TASTE
- December 30, 2013
- by Nur Imroatun Sholihat
Selalu, masakan paling enak adalah masakan Ibu yang sederhana
saja tetapi kita dibesarkan dalam selera masakan tersebut.
Tak perlu banyak penjelasan, sepertinya kalimat di atas selalu bernilai benar. Masakan Ibu adalah masakan paling enak di lidah kita.
Terkadang makanan terlezat adalah daun singkong yang dipetik dari halaman belakang kos-kosan dan dimasak bersama dengan
penuh canda tawa.
Saat saya SMA, Bapak pemilik kos menyuruh anak-anak kosan memetik daun singkong di belakang rumah. Sepagian kami penghuni kosan sibuk mempersiapkan sarapan pagi dengan daun singkong itu. Ada yang bertugas merebus daun singkong, membuat sambal, memasak nasi, menyapu lantai tempat lesehan, sampai petugas cuci piring. Persiapan yang menghabiskan waktu 2 jam itu hanya untuk menikmati makanan yang habis dalam waktu 10 menit. Saya belum lupa rasa daun singkong dan sambal itu sampai sekarang.
Tak jarang makanan yang paling membahagiakan adalah
makanan murah yang kita pilih karena kita menyisihkan uang kita untuk cita-cita
di masa depan.
Saya dan Maul kerap menahan keinginan membeli sesuatu agar kami bisa ikut les ilmu yang kami sukai. Saya pikir makanan yang saya pilih setelah saya bisa bekerja adalah makanan lezat sekalipun murah. Anehnya memilih untuk makan biasa saja membuat saya girang. Ada bahagia yang sulit dijelaskan ketika satu persatu impian terwujud dengan usaha sendiri.
Seringkali, makanan paling nikmat adalah makanan yang disantap bersama orang-orang yang kita sayangi terlepas apapun makanannya.
That weird feeling called love conjuring everything better even food become tastier. hahaha, We can't arguing bout that.
Sederhana saja, kita sendiri yang menentukan makanan mana yang
menyenangkan. Sebab rasa adalah pemeran utama di dalamnya. Ada rasa yang lebih besar pengaruhnya selain rasa makanan yang kita kunyah: rasa yang kita selipkan di sela-sela makanan itu.
------------------
image source: http://www.chrislabrooy.com/Taste.html
0 Comments:
Post a Comment