-->

Hello, this is me!

Nur Imroatun Sholihat

Your friend in learning IT audit Digital transformation advocate a-pat-on-your-shoulder storyteller

16 Mar 2019

BIASA SAJA (2)

  • March 16, 2019
  • by Nur Imroatun Sholihat
source: thoughtcatalog.com


Dan hari-hari pun berjalan dengan lumrah bersama ketakjuban bagaimana bisa aku menerima apapun yang kau lakukan dengan biasa saja. Aku yakin kau menanggapi perjumpaan-perjumpaan tak sengaja kita sebagai hal yang biasa. Aku tahu engkau menanggapi cerita-cerita kecil di antara kita dengan biasa saja. Aku, lebih dari siapapun, mengetahui betapa biasanya segala sesuatu di tengah-tengah kita.

Kau mengatakan senang seperlunya saja saat tatapan mata kita bertemu. Senang yang secukupnya saja seperti berjumpa tatapan mata lainnya. Senang yang biasa saja seolah ini adalah tipe kesenangan yang mudah saja ditemui saban harinya. Kau berujar gembira tatkala mendengar kabar tentangku. Kegembiraan yang normal saja seperti kegembiraan selainnya. Gembira yang lazim saja seperti mendapati kabar manusia lain di muka bumi. Kau bercerita bahwa kau bahagia mengetahui detail yang luput diperhatikan orang lain dariku. Bahagia yang sama saja dengan kebahagiaan yang umum menggandeng tanganmu. Kebahagiaan yang kaprah saja dirasakan siapapun ketika mengetahui sesuatu yang tidak diketahui orang lain.

Aku senang ketika tatapan kita tidak sengaja bertemu. Senang yang berbunga-bunga tetapi kupetik satu persatu kelopaknya hingga kebun perasaanku hampa. Aku gembira ketika mendengar kabar tentangmu. Kegembiraan yang meluap-luap tetapi selalu kualirkan ke samudra persembunyian sehingga tak sempat meluap. Aku bahagia mengetahui detail yang luput diperhatikan orang lain darimu. Bahagia yang tidak sewajarnya tetapi kualihkan ke sudut gelap yang terkunci rapat.

Bahwa berada di sini menatapmu dari kejauhan sembari berkata bersua atau tidak bersua pandang denganmu adalah biasa saja menguras segenap dayaku. Bahwa mendukungmu sembari meyakinkan diri kau menyadarinya atau tidak akan berdampak sama saja bagiku menggerogoti pijakanku. Bahwa memerintahkan diri untuk tersenyum baik-baik saja saat melihat tawamu yang menggempakan pijakanku adalah lara. Bahwa aku yang awam pada perasaan dianggap biasa saja oleh orang yang sama sekali tidak biasa itu kesulitan menyudahi pertarungan batin. Haruskah aku menyebut segala ini biasa saja hanya sebab kau berkata aku hanya seseorang biasa? Haruskah aku membantah dan mengatakan bagiku ini sama sekali tidak biasa?

Menerima dengan biasa saja atas apapun yang kau lakukan adalah sebuah usaha luar biasa yang luput kau perhatikan.
-----
Read also: Biasa Saja 

0 Comments:

Post a Comment

Videos

Jakarta, Indonesia

SEND ME A MESSAGE