THE JOURNEY OF MY UNDERGRADUATE THESIS (PART 1)
- September 07, 2017
- by Nur Imroatun Sholihat
Alhamdulillah. Finally I finished my study safely
(lol). The tough journey to obtain the “Bachelor of Economics” title has
finally come to an end. So, I’ll share you the story behind my undergraduate
thesis and what I learnt from it. I write this with no intention to show off my
thesis or something similar to that. I just want to share the emotions,
feelings, and encouragement for everyone who is writing a thesis or will write
a thesis someday.
source: pixmix.it |
1.
Membuat proposal pengajuan dosen pembimbing
Kabar
ini datang tiba-tiba di siang bolong bak dementor yang menyerap seluruh
kebahagiaan teman sekelas saya. Kami harus menyusun proposal pengajuan dosbing
dalam waktu kurang dari seminggu. Saya yang tadinya belum kepikiran judul
skripsi tiba-tiba ketimpringan, kelimpungan, galau, kejang-kejang mikirin
mau nulis apa.
source: pinimg.com |
Oh
ya, gara-gara bergaul sama temen-temen yang fasih berbahasa Inggris, saya
keseret ikut nulis proposal dalam bahasa Inggris. Artinya saya harus nulis
skripsi dalam bahasa Inggris juga. Jadi ceritanya, Aldo ngajakin saya dan Angky
nulis skripsi in english. Saya menolak sedari awal karena saya nggak yakin. Duh
Bahasa Inggris saya belum cukup kayanya buat academic writing.
Meskipun Aldo berkali-kali mencoba meyakinkan, tetep aja saya ngrasa nggak siap
lahir dan batin bikin karya tebal dengan bahasa selain bahasa Indonesia atau
Bahasa Jawa. Hihi. Keragu-raguan saya mendadak hilang waktu Aldo menawarkan
bantuan: Kalau lo nggak yakin, gue koreksiin deh Bahasa Inggrisnya. Masih nggak
yakin?
What
I learnt:
- Being
prepared doesn’t hurt you at all. Apa salahnya mempersiapkan terlebih
dahulu daripada ujung-ujungnya galau nggak mau makan nggak mau tidur
mikirin judul. Menjadi lebih siap nggak akan ngasih kerugian apa-apa kok.
- As
my close friend, Resa, said: “duh galau kok ra rampung-rampung”
(duh galau kok nggak selesai-selesai). Percayalah setiap orang sebenarnya
punya kegalauan masing-masing. Jangan sedih dan mudah putus asa atuh.
Banyak masalah,
galauin ajadihadapin satu-satu aja. Ntar juga selesai kok. - Pantes
banget kan Islam menyuruh kita bergaul dengan orang-orang baik agar
tertular baik. Lah ini temen saya nulis skripsi in english saya ketularan
juga. Padahal sebenarnya Bahasa Inggris saya bisa dibilang masih lalalala.
Saya nggak habis-habis berterima kasih karena Aldo udah maksa saya nulis
skripsi in english. Sekarang tiap liat skripsi saya terharu sendiri inget
perjuangan saya biar bahasa Inggris saya di skripsi nggak jelek-jelek amat.
Hahaha.
2.
Penentuan dosen pembimbing
Nah
akhirnya kami dapat dosen pembimbing. Saya dapet dosen yang--berdasar
kasak-kusuk gosip tetangga, sensi sama cewek. Tadinya saya nggak mau kemakan
gosip tapi setelah 3 kali bimbingan dan saya selalu pulang dengan derai air
mata, saya jadi berpikir ulang haruskah saya melanjutkan hubungan saya dengan
dosen ini. Semua teman baik saya menyarankan saya untuk ganti dosen pembimbing.
Saya masih keukeuh pengen bertahan karena takut dikira gampang nyerah. Eh suatu
hari Beliau bilang ke saya “Apa sih prestige-nya pake Bahasa Inggris?”. Di situ
saya bener-bener goyah dan berpikir ulang untuk meneruskan bimbingan ke Beliau.
Sensi sih sensi aja tapi nggak perlu lah menyerang mimpi orang lain. Akhirnya
saya memutuskan menemui dosen pembimbing 2 saya dan meminta pertimbangan.
Beliau
berkata: Im, I don’t think you can deal with it anymore. Don’t you think
your emotion would only get worse by time? Thesis needs a lot of effort. And
with a negative emotion, you wouldn’t able to write it properly. Just how many
things you will sacrifice to be with this supervisor? You dropped your favorite
topic just to suit her preference. And now you want to give in writing in
english? Just how many dreams you’ve thrown away only to fit in? Thesis is
about satisfying yourself, not about pleasing other people even the
supervisors.
Momen
itu menjadi tamparan keras proses pengerjaan skripsi saya. Skripsi adalah
tentang memuaskan diri sendiri, bukan untuk menyenangkan siapapun termasuk
dosen pembimbing. Saya tak boleh membuang mimpi-mimpi saya hanya supaya bisa
diterima dosen pembimbing. Di sanalah saya memutuskan untuk mengajukan
penggantian dosen pembimbing.
What
I learnt: SO MUCH! I became bolder after that emotionally draining moment.
- To meet
the right people is a blessing. Saya berterima kasih sekali kepada Bu Dewi
Sukmasari yang sudah menyadarkan saya bahwa skripsi adalah tentang
membahagiakan diri sendiri. Skripsi adalah perjalanan panjang dan saya
harus menikmati prosesnya. Saya diperbolehkan menulis topik yang saya suka
dengan bahasa yang saya inginkan karena Bu Dewi sadar pentingnya menjadi
jujur pada diri sendiri di setiap karya yang kita hasilkan.
- Don’t
stuck in an unhealthy relationship. Intinya kalau kita masih punya
pilihan, berpindahlah dari hubungan yang nggak sehat untuk mental kita.
Bukan bermaksud untuk bilang dosbing saya sebelumnya nggak baik ya. She’s
a respectable and reputable woman. Saya tadinya mau bertahan juga karena
reputasi Beliau. Saya pikir ketidakcocokan di antara kami cuma karena kami
berbeda prinsip yang tidak bisa kami tolerir lagi. We were having
different way of life and we agreed to disagree. It was nice to know her
anyway.
- This is
your life. Don’t give up on your dreams easily. Siapa yang akan
mewujudkan mimpi-mimpi kita kalau bukan diri kita sendiri? Ini adalah
hidupmu. Kamu punya hak untuk merealisasikan apa-apa yang kamu inginkan.
Jangan takut untuk menjadi diri sendiri dan menyatakan mimpi-mimpi.
3.
Bimbingan (lagi)
Setelah
penggantian dosbing, Alhamdulillah saya dapet dosen yang diam-diam saya
harapkan sedari awal, Pak Yuliansyah. Beliau adalah peneliti kualitatif yang
berbakat, karyanya di jurnal internasional sudah banyak, penulis buku-buku
bestseller, Ph.D pula. (Sssssst, sedari dulu saya pengen banget skripsi saya
ditandatangani Ph.D). Saya pengen banget riset kualitatif tentang audit tata
kelola teknologi informasi (IT governance audit) dan Beliau ini semacem jawaban
doa saya. Dari Beliau, saya banyak belajar tentang riset kualitatif dan
pelajaran hidup.
Lalu,
apakah jalan saya bersama dua pembimbing saya (Pak Yuliansyah dan Bu Dewi)
berjalan lancar? Bagaimana ceritanya saya kemudian jatuh hati pada Merriam-Webster
dictionary and google translate? ^_^ Please wait for the second part.
0 Comments:
Post a Comment