Dari jendela yang sama, aku memutar ingatan hari lalu tatkala engkau
menyusuri taman di seberang jalan. Di semesta itu, pagi tersulap begitu
semarak. Siulanmu membuat burung-burung berlalu lalang di pusaran magnetmu. Kepakan sayap
yang terdengar seperti tepuk tangan. Kau melangkah tenang dan memanjakan dara
untuk tidak beralih. Sebagian dara bertengger di dahan pohon di ketinggian sana. Polah
anak-anak kecil yang membuatmu tertawa riang. Pohon yang dahannya riang
menyambutmu, daun yang berebut ingin kau petik. Kau masih bernyanyi pada gemericikan tangga
nada air itu. Parade roda-roda yang berputar seperti melambat di sekelilingmu. Tanganmu menebar butir jagung, kemudian dara berhamburan mendekatimu. Rumput-rumput
yang berbaur rasa iri pada binarmu. Kakimu berlarian kecil dan meredam
peluh. Napas tersengal-sengal yang kau lempar bersama senyuman. Sulit ku
tafsirkan, kau membiarkan semesta mengilaukanmu.
Arung Jeram Sungai Citatih |
Aku sedikit malas bangun pagi ini. Mataku masih
terlampau berat untuk terbuka. Hihi. Rasa capek berduet dengan kasur terus menggodaku. Kemarin siang aku baru saja selesai
mengikuti outbond. Yuhuu, Indonesia is absolutely beautiful. Arung jeram Sungai
Cicatih benar-benar menyenangkan. Sukabumi, masih seteduh ketika saya pertama kali ke sana. Dan kebun teh di sini sungguh menenangkan.
Pagi ini aku berangkat rapat Yafindo
di Semanggi. Kami membahas mengenai photo contest Yafindo serta rencana gathering untuk tanggal 13
Oktober besok. Sepanjang perjalanan di busway aku banyak merenung soal negara.
Ah, ternyata aku belum berubah. Dua tahun yang lalu aku berniat untuk berhenti
memikirkan soal politik dan melakukan saja hal-hal yang saya bisa. Tetapi
bahkan saat ini aku masih resah. Padahal aku tahu aku tak bisa berbuat banyak untuk
itu dan lebih baik untuk melakukan hal-hal kecil yang bisa ku lakukan. Kasus
Munir, Wiji Thukul, pesawat kepresidenan, dan kasus hakim MK yang baru saja
tertangkap basah menerima suap sungguh menciderai perasaan rakyat.
IMZ’S DIARY 09102013
Nur Imroatun Sholihat
October 07, 2013
Senyum malu-malu milikmu adalah
senyum paling teduh. Mata bulan sabit yang melengkung saat kau tertawa terasa lebih
terang dari purnama. Udara di sekelilingmu sesejuk embun di waktu terpagi. Hari berhujan badai
kau sulap menjadi hari di mana matahari begitu perkasa. Hatimu sejernih air yang
mengaliri sungai-sungai di pegunungan. Tentu saja kau tak sebenderang itu. Kau hanya sedang membuatku mendramatisasi
semua kata-kata tentangmu.
Kesempatan berpapasan denganmu serupa
berjumpa tanggal 29 Februari. Sekalipun bertemu, secepat angin tertiup, kau
berlalu begitu saja. Jari-jarimu yang melambai ke arahku terasa seperti mantra
yang menghanyutkan. Apakah kau menyadari bahwa aku tak hanya memiliki nama tapi
juga rasa?
Sejujurnya, kau tidaklah
seistimewa itu. Jika manusia adalah bintang maka sinarmu tidaklah terang. Seandainya
manusia adalah payung, kau bukanlah yang sepenuhnya meneduhkan kala hujan. Kau
hanya bintang biasa yang berkeliling mengitari duniaku. Kau adalah payung kecil
yang yang ketika tak hujan terlipat rapi di dalam tasku. Tetapi aku tenang
menjinjingmu dalam setiap langkahku. Aku bahagia menyalakan binarmu dalam hatiku.
Cahayamu membuatku bisa melihat tanpa menyilaukan mata. Siapa bilang itu tak
cukup?
Terkadang orang yang kau cintai
adalah yang paling sederhana sinarnya. Aku menaruh hati pada sinar yang
menerobos sela-sela tirai jendelaku. Binarnya tak seterang cahaya-cahaya
lainnya tetapi mengetuk sudut mataku membangunkanku dari tidur panjang.
Sesungguhnya kau sesederhana sinar itu.
LUMPUH
Nur Imroatun Sholihat
October 04, 2013