-->

Hello, this is me!

Nur Imroatun Sholihat

Your friend in learning IT audit Digital transformation advocate a-pat-on-your-shoulder storyteller

3 Jan 2014

ANGKLUNG

  • January 03, 2014
  • by Nur Imroatun Sholihat
Aku ingat waktu aku mengabarimu tak jadi pulang karena ada kegiatan, kau menjawab: “Rapopo Mbak ora mulih. Krungu suara Mbak Im wis ngekei aku kekuatan.”. Saya menutup telepon dengan suara baik-baik saja padahal hati saya bergetar kencang lalu kehilangan daya. Dia tidak pernah tahu saya menangis karenanya. Saya selalu bersikap kuat di depan orang lain, entah mengapa. Sampai sekarang saya masih berpikir bahwa saya memang tidak mahir menunjukkan perasaan saya kecuali lewat tulisan *self pukpuk.


Aku ingat waktu itu anak seumuranmu merengek-rengek minta hape dan kamu menolak dibelikan. Aku ingat kau tidak pernah meminta barang apapun kecuali benar-benar membutuhkannya. Kau selalu menjadi pribadi yang sangat sederhana. Aku ingat kau malah sibuk bermain gitar murahan yang ku beli untuk pelajaran seni di SMP ketimbang bermain. Aku ingat kau hanya tersenyum ketika orang mempertanyakan kau nanti mau kuliah apa dengan otak yang biasa saja. Kau bilang padaku kau menerima dirimu apa adanya. Aku ingat kau berkata tak apa jika memang akhirnya tidak bisa kuliah di tempat yang bagus.
Kau juga pasti ingat aku tak henti berkomentar soal mencari bakat. Aku berkata tak akan mengakuimu sebagai adik jika kuliah di kampus di luar standar yang ku tetapkan (yep, I'm so harsh T.T). Kau ingat aku bilang “ Nggak penting punya rangking di sekolah, tapi kamu harus bisa nemu passionmu di mana. Seriuslah pada satu bakat."

Hidupnya tak mudah karena awalnya dia pikir tak ada satupun hal yang istimewa darinya ditambah hidup di bawah bayang-bayang saya yang menuntutnya menjadi pekerja keras. Saya mempertanyakan keputusannya masuk jurusan IPS dan dia hanya tersenyum bersalah “Aku ora kuat Mbak nang IPA”. Saya memaksanya belajar begitu keras agar ada kampus yang mau menerimanya. Saya sering memarahinya karena tak punya rencana soal masa depan. Dia menatap saya nanar seperti hendak berkata, dia tak akan bisa ke mana-mana dengan kemampuan seperti itu. Kemudian dia diterima sebuah kampus negeri di Yogya melalui jalur beasiswa karena musik. Dia bersujud menangis mendengar pengumuman itu. Tiba-tiba saya merasa tertampar. Apa yang saya lakukan saat saya diterima di kampus favorit saya? Tidak sedikitpun mata saya berair. Dia memaknai apapun dengan istimewa dan tak henti bersyukur atas hidupnya. Saya iri pada kebahagiaannya terhadap setiap detail kehidupannya.  Ada banyak hal yang membuatnya girang dan saya iri pada kemampuannya berbahagia atas setiap hal. (Setiap melihatnya bersyukur, saya menunduk malu. Sudahkah saya lupa Alloh juga begitu baik pada saya?)

Dia melewati begitu banyak kesulitan bahkan untuk meraih hal-hal yang saya pikir tidaklah begitu rumit. Sungguh Alloh tidak tinggal diam--begitu campur tangan pada hidupnya. Selalu ada keajaiban besar yang terasa mustahil awalnya. Bagaimana dia yang tidak tumbuh bersama keyboard mengantarkan band-nya menjuarai festival, saya tidak tahu. Bagaimana dia akhirnya bisa berkuliah di universitas negeri, saya pikir mimpi awalnya. Beasiswa? I used to think that he doesn’t deserved it at all.

Adikku, kamu adalah sumber kekuatanku juga. Aku akan berusaha keras untuk menjadi kakak yang bisa kamu ceritakan dengan wajah berbinar-binar suatu saat nanti. Kau salah jika berpikir aku tak pernah iri padamu. Kesabaran, self acceptance, ketenangan, semangat, pure passion, kesederhanaan: aku iri padamu. Tumbuhlah menjadi diri sendiri, kau tak perlu mendengar setiap kata-kataku. You know, I always think that you deserving success more than I’m.

Adikku, aku menemuimu dalam setiap doaku. Di setiap langkah perjuanganku, aku mengingat semangatmu untuk berlari sangat kencang agar seimbang dengan anak-anak lain. Sepertimu, aku berjanji untuk berlari sekalipun terasa tak mungkin. I’ll become a stronger sister for you.

“Mbak, sesuk aku perform angklung nang auditorium”

Meskipun telah berkali-kali menerima pesan yang isinya serupa, air mata setia membanjiri wajah saya. Sungguh aku ingin duduk di barisan depan kursi penonton besok saat kau tampil (bukan karena bagus/tidaknya penampilanmu, tetapi karena kamu adikku). I want to be there so bad.
------------------------------------
(Both of us have to work hard even just to be seen.)
image source: http://raychristian.deviantart.com/art/Angklung-302227694

2 Comments:

  1. terharu, meleleh :-).....yup!! kebahagiaan hanya bida ditemukan saat kita nyaman dengan apa yang kita terima

    ReplyDelete

Videos

Jakarta, Indonesia

SEND ME A MESSAGE