-->

Hello, this is me!

Nur Imroatun Sholihat

Your friend in learning IT audit Digital transformation advocate a-pat-on-your-shoulder storyteller

21 Sept 2018

HUJAN BULAN JUNI

  • September 21, 2018
  • by Nur Imroatun Sholihat
source: tenor.com
Aku berdoa agar diriku terhadap takdir-Mu, Tuhanku, seperti juni terhadap hujan.

Aku meminta padamu, Tuhanku, semoga perasaanku pada takdir-Mu laksana “Hujan Bulan Juni” milik Sapardi Djoko Damono. Sekalipun yang diminta tidak pernah menampakkan wujudnya, aku akan menggenggam segenap keluh kesah di sudut keheningan. Seandainya pun yang diharapkan tidak pernah datang, aku akan menyimpan seluruh kerinduan layaknya juni merahasiakan penantiannya pada hujan.

tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu

Setiap makluk, Tuhanku, berharap keindahan yang terpantul di kedua matanya ketika memandang sekeliling. Tiap-tiap manusia berharap jalan berbunga saja yang tergelar di hadapan mereka. Namun, Tuhanku, bahkan ketika jalan berlumpur dan berkerikil tajam yang kupijaki, aku akan menyembunyikan kerinduan pada jalan yang bertaburan kelopak bunga itu dalam diam--dalam air mata--dalam doa.

tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu

Kata kebijaksanaan, Tuhanku, terdengar seperti sesuatu yang hanya tergores di buku-buku dongeng. Bahwa tersenyum pada ketentuan-Mu yang menyiat dan menyayat, mengiris dan mendidis, menumbuk dan membubuk—adalah melankoli. Bahwa sesungguhnya aku pun terkadang ayal melangkah dalam alur skenario ini. Namun, kusapu tilas-tilas kebimbangan hingga tak berbekas sembari berburu rasa ikhlas yang kian langka kutemui.

tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu

Bahwa manusia selemah aku akan berusaha dengan sepenuh daya untuk menggandeng seluruh ketetapan itu. Bahwa suratan-Mu yang membuatku berdiri di tebing putus asa akan aku hayati hingga tidak terlalu menyakiti lagi. Bahwa hati ini, Tuhanku, akan merapal doa tiada henti di tepi sepi tetapi bergeming di tengah riuh rendah—agar permohonanku tak terbaca oleh kerumunan mata yang bertemu pandang.

Ketabahan, kebijaksanaan, dan kearifan, Tuhanku, adalah aliran yang menggerimis dari kedua mata. Tidak peduli seberapa pun indahnya sebuah ketabahan—ia mengusap pahit kala pertama kali dijajaki. Tidak peduli betapa agungnya kata kebijaksaaan—ia menabur perih tatkala diarungi. Tidak peduli betapa puitisnya sebuah kearifan—dia tetap menanti bersama hati yang berseok-seok memohon berganti kisah. Tetapi, Tuhanku, sebab kasih-Mu aku ingin berusaha meredam segala resah dan mengembangkan layar perahuku dengan mempercayai arah angin-Mu. Selalu.
------
(Ketiga bait puisi di atas adalah "Hujan Bulan Juni" karya Sapardi Djoko Damono)
Definisi: (Diambil dari KBBI)
Menyiat: sinomin dari menyayat
Mendidis: mengiris tipis-tipis
Membubuk: menumbuk lumat-lumat (sampai menjadi bubuk—red)
Ayal: bimbang, ragu-ragu
Tilas: bekas dr sesuatu pd masa lampau

1 Comments:

  1. Setelah berhari-hari baper sama TQTJ, sekarang malah nangis baca tulisan ini.. "bahwa hati ini akan merapal doa tiada henti di tepi sepi, agar permohonanku tak terbaca oleh kerumunan mata yang bertemu pandang".

    ReplyDelete

Videos

Jakarta, Indonesia

SEND ME A MESSAGE