-->

Hello, this is me!

Nur Imroatun Sholihat

Your friend in learning IT audit Digital transformation advocate a-pat-on-your-shoulder storyteller

2 Nov 2018

REPLY 1997

  • November 02, 2018
  • by Nur Imroatun Sholihat

“Some people believe they are born with an invisible red string tied around their little finger… The string is tied to a person they’re destined to be with. However, it’s hard finding out who is the person at the other end.
 The string is as tangled as the number of people tied together. As we untangle it, we get to see our fate. If the red string of fate really exists, where will mine end?” – Reply 1997

Saya baru saja selesai menonton Reply 1997. Butuh waktu 2 tahun sejak menonton seri Reply lainnya yaitu Reply 1988 sampai akhirnya saya tergerak untuk menonton Reply 1997. Jujur saja, saya sangat menyukai karya sang penulis skenario, Lee Woo Jung. Jika saya ditanya apa drama favorit saya, jawabannya tak lain Reply 1988. Tetapi karena cukup terpukul dengan ending ceritanya, saya memilih untuk mengambil jeda sebelum menonton Reply lainnya. Long story short, minggu lalu, tak sengaja saya menemukan video clip All For You (Seo In Guk ft Eunji) yang merupakan salah satu soundtrack Reply 1997. Tiba-tiba saya ingin menonton drama tersebut dan kembali mengatakan: Lee Woo Jung adalah penulis skenario yang ingin saya curi kemampuan menulisnya.


Sama seperti Reply 1988, Reply 1997 mengangkat cerita tentang seseorang yang menengok ke masa lalu untuk menceritakan kehidupan remajanya. Dia menceritakan ulang keluarganya, sahabatnya, tetangganya, dan juga seseorang yang menjadi suaminya sekarang dari sudut pandangnya dari masa ke masa. Entah bagaimana ceritanya, saya terjebak nostalgia setiap kali menonton Reply padahal tidak mengalami masa remaja di tahun 1997, terlebih di Korea Selatan. Saya seolah-olah ditarik mundur lorong waktu yang sangat panjang untuk ikut hidup di tahun tersebut. Just how good this story sampai membuat memori yang dimiliki tokoh di 1997 seakan memori saya sendiri. Reply is incredibly nostalgic even for people who don’t have a single memory about that specific era. Lee Woo Jung sendiri menghabiskan 2 tahun untuk menulis setiap skenario Reply termasuk di dalamnya riset demi akurasi penceritaan zaman. Itulah mengapa setiap detail yang disajikan berpadu menyajikan tahun 1997 secara utuh. Tak heran penonton akan terkurung di tahun yang diceritakan meski kenangan mereka akan tahun itu tidak ada di kepala.

One of the quotes in this drama which displayed Lee Woo Jung’s deep understanding about 1997 era is: “Some people believe they are born with an invisible red string tied around their little finger. The string is tied to a person they’re destined to be with.” (Beberapa orang percaya mereka terlahir dengan benang merah tak kasatmata yang melingkari jari kelingking mereka. Benang tersebut terikat dengan orang yang ditakdirkan untuknya). Sewaktu mencari soundtrack drama ini, saya bertemu dengan video klip “5月 - 종로에서 (1993年)” (entah gimana bacanya. Haha) yang dirilis tahun 1993. Video klip tersebut memuat adegan 2 orang yang terhubung melalui benang merah. Ternyata ungkapan “kita terhubung melalui sebuah benang merah yang tidak tampak dengan seseorang yang ditakdirkan untuk kita” itu adalah salah satu ungkapan yang populer di Korea di tahun 90an. Waaaah, niat banget riset penulisnya sampai hal sedetail ini diperhatiin.

The other reason why this drama lingered on my mind is that I am (and also everyone who had watched it is) so invested in the characters. Setiap karakter merenggut emosi kita secara mendalam bak menyatu dalam diri kita. Kita akan merasa jatuh bangun bersama sang tokoh menyusuri masa remaja hingga dewasa yang sarat lika-liku. Kita tertawa, kebingungan, menangis, tersenyum, jatuh cinta, dan patah hati bersama sang tokoh utama. Segitunya? IYA. SEGITUNYA.

