-->

Hello, this is me!

Nur Imroatun Sholihat

Your friend in learning IT audit Digital transformation advocate a-pat-on-your-shoulder storyteller

26 Jun 2018

THE QUESTIONS TO JAKARTA

  • June 26, 2018
  • by Nur Imroatun Sholihat

PART 1: CROSSED YOUR PATH
source: pixabay.com
Ga, msh di kosan? Ke kosanku bentar sih ambilin buku etika komunikasi di meja. Bilang aja sama bu kos buat bukain kamarku :)

Pasrah spt biasa kl disuruh. Bntr ya Dar. Haha

Ditunggu di kantin fisip ya. Thx Ga. 

Pesan yang diterimanya setengah jam lalu membawanya di hadapan Dara, perempuan yang kini tersenyum girang. Arga menarik napas panjang seolah perjalanan dari kosan ke kampus dengan diburu-buru sangat melelahkan baginya. Dia menyeka peluh di dahi bersama irama napas yang tidak beraturan.

“Harus berapa kali coba aku ceramah gini. Untung kosan kita deket dan Ibu kosmu kenal aku jadi aku bisa minta izin ambilin buku ini. Lain kali dicek dulu sih sebelum berangkat ada barang yang ketinggal nggak.” Di antara napas yang tersengal-sengal Arga berujar

“Kamu emang best friend-ku deh, Ga.” Dara mengambil buku yang disodorkan pria yang setahun lalu bersamanya berangkat merantau ke Jakarta sebab diterima di fakultas dan kampus yang sama itu.

“Paling jadi best friend karena setahun ini kita bisa saling nyuruh kan?” Arga meledek. “Sekarang aja bilang best friend. Inget nggak pas SMA kamu kenal aku aja nggak padahal kelas kita sebelahan?” Arga tersenyum mengingat kembali ketika Dara menyapanya untuk pertama kali berkata bahwa mereka di terima di fakultas yang sama setelah hampir 3 tahun bersekolah di tempat yang sama. Dara yang jarang sekali pergi ke perpustakaan, di waktu istirahat itu, menghampirinya dengan langkah perlahan seolah takut mengganggu konsentrasinya membaca buku.

“Kenal, Ga. Kenal. Cuma kamu baca buku muluk sih jadi kan aku ngrasa nggak pantas berteman sama kamu.” Gantian Dara meledek. Gelak tawa keduanya pecah.

Arga beranjak membeli air mineral kemudian kembali ke meja tempat Dara berada. Diminumnya air itu hingga hampir habis thanks to Dara yang berkata sejam lagi dia akan masuk kelas. Arga jarang sekali berlari kalau tidak benar-benar terdesak. Oleh karenanya, lari singkat yang baru saja dilakukan membuatnya seperti baru saja menyelesaikan lari 5 kilometer.

“Anyway, kenapa sih perempuan suka banget melabeli orang pake ‘best friend’, ‘teman dekat’, ‘tipe ideal’, 'crush'? Harus banget ya orang-orang di sekeliling kita itu dikotak-kotakin?” Tiba-tiba saja Arga ingin mempertanyakan kebiasaan yang menurutnya tidak wajar di kalangan lelaki itu.

“Hahaha.” Dara tertawa seolah pernyataan Arga barusan terdengar lucu. “You guys just don’t know.”

“Stop laughing, you!” Arga mendorong dagu Dara agar mulut perempuan yang mengaku sahabat terbaiknya itu terkatup. Kini gantian Arga yang tertawa karena Dara kesulitan tertawa. “Seneng banget ngetawain orang yang pagi-pagi udah diburu-buru.”

“Pokoknya kamu best friend-ku dan bukan karena kita berdua bisa saling merepotkan tanpa mikir lagi yang direpotin bakal protes nggak.” Dara mengklarifikasi. “Makasih, Arga. Aku masuk kelas dulu.” Ujarnya sembari berlalu meninggalkan kantin. 

“Ga...” Dara yang sudah berjalan agak jauh menoleh ke belakang kemudian memanggil lirih Arga. Dia menggerakkan matanya ke arah lapangan FISIP di mana sosok yang sejak orientasi fakultas telah menjadi lelaki yang paling sering dibicarakan olehnya dan beberapa perempuan lainnya. Arga menoleh ke arah yang diisyaratkan Dara. Pandangannya kembali ke arah Dara yang kini menjinjing senyum terbahagia. Arga tahu senyum seperti itu hanya bisa disebabkan oleh seseorang: Sakya Bima Raynar, kakak tingkat Dara di jurusan Ilmu Komunikasi.

“Semangat.” Arga berucap tanpa suara sembari mengepalkan kedua tangannya. Keduanya tersenyum bersamaan.

