-->

Hello, this is me!

Nur Imroatun Sholihat

Your friend in learning IT audit Digital transformation advocate a-pat-on-your-shoulder storyteller

17 Sept 2013

MASTER OF CEREMONY TRAINING

  • September 17, 2013
  • by Nur Imroatun Sholihat

Tanggal 14-15 September 2013 lalu saya mengikuti Master of Ceremony Training yang diadakan Public Speaking School. Saya berangkat dengan penuh semangat guna mengasah kemampuan saya berbicara di depan umum. Berbicara mungkin terlihat sederhana tetapi berbicara di depan umum tidaklah semudah yang dibayangkan. Beberapa orang bahkan lebih memilih melahirkan (yang konon katanya sangat menakutkan) daripada berbicara di depan umum. Di sini, saya akan sedikit sharing  materi yang disampaikan oleh kedua pembicara.
Pembicara di hari pertama adalah Mas Andi Iskandar (Sergap Pagi, Sindo TV). Mas Andi menggarisbawahi syarat cerdas, berimajinasi, dan kemampuan bekerja sama sebagai syarat seorang MC. Gaya Beliau yang santai membuat kita dengan mudah menebak style pembawa acara apa yang diajarkan kepada peserta.  Mas Andi menekankan juga pentingnya survey and preparation sebelum membawakan sebuah acara. Sebelum membawakan acara seorang MC harus mendata terlebih dahulu latar belakang audience, mengumpulkan informasi mengenai acara dan penyelenggaranya, datang lebih awal ke lokasi acara, visualisasikan anda benar-benar membawakan acara di depan audience, serta melakukan rehearsal.

Cara mengatasi Demam Panggung;
>Rumus Air
Menurut Mas Andi, biarkan acara mengalir, jangan terlalu banyak ketakutan dan keraguan.
>Jangan menuntut tampil sempurna
Bukan berarti seadanya, tetapi lebih kepada penerimaan bahwa setiap orang mungkin melakukan kesalahan. Berusaha yang terbaik itu penting tetapi jangan biarkan kesalahan mengganggu konsentrasi kita selanjutnya. Jika melakukan kesalahan, segera minta maaf dan lupakan. The show must go on
>Datang lebih awal (visualisasi)
Bayangkan audience telah mengisi tempat acara dan kita benar-benar membawakan acara di depan mereka
> Kuasai medan
Seberapa besar volume suara yang harus kita produksi agar suara kita terdengar? Berapa jumlah audience?
>Mengorganisir dan menyusun gagasan
>Pastikan telah membawa cue card dan materi
>Ubah pikiran (-) menjadi (+)
Pastikan bahwa anda tidak memiliki prasangka negatif terhadap kemampuan anda, jalannya acara maupun terhadap audience
>Bergaul dengan audience
>Relaksasi
>Hindari makanan merangsang dan minuman bersoda
       >  Berdoa

Di hari kedua, materi diisi oleh Michael Tjandra (Seputar Indonesia). Mas Michael membuka sesi dengan latihan verbal. Beliau melempar sebuah kata benda dan peserta harus mendeskripsikan kata tersebut sepanjang mungkin. Mas Michael is clapping in front of us as the tempo of words we produced. Tak dinyana-nyana, hal ini ternyata sangat sulit. Kita harus menjaga tempo bicara kita bahkan di saat otak kehabisan kata. Beliau juga mengacak-acak barang-barang di depan peserta untuk mengganggu konsentrasi di saat berpikir tentang kata selanjutnya yang harus diucapkan.

Bagi saya, pelajaran pentingnya adalah membaca dan berbicara. Bagaimana kita akan lancar berbicara jika kita tidak banyak perbendaharaan kata (yang didapat dari membaca) dan kebiasaan untuk berbicara. Pada akhirnya, kualitas bicara kita juga tergantung pada apa yang kita baca. Hihi, malu rasanya mengingat saya mulai kurang membaca akhir-akhir ini.

Untuk materi vokal, Mas Michael menegaskan pentingnya artikulasi, pernapasan (diafragma, bukan dada), dan stressing. Senam muka penting untuk memanaskan suara kita sebelum tampil.

Pemanasan Olah Vokal:
      >Getarkan bibir dengan mengucapkan “brbrbrbrbrbr”
         >Gerakkan mulut membentuk “A-I-U-E-O”
         >Tarik napas dalam-dalam, tahan sebentar, kemudian keluarkan dengan bergumam “hmmmmm”

Body languange juga menjadi pembahasan mas Michael. Gesture dan ekspresi haruslah wajar tetapi menarik dilihat. Jika suasana mulai kurang bersemangat? Gunakan ice breaking sebagai solusinya.

Tetapi hal yang paling mencuri perhatian saya adalah cerita mas Michael soal menemui passion. Beliau mengambil arsitektur saat kuliah, sempat berkerja di perusahaan interior design, kemudian pindah ke perbankan sebelum akhirnya berlabuh di RCTI. Mengapa akhirnya beliau memilih jurnalistik?

“Dulu saya malas berangkat kerja saat masih di interior design dan perbankan. Tetapi ketika saya berada di jurnalistik, saya bahkan rela tidur di kantor. Jadi jika kalian mencari apa passion kalian, carilah sesuatu yang paling membuat kalian bahagia saat mengerjakannya.”

Saya terkesan dengan kemampuan berbicara mas Michael. Bahkan saat ngobrol biasa, Beliau masih terlihat sangat karismatik. Passion never lie then :)

0 Comments:

Post a Comment

Videos

Jakarta, Indonesia

SEND ME A MESSAGE