-->

Hello, this is me!

Nur Imroatun Sholihat

Your friend in learning IT audit Digital transformation advocate a-pat-on-your-shoulder storyteller

24 Dec 2017

MEMAAFKAN

  • December 24, 2017
  • by Nur Imroatun Sholihat
source: lovequotesmessages.com
Hari ini saya belajar tentang memaafkan. Memaafkan yang tidak menuntut permasalahan yang melatarbelakangi terselesaikan terlebih dulu. Memaafkan yang tidak menunggu pihak lain ngeh kalau ada yang salah untuk kemudian meminta maaf. Memaafkan kali ini murni karena dibukakan hati oleh Allah untuk memaafkan. Hari ini hati saya diringankan untuk memaklumi hal-hal yang awalnya mengganggu pikiran saya. Kok bisa ya saya berubah dari nggrundel ke menerima dengan ikhlas secepat ini, gumam saya dalam hati.


Beberapa hari yang lalu ceritanya saya kesal pada 3 orang teman. Saya berjuang banyak untuk mereka sementara mereka seolah hanya setengah peduli pada saya. Mereka terlalu sibuk mengurusi diri masing-masing di saat saya sekuat tenaga ada untuk mereka. Saya mencoba mengerti kesibukan mereka, saya tidak meminta banyak dari mereka, dan saya masih saja kecewa melihat rendahnya usaha mereka untuk menjaga ikatan seolah hanya saya yang membutuhkan pertemanan ini. It's really frustrating to see them act that way when truthfully, I can also live well without them. Kejadian ini sebenarnya sudah berlangsung cukup lama tetapi saya masih mencoba bertahan. Tumpukan kekecewaan saya memuncak beberapa hari yang lalu hingga saya memutuskan untuk mendiamkan mereka. Iya saya segitu jengkelnya. Bukti kemarahan masih tergores jelas di diary saya:

Beberapa hari ini saya sedang berpikir dalam apakah saya harus melanjutkan lingkaran persahabatan dengan beberapa orang ini. Should I remain in the circle or should I walk away? Or how if actually I just need a break from them? Ketika berhari-hari saya sengaja tak muncul dan mereka masih tetap sibuk dengan diri mereka tanpa sedikit pun mengkhawatirkan "hilangnya" saya, apakah pertemanan semacam ini perlu diteruskan? Saya selalu berusaha menggenggam erat pertemanan yang terjalin antara saya dan orang lain tetapi kali ini, saya kehilangan hasrat menggenggam lebih lama lagi. Anehnya, saya tak merasa gundah atau sedih. Lagu Urban Zakapa yang berjudul “I Don’t Love You” rasanya begitu tepat mewakili perasaan saya terhadap orang-orang ini. Seolah saya sudah tidak cinta lagi pada mereka. Begitu saja. Kedengerannya kejam sih tapi kalau udah segitu kecewanya, ya gimana lagi.

Pernahkah kalian tiba pada masa di mana kalian merasa harus pergi? Like the moment of “yeah it’s the perfect time to go” is right in front of your eyes. Saya merasakannya saat ini. Saya tiba pada titik di mana perasaan saya menjadi hambar saja seolah tidak pernah mengenal. It took me forever to realize that I didn’t like the way I’m being 100% for them and they’re half way there. Saya benar-benar menyadari saya tidak bisa lagi menoleransi ketidakpedulian mereka dan mungkin saya hanya menjadi beban bagi mereka. Saya tidak ingin ikut campur lagi dalam kehidupan mereka seperti mereka tidak perlu terrepotkan untuk memikirkan saya. If it’s better for both parties, I’ll choose to walk away. I’ll back off so we can live better. 

Jelas bukan kalau saya tidak tidak mau lagi meneruskan hubungan saya dengan mereka? Lalu tiba-tiba sore ini saya tidak sengaja menonton video Ustad Hanan Attaki yang judulnya memaafkan. Saya jadi teringat nasihat Bapak: “Sekecewa apapun, semarah-marahnya kamu, Im, selesaikan dalam 3 hari. Seorang muslim dilarang mendiamkan muslim lain lebih dari 3 hari”. Lalu saya berpikir “Kalau Allah saja mau memaafkan dosa saya yang terlampau banyak itu, siapa saya untuk tidak mau memaafkan orang lain?”. Saya merenung bahwa saya manusia biasa yang kalau membuat kesalahan juga ingin dimaafkan. Selanjutnya saya terpukul oleh kenyatan bahwa bisa jadi saya mendiamkan orang-orang yang lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada saya. Everything just fall into place. Akhirnya hati saya dilapangkan untuk menyapa teman-teman saya itu seolah tidak ada masalah apa-apa. Dan sungguh hati saya ikhlas memaklumi hal-hal yang awalnya membuat saya begitu jengkel. Hati saya disembuhkan hingga tidak lagi berbekas rasa sakit hati yang kemarin-kemarin mendera. Saya ikhlas kalaupun mereka masih akan bersikap seperti sebelumnya. Saya juga ikhlas untuk kembali menjadi seseorang yang berjuang sungguh-sungguh untuk kebaikan mereka.

Karena seperti yang sahabat saya, Susita, pernah katakan: “Aku membantu orang lain tidak berharap orang itu membalasnya, Mbak. Yang penting saat aku butuh bantuan, pertolongan datang entah dari arah mana sebagai balasan dari Allah yang ridho kepadaku sebab telah membantu hamba-hamba-Nya.”

Hari ini saya belajar untuk memaafkan. Bahkan ketika saya merasa telah sering memaafkan, dalam hal ini, ternyata saya seperti seorang bayi yang baru belajar merangkak. Saya ingin bisa memaafkan tanpa perlu mendiamkan atau jengkel terlebih dahulu. Saya ingin bisa memaafkan tanpa merasa perlu orang lain meminta maaf dan memperbaiki sikapnya. Saya ingin belajar otomatis memaafkan tanpa menunggu apapun. Lapangkanlah hati saya ya Allah. Sebab di dalam diri manusia terbaik, Nabi Muhammad SAW, Engkau menjadikan pemaaf sebagai salah satu sifatnya. Maka jadikan hamba yang penuh kesalahan ini bisa memaafkan seikhlas-ikhlasnya kesalahan orang lain. Maka jadikanlah hamba seorang pemaaf yang di dalam hatinya tidak ada hasrat untuk tidak memaafkan. Aamiin.

2 Comments:

Videos

Jakarta, Indonesia

SEND ME A MESSAGE