-->

Hello, this is me!

Nur Imroatun Sholihat

Your friend in learning IT audit Digital transformation advocate a-pat-on-your-shoulder storyteller

9 Dec 2013

ACT 2

  • December 09, 2013
  • by Nur Imroatun Sholihat
Aku membencimu yang melangkah ke arahku seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Sungguh kau tak tahu diri melompati retakan bumi yang membentang lebar. Aku mengusirmu mundur sembari segenap daya meyakinkan diri. Keraguan adalah pekerjaan hati dan aku merahasiakannya. Menyakitkan bukan dibuang begitu saja tatkala kita menaruh segenap harap?

Mengapa kau berhenti dari sandiwara tak mengerti perasaanku? Apakah kau menyesal mengabaikan keberadaanku di masa lalu? Kau tak mungkin lupa air mata yang ku seka berkali-kali saat kau berlalu seperti halnya aku tak mungkin melupakan senyummu saat meninggalkanku. Kau bodoh jika berpikir kau bisa hilir mudik sementara aku terdiam. Kau salah ketika berpikir bahwa dunia membiarkanku selalu kalah.

Kesepian adalah masa di mana aku mendengar tawa dengan paling jelas. Maka tak seperti kau yang meradang pada sepi, aku menikmati sunyi. Benar aku merindukanmu yang pernah membuatku bersayap dan terbang. Kemudian kau terbahak-bahak menjatuhkanku dari ketinggian. Aku melawan rindu terhadap orang yang keliru. Aku tak akan membiarkanmu menjatuhkanku lagi.

Jejakmu seolah menabur garam pada luka yang menganga. Jangan pernah berpikir kau akan menyelamatkanku dari kegelapan yang tanpa sepengetahuanmu ku nikmati. Berhentilah beranggapan aku melihatmu menghampiriku meski sinarmu terang. Walau kau benderang, duniaku terlampau gelap untuk melihat.

Jika saat ini kau melihatku berkaca-kaca--bukan karena kau, tetapi karena kepura-puraan. Aku lelah pada wajah tak berdosa yang sedang kau perankan. Aku juga harus bersusah payah bersikap berbeda dari kehendak batin. Sekarang kau tahu seberapa kuat aku karenamu bukan? Aku tak menangis ketika berperang dengan perasaanku sendiri.

Aku memilih menatapmu sinis sambil berdarah-darah ketimbang kembali kalah. Aku lebih menyukai sepi daripada kau. Ukurlah seberapa dalam luka yang pernah kau gali. Dengan apa kau hendak menutup derita yang menganga ini?

Jika kau pikir dengan kembali dapat menghapus luka, kau sungguh tak mengerti perkara batin. Aku muak melihat sinarmu yang menyamar putih padahal legam. Ku katakan sekali lagi, aku membencimu yang meninggalkanku dengan luka menganga. Sampai tua nanti aku tak akan melupakan kebencian ini.

Kau tak perlu berbelas kasihan padaku, lihatlah dirimu yang sejatinya lebih remuk redam. Berucaplah selamat tinggal pada angan mampu mengatur hati lain. Aku telah menanggalkan namamu dari ingatan selamanya. Karena dulu kau bahagia meninggalkanku, kini aku juga tak menyesal membuangmu. 
-------------------------------
read also: ACT
image source: mimokhairphotography.com

0 Comments:

Post a Comment

Videos

Jakarta, Indonesia

SEND ME A MESSAGE