-->

Hello, this is me!

Nur Imroatun Sholihat

Your friend in learning IT audit Digital transformation advocate a-pat-on-your-shoulder storyteller

15 May 2013

SINGGAH 2

  • May 15, 2013
  • by Nur Imroatun Sholihat
Dari koridor itu semestinya ku mendengar besi-besi tua hingar dalam laju yang tak henti-henti. Di sela denyut nadimu seharusnya aku mendengar riuh-rendah langkah tergesa-gesa pengharapan. Namun, dalam lengkung lazuardimu melingkupi putaran bumiku, tak ada gelegar di luar sana. Napas yang terseok-seok kau seret mengetuk telingaku. Aku terperangkap derit hela napasmu begitu gaduh.

Matahari telah menepi ke sudut yang berbeda dengan keheninganku yang sama. Senja ini datang dalam rindu yang begitu lama hendak berteriak. Entah apa hasrat yang aku simpan. Delapan jam aku terpaku detak mistar jam di ruang ini mengeja satu persatu udara kau hirup. 

Tujuh hari yang lalu, perempuan itu berujar tentang laramu, tentang pisau-pisau yang akan menyembilu kulitmu. Sepatah penuturan elegi itu melumuriku dengan kepasrahan. Kau menikamku dengan menuntaskan harapan yang tersisa. Dia yang menetap di butir-butir darahmu--yang mengetahui hari-hari berkabutmu, membungkamku dalam keputusasaan. 

Mendengarnya bercakap, tak perlu menunggu untuk membuat waktu yang sedang ku kunyah terasa hambar. Lengang. Lalu aku tak sengaja berjanji untuk tidak berdiam dalam bayanganmu. Aku mendesak batinku untuk tidak bersuamu kembali. Kau yang berlalu lalang tanpa pernah nyata singgah, ada masa di mana aku menyerah. 

Di hari ketujuhmu--tatkala aku singgah dan mengabaikan ikrar, kau tidak sedikit pun mengerling dunia. Tak satu pun kapsul mengalir di tubuhmu. Esok, kau akan berjuang di meja penghabisan. Besi-besi itu akan mencakar heningmu. 

Denyutmu yang berderap lirih menggugah kembali perasaanku membumbung ke cakrawala. Kau terkulai pasrah menunggui nasib. Ketika kau terlihat begitu putus asa berhari-hari ini, aku merasa tak pantas menyerah. Tetapi bagaimana aku tak menyerah pada kau yang tak pernah singgah? 

Maka aku tak punya pilihan lain selain menenggelamkan diri dalam larik-larik rahasia. Dalam sekeranjang pesan itu, tergeletak memori yang seharusnya terdiam. Ku titipkan keping batin yang berserak berjejalan memenuhinya. 

Hanya saja, sekeranjang pesan tak pernah cukup. 
-------------------------------------
(Lapangan Banteng, 20130514)
image source: here
Read also: Singgah

0 Comments:

Post a Comment

Videos

Jakarta, Indonesia

SEND ME A MESSAGE