KKN UNILA (PART 3): THE FEELINGS
- February 09, 2017
- by Nur Imroatun Sholihat
Assalamualaikum. I’m back
to share about my feeling as a KKN student on and off duty :)
source: pinterest.com |
1. How to Steal Ibu-Ibu-Pengajian-di-Dusun-IV-Marga
Agung’s Hearts
Malam ketiga
KKN, kami diundang mengikuti pengajian ibu-ibu di dusun IV Marga Agung. Kami
diminta memperkenalkan diri dan menjabarkan tentang kegiatan kami di sini. Saya memperkenalkan diri dengan bahasa
yang menyatukan hati banyak orang: Bahasa Jawa. Hal ini didasari sepanjang
pengajian bahasa yang digunakan adalah Bahasa Jawa. Saya bahagia kembali bisa berbahasa Jawa krama alus apalagi di
tempat yang bahasa daerahnya bukan Bahasa Jawa.
“Oalah, sampean jowo juga toh mbak?”
“Wah, boso jowone mlipis. Asale seka endi, nduk?”
That was how I
steal the hearts of ibu-ibu-pengajian-di-Dusun-IV-Marga-Agung. Being thankful that
my parents insisted me to speak 3 levels of Javanese language. Now, I could
speak with the youngsters with casual language (ngoko), to the senior with the semi-formal language (krama madya), and to the oldsters with formal language (krama alus). I’m a proud Javanese
language speaker :)
Dan baru
besoknya saya tahu kalau hampir seluruh penduduk Marga Agung adalah transmigran dari Gunung Merapi. Pantas
saja bahasa Jawa kami seolah berasal dari akar yang sama :)
2. The Feeling of Reading A Good Book Again
“Nabi Sulaiman sudah kenyang dengan kerajaannya, sementara Nabi Ayyub belum kenyang dengan ujiannya.” (Fihi Ma Fihi, Jalaluddin Rumi)
Salah satu hal
yang ingin saya perbaiki akhir-akhir ini adalah menurunnya tingkat membaca. Duh
sekarang jarak saya sama buku kaya orang berantem aja. Iya sih saya masih tetep
suka baca tapi baca novel di wattpad. Huhu. Nah sekarang mau balik ke kebiasaan
lama merutinkan membaca buku yang lebih bermanfaat.
Anyway, I’m currently
into Jalaluddin Rumi’s “Fihi Ma Fihi”. Been a long-time fans of his pieces so
read his book will always be rejoicing. I love how Rumi made Islam
aesthetically sounds supremely divine with his writings. This book became such
a nice friend for this KKN.
3. Makan #sakanane
terkadang hanya mengandalkan nasi berkat dari warga yang mengadakan acara (^_^) |
Spirit makan
selama KKN adalah sak anane (seadanya). Kata ini selalu menjadi jawaban saya
setiap kali Kurno (leader kelompok KKN kami) dengan nada bercanda membahas
masakan saya dan Mae yang berputar-putar antara tahu dan tempe. Dibacem,
digoreng, digoreng dengan tepung, dipenyet, dibalado—apapun cara masaknya yang
dimasak tetap tahu tempe. Hehe. Walau makan tahu tempe yang penting kelompok
kita selalu bahagia kan, Kurno? :)
Kebahagiaan tak
melulu tentang apa yang kita makan tetapi juga dengan siapa kita makan.
Eaaaa
4. Dongsaeng Pabo
Dongsaeng pabo
(younger sister/brother fool) berasal dari Bahasa Korea yang berarti orang yang
sangat sayang pada adik/orang yang lebih muda. And yes, I’m a dongsaeng pabo
for Mae, Kurno, and Apri. Sejak awal KKN saya sudah mulai memiliki
perasaan ngemong ala seorang kakak ke adiknya. Mereka bertiga udah seperti adik
saya sendiri.
5. Cry Then Laugh: The Art of Feeling
abaikan muka pucat-habis-nangis-belum-mandi saya. candid photo taken by Kurno |
Pagi ini tangan
saya terkena pisau waktu saya hendak membuat kolak pisang. Awalnya saya anggap
biasa saja tetapi karena goresannya lumayan dalam, darah tidak berhenti
mengalir. Saya mulai panik hingga Mae mengajak saya ke klinik. Baik Mae maupun
dokter mengatakan sebaiknya tangan saya dijahit tetapi karena saya takut jarum,
saya meminta untuk tidak dijahit. Darah tidak kunjung berhenti mengalir. Saya merasa pusing dan lemas seolah sudah lama tidak makan nasi. LOL. Saya
khawatir kehabisan darah karena sudah banyak sekali darah yang keluar (well,
terdengar lebay memang). Ternyata terkena pisau bisa sefatal ini. Akhirnya
setelah beberapa waktu darah berhenti mengalir. Kata Mae wajah saya pucat
sekali apalagi setelah menangis karena menolak dijahit. Hihihi. But the tears didn’t
last long for then the dongsaengs (Mae, Kurno, and Apri) cooked me a good
breakfast. Tiba-tiba saya diberi banyak makanan enak yang mereka masak sendiri
supaya saya segera bisa minum obat. Ditambah Kurno terus melemparkan candaan segar yang membuat saya tak berhenti tertawa. Ahhh, I cried then I laughed :)
6. That Wonderful Feeling Called Grateful
“Tidaklah seorang muslim yang tertimpa
gangguan berupa penyakit atau semacamnya, kecuali Allah akan menggugurkan
bersama dengannya dosa-dosanya sebagaimana pohon yang menggugurkan dedaunannya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Adalah nikmat:
kemauan untuk bersabar dan bersyukur menghadapi ujian termasuk rasa sakit. Karena dosa yang sedemikian banyak, Allah memberi saya sakit yang InsyaAllah menggugurkan dosa. Semoga
Allah memberi saya kesembuhan yang baik dan menghapus dosa-dosa saya melalui sakit ini. Terima kasih ya Allah atas ujiannya. My heart is at ease knowing that My Lord doesn’t burden any soul with more than s(he) can bear.
Alhamdulillah. Allah sedang meningkatkan derajat kesabaran saya :)
Tegur saya jika
saya lupa bersyukur ya Allah. Dengan ini saya sadar bahwa satu jari dapat mengubah banyak kegiatan yang semula mudah menjadi membutuhkan usaha lebih. Bahkan satu jari saja adalah nikmat teramat berharga. Ketika
saya membutuhkan jari untuk mengetik seperti saat ini, saya
merasa ditegur betapa lalainya saya untuk berterima kasih pada nikmat-Mu. Takdirkan untuk saya hati yang terus mau menerima teguran-Mu, ya Allah. Takdirkan untuk saya hati yang tak lelah bersyukur :)
------
(While listening
to Surah Ar Rahman recitation by Muzzamil Hasballah.)
0 Comments:
Post a Comment