Penjelasan di balik bagaimana kita bisa merasa sangat relate dengan cerita dan tokoh di dalamnya adalah plot yang sederhana dan bisa dialami dalam keseharian kita. Segala kejadian di dalamnya teramat lekat dengan kehidupan kita sendiri. Sering banget saya bilang dalam hati: “iya banget”, “huhu iyaaaa aku juga ngerasain ini”, “aaah aku juga ngalamin”. Tanpa disadari, kita pun merasa sangat dekat dengan tokoh ceritanya. Mengutip perkataan sahabat saya, Rizki Wulandari (a.k.a ketua tim marketing Reply cabang Indonesia. Lol): kekuatan Reply adalah kemampuannya membuat penonton relate kemudian attached. Where is the lie though.
who's the husband? (source: dramabeans.com)
Oh ya, ada satu lagi alasan saya merasa Reply menjadi tayangan yang istimewa. Penggunaan analogi yang menunjukkan kecerdasan penulis seperti analogi hari menyatakan perasaan sebagai "d-day" ala hari penyerangan sekutu ke Jerman dengan rencana yang sempurna dan "recoinnassance" sebagai kegiatan mengenali siapa lawannya untuk mendapatkan seseorang yang disukai itu mind-blowing banget. Selain itu, ketimbang menunjukkan secara gamblang perasaan setiap tokoh, penulis menggunakan gambaran tidak langsung yang pesannya sampai banget ke hati. Penggunaan metafora, kiasan-kiasan, ungkapan tidak langsung, dan segenap majas lainnya menunjukkan kejeniusan sang penulis mengolah adegan. Saat Yoon Jae (Seo In Guk) mengulurkan kupon “do anything for me” hadiah ulang tahun dari sang tokoh utama, Shi Won (Jung Eunji) sembari berkata “don’t make me date her”, seketika jantung saya rasanya kaya dipukul-pukul. Apa sih yang lebih dramatis dari meminta perempuan yang disukai untuk tidak menjodohkan dengan perempuan lain? Saat Tae Woong (Song Jong-ho) memberikan CD player kesayangannya untuk Shi Won dan sesaat kemudian menyadari bagaimana mungkin dia memberikan barang kesayangannya jika tidak memiliki perasaan tertentu pada perempuan di depannya itu, saya rasanya mau guling-guling di lantai. Huhu. OMG I’m screwed up that I’m trapped in the husband guessing game yet I love both male leads. Okay, bagi yang belum menonton, silahkan menebak siapa suaminya Shi Won ya! I won’t give you any spoilers. Go watch it by yourself, okay? *kabuuuur. (Saya bahkan tidak ingin sedikit pun menceritakan alurnya di sini karena ingin yang belum menonton menyaksikan sendiri setiap kepingan cerita di drama ini. Hihihi.)

(Side note: Cerita ini berlatar di Busan. Jadi bagi yang biasa mendengar aksen Seoul, akan sedikit sulit memahami apa yang para tokoh ucapkan karena mereka menggunakan dialek Busan. Meski demikian, akting mereka baguuus to the point aksen Busannya pun terdengar natural.)

Dan saya punya harapan khusus soal Lee Woo Jung, sang penulis skenario Reply. Bukan... Bukan agar Beliau memberi alternate ending bagi Reply 1988. Bukan supaya mengubah akhir cerita Reply 1988 agar tidak banyak yang kecele menebak suami sang tokoh utama. Tapi saya berharap Beliau masih hidup sampai saya tua nanti dan menulis Reply 2010 atau Reply berapa pun yang melalui Reply tersebut saya bisa melihat masa muda saya dan bernostalgia dengan kenangan-kenangan yang sangat saya pahami. Saya ingin melalui Reply tersebut saya bisa mengenang kehidupan yang saya menjadi bagian dari zaman itu—di mana saya menjadi salah satu pelaku di masa itu. Bayangkan kalau saya yang tidak hidup di Korea di tahun 1988 atau 1997 saja bisa merasa bahwa semua memori itu milik saya, bagaimana jika Beliau menulis tentang masa di mana saya menjadi bagiannya? Tentu saya akan sangat berbahagia jika hal tersebut terwujud.

Oh ya, drama ini dipungkasi episode berjudul “The Reason Why First Loves are Unfulfilled” dengan quote penutup yang sangat berkesan: “First love. The reason why we think first love is beautiful is not because people we first loved were actually handsome or pretty. It’s because we were unconditional, innocent, or a bit stupid at the time of first love. And because we know that we can never go back to that young, passionate time of our days.” Aaaaaahhhhh... saya langsung merasa hampa setelah drama ini selesai saya tonton. Seperti di Reply 1988, saya butuh waktu untuk move on dari Reply 1997. Bagi yang belum nonton, make sure kalian nonton ya. Salam Reply dari self-appointed wakilnya Rizki Wulandari, ketua tim marketing Reply cabang Indonesia :)

2 Comments:

  1. "saya rasanya mau guling-guling di lantai."
    RASANYA? RASANYA?
    Bukannya emang udah guling2 di lantai, ya?
    *saksi mata
    **melirik dengan tatapan hina

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aigoo Kiyong sajang... Panggawayo :)
      Terimalah salam dari wakilmu ini. Hihihi
      anyway, HAHAHAHA. Harus banget ya bilang kalau aku literally guling-guling di lantai. Ya gimana dong. Kamu harus tanggung jawab karena udah nularin virus Reply :P

      Delete

Videos

Jakarta, Indonesia

SEND ME A MESSAGE