-->

Hello, this is me!

Nur Imroatun Sholihat

Your friend in learning IT audit Digital transformation advocate a-pat-on-your-shoulder storyteller

10 Sept 2017

10 SEPTEMBER 2017

  • September 10, 2017
  • by Nur Imroatun Sholihat
source: pinterest.com
(The content of this post is taken from my personal diary. I just finished writing it and somehow managed to post it here.)

Di salah satu hari di Bulan September saya dilahirkan. Di hari itu di setiap tahunnya, saya membiasakan diri untuk menulis surat untuk september yang akan datang, membaca surat yang saya tulis di september tahun lalu, serta berkontempelasi mengenai hidup saya setahun terakhir. Tahun ini, karena kesibukan mempersiapkan ujian komprehensif, saya baru melakukan ketiga hal tersebut hari ini. Saya akan memulainya dengan membahas isi surat dari diri saya setahun yang lalu.

1. Target untuk lulus
Alhamdulillah target ini terwujud di bulan ini.
2. “Have you married someone yet?”
Haven’t yet. Seems like this particular question will be a cliché question in my annual letter. Lol.
3. Kehidupan setelah kembali ke kantor
Saya belum kembali bekerja so I could say nothing about it. But surely I’ll come back to the office soon. InsyaAllah.
4. Target-target
I’m working on it. Constantly and persistently.

Hasil penerungan saya malam ini bermuara pada tiga hal: keikhlasan, kesabaran, dan kesyukuran.

Ada satu kejadian di tahun ini yang tanpa saya sadari menurunkan derajat kepercayaan saya bahwa takdir bekerja dengan baik. I realised I was wrong to think that if fate doesn’t work my way automatically means it treats me badly. Saya menyadari sepenuhnya betapa rendah keimanan saya hingga berpikir demikian. Iman bukan hanya tentang meyakini Allah, malaikat-malaikat, rosul-rosul, kitab-kitab Allah, dan hari kiamat tetapi juga tentang sepenuhnya mempercayai qada dan qadar. Saya ingin memperbaiki sikap saya yang pesimis mengenai takdir. Saya ingin belajar untuk lebih ikhlas dan sabar menghadapi ujian-ujian hidup. Maa qodarullah khoir (segala ketetapan Allah itu baik). Saya akan berusaha untuk berprasangka baik kepada Allah walau dalam keadaan tersulit. Saya tidak ingin lagi bersikap khawatir seolah-olah dunia akan mengkhianati saya terus-menerus. Saya tidak ingin lagi beranggapan Allah mengabaikan saya dan doa-doa saya. Saya akan berusaha untuk ridho pada setiap ketetapan-Nya sekaligus tetap berpikiran positif kepada-Nya. Sebab Allah tahu apa-apa yang baik bagi saya. Allah tahu sementara saya tidak tahu.

Saya juga ingin belajar untuk memaafkan semua hal yang menyakiti hati saya, orang-orang yang (dengan sadar ataupun tidak) melukai hati saya, serta memaafkan diri sendiri. Hati saya sarat oleh banyaknya hal yang tidak saya ikhlaskan dan saya ingin berhenti di sini saja. Saya ingin mengikhlaskan dan menerima semua hal yang tidak menyenangkan sebagai bagian dari masa lalu. Saya tidak ingin membawanya lagi di masa sekarang dan masa depan. Saya ingin memaafkan kelemahan, ketidakmampuan, kegagalan, kekurangan yang ada pada diri saya. Saya ingin melihat diri saya dengan segala kekurangan sebagai seseorang yang pantas dicintai setidaknya oleh diri saya sendiri.

Akhir-akhir ini juga saya sering merasa tidak mampu menanggung ujian yang kerap kali meluluhlantahkan kepercayaan diri saya. Saya lupa bahwa ujian adalah pertanda Allah ingin meningkatkan derajat saya. Allah tentu menguji saya karena saya mampu—saya tidak pernah kurang dari mampu menghadapi apa-apa yang tertakdir. Terima kasih ya Allah atas segala yang telah Engkau berikan kepada hamba. Tidak pantas bagi seorang hamba untuk mengeluh mengingat melimpahnya nikmat yang Engkau berikan. Maka Tuhanku, jauhkan hamba dari kelalaian terhadap nikmat-Mu. Tanamkan di hati hamba bahwa ujian adalah sesuatu yang seharusnya juga disyukuri. Jadikan saya seorang hamba yang ketika diuji dengan kesulitan maupun nikmat, selalu mengingat-Mu dan bersyukur.

Mulai hari ini, saya ingin hidup dengan keikhlasan, kesabaran, dan kesyukuran. Saya ingin Allah yang lebih dekat dari urat nadi di leher tersenyum melihat ketenangan hati saya menghadapi ujian-ujian. Bahkan ketika saya merasa setiap orang hidup di dalam dongeng dan saya di dalam tragedi, saya ingin menjadi yang paling mencintai Allah. Sebab kebahagiaan saya mungkin saja adalah sesuatu yang tidak saya ketahui atau sesuatu yang tengah Allah rencanakan untuk diberikan kepada saya sebentar lagi. Karena Allah tahu dan saya tidak tahu. Semoga saya senantiasa ikhlas dan sabar menghadapi kehidupan serta tidak lupa untuk mensyukurinya. 

Saya sayang Allah. Sungguh-sungguh cinta. Setiap hari saya belajar untuk semakin cinta.



0 Comments:

Post a Comment

Videos

Jakarta, Indonesia

SEND ME A MESSAGE