Arga tidak menghentikan senyumnya melihat langkah Dara yang seolah seringan awan ke ruang kuliahnya. Dihabiskannya air mineral di tangannya lalu dia berjalan menuju parkiran, memacu motornya membelah jalanan Jakarta untuk kembali ke kosan.

Ga, silakan lanjut ngerjain esainya. Nanti sekalian pulang tak beliin makan. Biasa kan?

Arga membuka pesan yang dikirim tak lain oleh Dara

Ya. Mksh, Dar. Nitip es kelapa jg dong. Haus bgt.

Haha. Aku bahkan udh mau beliin tanpa km suruh. Saking taunya kl buat km udara sepanas ini artinya es kelapa.

Sekaliin rapiin kamar dong, Dar. Masa best friend tp nggak pernah bantuin rapiin kamar.

Enak aja. Makanya jgn baca buku sama nulis trs. Kamar tuh diurus.

Ya udah bantuin cuci baju.

Argaaaaa, nglunjak deh. Nyesel blg km best friend. Haha. Udah ah Mas Bima udah masuk kelas nih.

Oh ini kelas yg Mas Bima asdosnya?

Tidak ada jawaban. Ah, so typical of you, Dara. Merhatiin serius banget kalau kelasnya Mas Bima. Arga melanjutkan mengetik di laptopnya tanpa mengecek hp-nya kembali. Jika sedang menulis, Arga memang menjauhkan diri dari ponsel maupun distraksi lainnya kecuali jika mendapat pesan dari orang-orang dengan notifikasi khusus, salah satunya Dara.

Arga, asli ya. Semua orang berani ngajak ngobrol Mas Bima walaupun keliatan modus. Tp aku nggak berani. 

Meninggalkan esai yang sedang dikerjakannya, Arga tertawa membaca pesan singkat Dara yang sepertinya baru saja keluar kelas.

Ya masa aku hrs ngajarin anak komunikasi berkomunikasi sih, Dar. Ayolah. Keburu Mas Bima lulus lho.

Km nih nyemangatin trs pdhl nggak tau probabilitas dia nggak suka sama aku hampir 100% L

Haha. Ya udah jgn kejar Mas Bima. Biarin Mas Bima yg ngejar km suatu saat nanti.

Yaaah siapa aku Ga buat dikejar Mas Bima.

“Permisi.” Suara yang sangat dikenal Dara membuyarkan perhatiannya dari layar ponselnya. “Kalau jalan jangan sambil main hp ya.” Sambung pria berpakaian batik itu kepada Dara yang masih dipenuhi keterkejutan dan kehilangan kata-kata.

“Ma--maaf, Mas Bima.” Ujar Dara terbata-bata

Yang memiliki nama tersebut berpaling ke arah Dara untuk tersenyum. “It’s okay.” Dia melanjutkan langkahnya dengan langkah cepat. Dara yang sudah kembali dari keterkejutannya mengetik pesan dengan tergesa-gesa.

Arga, I crossed his path.  

Whose path?

Mas Bima.

Finally.

Yet I looked silly in front of him.

Hahaha. You instantly lose your composed self every time he appears remains a funny fact for me.

Puas bgt ya menghina aku. Awas aja aku nggak mau dititipin es kelapa.

Hey, I’m your best friend you said. So this is how you treat your bestie? Haha. Anw, I’ll use this 'best friend’ card forever whenever you’re getting annoyed over me :P

I told you I regretted giving you best friend label

You can’t take that back though.

Dara yang sudah sampai di parkiran melihat kembali Bima yang sepertinya juga hendak pulang. Langkahnya mendadak terhenti seolah waktu memang dibekukan. Apa yang dilihatnya saat ini membuatnya ingin menarik semua cerita yang disampaikan kepada Arga barusan. Ah, jadi dia terburu-buru berjalan agar bisa bertemu seseorang ini. Senyum Mas Bima yang biasanya tenang dan percaya diri itu bisa sekejab berubah menjadi senyum lembut dan malu-malu di depan seseorang ini. Ah, seharusnya seperti Arga, aku fokus saja pada kuliahku. But hey Arga, I blame you for always supporting my feeling to Mas Bima!

Huaaaaa I feel like crying right now. Dara memacu motornya membelah jalanan Jakarta menuju kosannya bersama satu pertanyaan kepada kota yang selalu menerima banyak pertanyaan: Jakarta, mengapa jalananmu macet sekali? Aku ingin cepat sampai kosan dan tertidur cepat.
------
Cerita selanjutnya dapat dibaca di: The Questions to Jakarta (e-book)

0 Comments:

Post a Comment

Videos

Jakarta, Indonesia

SEND ME A MESSAGE