-->

Hello, this is me!

Nur Imroatun Sholihat

Your friend in learning IT audit Digital transformation advocate a-pat-on-your-shoulder storyteller

14 Jun 2017

(UN)HAPPY ENDING

  • June 14, 2017
  • by Nur Imroatun Sholihat
source: barefootmeds.wordpress.com
Happy ending (n.)an ending of the plot of a work of fiction in which almost everything turns out for the best for the protagonist, their sidekicks, and almost everyone except the villains. (Wikipedia)

Beberapa waktu yang lalu Anggi menantang saya untuk menulis dengan tema (Un)Happy Ending. She said, “not every story has a happy ending, right?”. Entah mengapa saya harus berpikir keras untuk menjawab pertanyaan tersebut. Semua orang pasti ingin akhir yang bahagia tetapi tentu tidak semua mendapatkannya. Ada bagian dari pikiran saya yang seolah menolak mengiyakan. Sebagian lain dari otak saya merasa terpukul seolah baru saja diberi tahu sesuatu yang melawan gambaran ideal dan saya belum mengetahui sebelumnya. The fact is, everyone already knows it but still expecting only a happy ending.

Akhir yang bahagia selalu menghiasi dongeng-dongeng yang kita dengar saat kecil. “And they lived happily ever after.” adalah penutup standar setiap dongeng yang mulanya dipenuhi konflik dan kesengsaraan. Pemeran utama berada di puncak kenestapaan sebelum akhirnya menemukan kebahagiaan di penghujung ceritanya. Many people argued that, mungkin hanya di negeri dongeng semua kisah berakhir bahagia.

Tetapi jika saya harus menanggapi tantangan Anggi di atas mungkin inilah yang dapat saya katakan:

Umar Bin Khattab pernah berkata “Aku tidak peduli atas keadaan susah dan senangku karena aku tidak tahu manakah di antara keduanya itu yang lebih baik bagiku.”. Ijinkan saya memparalelkan makna kebahagiaan dan kebaikan. Bagi saya kebaikan adalah kebahagiaan meski berwujud penderitaan. Sebaliknya, keburukan adalah kesedihan sekalipun berwujud anugerah. Apa-apa yang membawa kebaikan bagi diri saya versi Allah adalah kebahagiaan. Segala sesuatu yang membuat saya berjarak dari kebaikan adalah kesedihan. Mungkin pendapat tersebut terdengar utopis. Pandangan ini pun belum sepenuhnya merasuk di setiap butir darah saya. Tetapi sungguh saya disadarkan oleh banyaknya momen di mana saya merasa dikecewakan dan ternyata Allah tidak sungguh-sungguh mengecewakan saya. Karenanya, saya mencoba untuk terus percaya.

Saya ingin merayakan setiap takdir Allah setelah berkali-kali mengeluhkannya. Saya ingin kembali mencoba setelah berkali-kali tersungkur dan putus asa. Saya ingin datang kepada-Nya dengan hati yang meyakini tanpa meragukan arah yang diberikan kepada saya. Saya berusaha ber-husnudzan billah bahwa Allah selalu merencanakan kebahagiaan untuk saya.

Saya adalah segelintir orang yang masih percaya bahwa pada akhirnya kisah hidup saya akan berujung bahagia. Saya tidak tahu bagaimana nanti kebenaran anggapan saya ini. Namun, saya mempercayainya.

Anggi, aku percaya pada akhir kisah yang bahagia. Semoga Allah menyenangi kebaikan-kebaikan untuk kita. Dengan demikian, Allah menghendaki kebahagiaan untuk kita. That's enough to be regarded as the best "happy ending". Itu saja cukup untuk disebut sebagai happy ending yang jauh lebih bahagia dari semua dongeng yang pernah kita dengar.


0 Comments:

Post a Comment

Videos

Jakarta, Indonesia

SEND ME A MESSAGE