-->

Hello, this is me!

Nur Imroatun Sholihat

Your friend in learning IT audit Digital transformation advocate a-pat-on-your-shoulder storyteller

30 May 2013

DUNIA TANPA KOMA

  • May 30, 2013
  • by Nur Imroatun Sholihat


















Setelah sekian lama memendam keinginan menulis tentang serial satu ini, akhirnya kesampaian juga. Mungkin sangat terlambat, serial yang tayang tahun 2006 sudah berlalu begitu lama. Namun, karena jejaknya yang begitu dalam di hati saya, saya tetap ingin sekali menuliskannya.

DTK is Indonesia's best TV serial I've ever watched. Ada sedikit unsur subjektivitas karena saya menyukai dunia jurnalistik. Tetapi sekalipun harus menanggalkan subjektivitas, saya tetap harus mengatakan DTK sebagai serial paling berkelas. Bagaimana tidak? DTK membutuhkan setidaknya 40 pemain film papan atas, penulis skenario langsung dari Majalah Tempo, budget yang fantastis, serta keseriusan penggarapan ala penggarapan film.

Drama ini bercerita tentang Raya Maryadi (Dian Sastro), seorang jurnalis muda berbakat di Majalah Target. Cerita dimulai dengan masuknya Raya ke Majalah Target sebagai reporter. Dia dipimpin langsung oleh Mas Bayu dan berkawan akrab dengan Bramantyo, wartawan Harian Kini yang merupakan 'musuh bebuyutan' Target. Sepanjang cerita, penonton disajikan pergulatan perempuan cantik ini dengan dunia penuh benturan: benturan idealisme dan realita, benturan harapan dan kenyataan, benturan ketika terjebak antara magnet Bayu (Tora Sudiro) yang kalem, pengertian, sabar dan Bram (Fauzi Baadilla) yang misterius dan cerdas. Pertarungan good boy versus bad boy memang selalu menjanjikan cerita yang menawan. Seperti kata Dyan, teman saya, kita selalu berharap tokoh utama jatuh hati pada good boy tetapi pesona bad boy terlalu sulit untuk dikalahkan. Hahahaha, bad boy's charm, she said. 

Hebatnya, serial sepanjang 14 episode itu bisa memberikan potret mendetail sisi lain dunia jurnalistik tanpa terkesan over-serious. Dunia mereka yang tidak berhenti menyajikan berita kepada publik menjadi begitu renyah karena akting ciamik para pemainnya. Mereka berkejar-kejaran dengan deadline yang seolah tak mengenal titik dan koma. Dunia yang sangat serius itu disajikan dengan apik juga karena dibumbui relasi antarpersonal yang emosional.

Jelas saja, serial ini dihuni nama besar di dunia perfilman. Seolah hanya bermigrasi dari film ke serial TV, kualitas akting mereka tetap pada kelasnya--selayaknya digarap untuk film. Nama seperti Dian Sastro, Tora Sudiro, Fauzi Baadilla, Slamet Raharjo, Cut Mini, Wulan Guritno, Didi Petet, Surya Saputra hingga si konyol Indra Birowo berbaur untuk menyuguhkan first class acting. Saya seolah diyakinkan bahwa Dian Sastro dan Tora Sudiro adalah seorang wartawan, bukan pemeran wartawan. Tokoh Raya yang cerdas dan kuat juga begitu apik dimainkan oleh Dian Sastro. Saya suka semua yang disampaikan oleh tokoh Raya kecuali untuk satu hal. Haha.

Kalau saya jadi Raya, saya pasti akan memilih Mas Bayu sedari awal. Mas Bayu yang bijaksana dan "membuat betah"--seseorang yang sedari awal selalu menjadi sosok di balik keteguhan dan kekuatan hati Raya. Lelaki yang selalu dengan apiknya terlihat rapuh saat Raya bersama Bram. Haha, I'm obsessed to Mas Bayu's character, like seriously.  :)

*Dyan and I are a bundle of messes in the corner because of Mas Bayu. His imperfection makes his appearance so real and so close. Huhuhuhu.

----------------------------------
(Serial ini mengingatkan saya tentang keinginan terpendam saya bekerja di dunia jurnalistik.)
image source: sinemart

0 Comments:

Post a Comment

Videos

Jakarta, Indonesia

SEND ME A MESSAGE