-->

Hello, this is me!

Nur Imroatun Sholihat

Your friend in learning IT audit Digital transformation advocate a-pat-on-your-shoulder storyteller

25 Mar 2014

CATATAN DIKLAT PENGAWASAN: MANAJEMEN RISIKO

  • March 25, 2014
  • by Nur Imroatun Sholihat
Setiap tujuan selalu memiliki minimal 1 risiko. Untuk sampai ke tujuan, beranilah menghadapinya.
Risk: possibility of something bad happening at some time in the future (Oxford dictionary)
Yuhuuuu, kembali lagi di catatan diklat pengawasan. Materi hari kedua adalah manajemen risiko. FYI, this phrase is very popular at my office, like seriously. Tentu ada alasan risiko jadi bahasan seharian yang membuat saya (lagi-lagi) harus menahan kantuk. Kita semua tahu bahwa risiko selalu berkaitan dengan hal yang belum terjadi, tidak diinginkan dan bersifat negatif. Lalu mengapa manajemen risiko ini ada? Karena kita tidak mungkin menunggu sesuatu itu terjadi dulu kemudian baru menyadari risiko semacam itu mengancam. Di dalam manajemen risiko, kita juga mengenal peribahasa mencegah lebih baik daripada mengobati *ceilee. Kita harus senangtiasa memperkecil kemungkinan risiko menghantui perjalanan kita.

Dengan keberadaan yang (hampir) absurd karena terkantuk-kantuk, tiba-tiba saya terpikirkan hal ini: khawatirlah pada jalan yang tidak beriringan dengan risiko, bisa jadi itu bukanlah sebuah perjalanan *abaikan. Hihi*. Kenyataannya risiko memang tidak bisa dihilangkan dari kehidupan kita, tetapi bisa diminimalisasi.

(Well, I supposed to write it down from a different perspective. I have to take a road less traveled. Come on, leave those text book material behind.)

Manajemen risiko--sama halnya seperti manajemen kalbu, manajemen hati, dan manajemen perasaan, adalah proses menata dan mengatur sesuatu agar tak berserakan *tsaah. Persamaannya adalah mengelola sesuatu yang belum terjadi dengan sebaik-baiknya usaha. Jika di manajemen perasaan kita harus bersiap-siap bisa menjawab jika misalnya *berdehem dulu* cowok ganteng datang menyatakan perasaan (ini sih risiko yang positif: risiko disukai orang ganteng *minta ditimpuk banget), maka di manajemen risiko kita harus bersiaga atas hal yang potensial menganggu perjalanan kita. Dalam ketidakpastian akan masa depan itulah, kedua manajemen itu harus mencurahkan segenap perhatian agar tujuan tercapai.

Tujuan dari adanya manajemen risiko sih tak jauh-jauh dari memperbesar kemungkinan pencapaian tujuan. Sebenarnya tidak ada kepastian absolut di dunia ini jadi tidak ada jaminan bahwa penanganan risiko akan selalu menurunkan level risiko. But we have to do something rather than letting something happens in a uncontrolled way rite? Karenanya, manajemen risiko, terlepas apapun hasilnya adalah usaha manusia untuk tidak berpasrah diri menghadapi nasib *nglantur banget.

Jika kita umpamakan diri kita adalah sebuah organisasi, pertama banget nih kita kudu membuat daftar risiko-risiko dalam diri kita. Misalnya, jika kita ingin mendapat pekerjaan yang kita impikan. Risiko apa yang melekat di sana? Risiko tidak diterima, risiko tidak terpenuhinya syarat-syarat pendaftaran, atau risiko bersaing dengan orang-orang yang juga ngebet pada pekerjaan itu. Di sinilah kita membuat risk profile yang berisi daftar risiko yang kemungkinan akan kita hadapi. