. Impian terbesar Lily adalah perempuan tak
lagi dianggap makhluk kelas dua sementara Mr. Ambrose selalu berpikir bahwa
fakta tersebut demikian adanya. The point was, bagaimana jika lelaki yang
menarik hatimu adalah orang yang menghadang mimpimu? *grin widely
The less favourable thing adalah
novel ini terlampau panjang (what an effort to finish the 97 chapters) meskipun
nyatanya keberadaan Mr Ambrose menahan langkah saya untuk berhenti membaca.
Joke dari Lily selalu berhasil membuat saya keranjingan membacanya. Dan bahkan
setelah mengalami segala rupa emosi sepanjang cerita, pembaca harus menerima
fakta bahwa akhir cerita dibuat menggantung dan dramatis. Yeah, saya akan
melanjutkan melahap sekuelnya. Wait for me again. I’ll tell you about the
sequel as I finished it :)
Final note: If you have spare time
and looking for something amusing and entertaining, don’t hesitate to read
“Storm and Silence”, anyone :)
Personal rating: 4,1/5
-----
image source: goodreads.com
0 Comments:
Post a Comment