PUNGGUNG
- February 21, 2018
- by Nur Imroatun Sholihat
So tell me, am I supposed to wait
or give up?
source: morethanablogger.com |
Aku tidak pernah tahu seberapa signifikan makna sebuah tindakan
kecil bernama mengusap punggung, sampai hari ini tiba. Kini, aku ingin
seseorang menyeka punggungku dan berkata: “Semua akan baik-baik saja. Tenang.
Aku ada di sini.”. Aku acap kali menabrakkan diri kepada realita dengan
pengharapan selalu berjaya tetapi tentu saja sering aku yang justru
patah—seperti saat ini. Tiba kala aku menyadari bahwa terkadang manusia sanggup
memikul yang besar tetapi untuk itu, kita membutuhkan dukungan kecil. Aku
terlalu sering mengabaikan kenyataan bahwa sedikit dorongan dari seseorang
sungguh aku perlukan untuk menggenapi keberanian yang susah payah kukumpulkan. Aku
ternyata tidak selalu sanggup menegakkan badanku. Aku bahkan tidak sekuat itu
untuk tidak menginginkan seseorang mengelus punggung dan menghiburku.
Ketika aku memikirkan kalimat itu, nama pertama yang berlarian di
pikiranku adalah namamu. Setiap kali kuhapus nama itu, deretan huruf itu
kembali muncul seolah tanganku menghapus sekaligus menuliskanmu. Bahkan
ketika aku lelah dan berteriak menyerah, namamu menetap seolah berada di
rumah. Namamu selalu refleks teringat ketika aku ingin mengabarkan sesuatu
seremeh apa pun itu. Nama tersebut kerap membuatku terayun-ayun dalam pertanyaan
haruskah aku menunggu atau menyerah, yang tak kunjung terjawab—atau mungkin
memang tidak memiliki jawaban. Wahai sang pemilik nama, aku ingin mendengar suaramu
berbicara di dekatmu sembari mengusap punggungku. Atau katakan saja jika namamu hanya fatamorgana yang menahanku dari memaksakan diri untuk tak gentar
meski tak berkawan--agar aku berlapang hati menyerah.
Aku yang belum mengenali nama dan wajahmu hanya mampu berangan-angan
telapak tanganmu tengah bergerak menelusuri punggungku perlahan dalam diam. Aku
yang belum mengetahui apa pun tentangmu hanya bisa membayangkan jari-jarimu
menepuk lirih punggungku sembari menatapku tenang. Aku yang selalu beranggapan
kedua tanganku cukup untuk menyingkirkan satu per satu kesulitan hanya kuasa bermimpi kedua tanganmu menegakkan punggungku dengan hangat. Aku yang akhirnya
dipukul oleh realita bahwa bebanku sering kali terlalu berat hanya sanggup berdoa sepasang
tanganmu akan menyadarkanku bahwa aku tidak sendirian.
Mungkin saat ini, imajinasi semacam ini aku butuhkan untuk
meredam lara. Kini, aku akan berusaha semampuku untuk mengusap punggungku
meskipun tak mampu menjangkaunya. Sebab aku akhirnya menyadari seberapa
signifikan makna sebuah tindakan kecil bernama mengusap punggung. Sebab aku
pada akhirnya menyadari mungkin aku perlu membenturkan diri pada realita sekali
lagi atau mungkin berkali-kali lagi sebelum kau dapat kutemui. Sekalipun aku
akan kembali patah, aku tak memiliki pilihan selain itu.
Kecuali aku menyerah saja dan menerima kenyataan untuk patah berkali-kali sendirian.
Kecuali aku menyerah saja dan menerima kenyataan untuk patah berkali-kali sendirian.
0 Comments:
Post a Comment