-->

Hello, this is me!

Nur Imroatun Sholihat

Your friend in learning IT audit Digital transformation advocate a-pat-on-your-shoulder storyteller

7 Jun 2017

BE WELL

  • June 07, 2017
  • by Nur Imroatun Sholihat
source: culture24.org,uk
Senyummu yang melengkung di layar menjawab sesuatu yang kerap kali menjadi tanda tanyaku. Lengkungnya menyerupai lengkung bulan di jendela kamarku. Matamu yang tenggelam kala tersenyum bak matahari yang tenggelam di langit senja. Sinarmu yang teduh memayungiku setiap hari tanpa aku tahu bahwa suatu saat sinar bisa saja meredup dan payung bisa usang.

Suatu ketika, kau hadir tanpa senyum maupun sinar itu. Kau mengisyaratkan bahwa kau tengah kehujanan dan kedinginan disekap langit yang gelap. Aku tak terlihat tatkala kau membutuhkan seseorang untuk menjemput lalu menemanimu berjalan keluar melalui jalan berbadai. Padahal hanya kepadaku kau bercerita rute menuju tempat itu dan aku tahu kau menunggu. Aku terlalu sering menyesapi setiap kebaikanmu tanpa sebaliknya menawarkan sesuatu. Aku terlalu sibuk berlarian ke arah yang kuinginkan ketimbang memperhatikan ke arahmu yang saat itu lebih papa. Kemudian aku melihatmu melewati masa terburuk itu dan menyadari bahwa kau adalah yang terbaik. Tetapi setelah masa itu, kau tak lagi mengarahkan sinarmu ke arahku. Kau memutuskan menutup payungmu. Aku kemudian tersentak oleh kenyataan bahwa aku yang tidak menemani masa tersulitmu, tak berhak atas apapun. Aku yang selalu bersikap seolah kebaikanmu adalah cuma-cuma tak akan mampu mempertahankanmu begitu saja.

Aku masih akan memutar ulang ingatan senyum khasmu dalam pikiranku kala aku merasa tak berdaya menegakkan badan. Aku akan selalu merasa bersalah membiarkanmu tak berkawan terseok-seok dihantam kesulitan. Aku tetap berharap mampu kembali ke masa itu dan berlari sekuat tenaga menjemputmu. Aku semestinya menjadi seseorang yang membuatmu mendongakkan kepala ketika tertunduk. Tersisa aku yang merasa payah tak mampu mendengar jawaban atas kekhawatiranku. Tak ada yang benar-benar bisa aku lakukan selain menatap layar kosong, berpura-pura tak peduli sementara hati terus berkomat-kamit “semoga kau selalu baik-baik saja”. Aku berharap kau sedang tersenyum sebab ketiadaaan senyummu adalah luka untukku. Seperti yang selalu kau katakan kepadaku melalui pesan singkatmu dulu: “Please, be well.”.  Ingin juga kuutarakan kepadamu kata-kata yang dahulu tak luput kau ucapkan untukku, "Jaga dirimu baik-baik".

Aku rindu mengetahui bahwa kau selalu menginginkan aku baik-baik saja. Aku kehilangan kesempatan untuk memastikan bahwa kau baik-baik saja. Dan karena itu, aku tidak baik-baik saja.
------
(Inspired by Sechskies's “Be Well”)


0 Comments:

Post a Comment

Videos

Jakarta, Indonesia

SEND ME A MESSAGE