-->

Hello, this is me!

Nur Imroatun Sholihat

Your friend in learning IT audit Digital transformation advocate a-pat-on-your-shoulder storyteller

10 May 2017

SEE 2017

  • May 10, 2017
  • by Nur Imroatun Sholihat
"A writer is someone for whom writing is more difficult than it is for other people" - Thomas Mann

Beberapa waktu yang lalu, saya dan Upi (dianpalupi.com) untuk pertama kalinya menulis bersama. Kisah ini dimulai saat saya mendengar kabar lomba karya tulis ilmiah Sharia Economic Event (SEE) 2017. Momen ini dengan ajaibnya menyatukan kami berdua dalam langkah yang seirama. Saya menyukai ekonomi syariah, Upi baru saja PKL (praktik kerja lapangan) di salah satu bank syariah. Akhirnya saya mengajaknya menulis bersama tentang pembiayaan pembelian rumah (PPR) syariah di bank tersebut.

Ide tulisan kan biasanya muncul dari keresahan (ciee keresahan). Nah keresahan kami kali ini adalah tentang rumah yang merupakan kebutuhan dasar dari manusia ternyata harganya mahal banget. Dari data yang saya dapatkan, hanya 79,5% saja penduduk Indonesia yang sudah memiliki rumah hak milik (beritasatu.com, 2014). Selama ini masyarakat kita memanfaatkan KPR yang ditawarkan bank konvensional untuk membiayai pembelian rumah. Nah, melalui tulisan ini saya dan Upi ingin memperkenalkan PPR syariah sekaligus meng-encourage masyarakat untuk mempertimbangkannya sebagai alternatif pembiayaan ketika belum bisa membeli rumah secara tunai.

Gimana sih praktik PPR syariah? Di sini bank akan bertindak seolah-olah sebagai penjual yang membeli rumah lalu menjualnya kembali kepada nasabah dengan keuntungan yang sudah disepakati bersama. Akad semacam ini disebut akad murahabah. Menurut UU no 21 tahun 2008, ada 2 syarat utama dari akad ini yaitu pembeli tahu harga beli barang (dalam hal ini rumah) serta adanya keuntungan yang disepakati bersama antara kedua belah pihak. Jadi, berbeda dari objek KPR yang berupa uang, objek PPR syariah adalah barang (semacam jual beli rumah dengan bank sebagai penjualnya). Anyway, angsuran di PPR syariah tetap sepanjang masa angsuran.

Singkat cerita, kemarin kami berdua mempresentasikan tulisan kami di depan dewan juri. Karena ini adalah pengalaman pertama bagi Upi ikut lomba dan presentasi di depan juri, dia jungkir balik banget mempersiapkan presentasinya. Saya pun jadi ikutan semangat latihan presentasi sampai-sampai hafal isi slidenya tanpa perlu melihat ke arah layar lagi. Latihan yang rajin ini membantu saya membawakan materi dengan lancar. Dan buat Upi, meski sempet terdiam lama saat akan memulai presentasinya, untuk ukuran pemula dia cukup berusaha keras. Saya minta maaf ya kalau selama kerja bareng saya banyak banget ngarahin. Slidenya jangan banyak tulisan, presentasinya natap juri, tangan digerakin, di panggung jangan berdiri di satu tempat aja, jangan ngliatin slide pas presentasi, ngomongnya jangan kecepetan, intonasinya yang pas, pas bawain data harus jelas—I know I was such a demanding person. Dunia kompetisi emang sekejam itu, Pi. Hihihi. Selesai presentasi dan menjawab pertanyaan-pertanyaan juri, Upi berbisik: “Selama ini aku cuma bisa liatin Mbak Iim persiapan lomba dan mbatin kenapa Mbak Iim harus sekeras itu ke dirinya sendiri. Sekarang aku bukan cuma ngliatin, aku berbagi perasaan sama Mbak Iim soal final sebuah lomba. Rasanya kaya gini toh Mbak.”. Hahaha, ya gitu, Pi. Nerve-wrecking but shamelessly I keep coming back :)
Setelah melalui proses penjurian, Alhamdulillah kami memperoleh juara I. Kemenangan ini adalah instant mood booster buat saya di tengah-tengah pengerjaan skripsi. Terima kasih sudah dimudahkan jalannya meraih hasil yang luar biasa ini ya Allah. Kami berdua tahu, bukan karena lidah yang fasih menyampaikan presentasi dan jawaban di depan juri yang membawa kami berada di posisi ini tetapi karena Engkau menakdirkan anugerah ini untuk kami.
Our appreciation to these people. Thankful is an understatement :)
Lastly, tetap semangat teman-teman. Seperti bunyi Hostlee Manifesto, “Do what you love and do it often”. Jangan lupa juga untuk bekerja bersama orang dengan gelombang passion yang sama agar jalan menuju mimpi menjadi lebih terang. Pilih orang yang tepat untuk bergandengan meraih apa yang dicita-citakan. For me, writing is what I love and Upi is one of the people I shared my passion with. What about you?
----
you can also check Upi's version about this experience out at dianpalupi.com


1 Comments:

Videos

Jakarta, Indonesia

SEND ME A MESSAGE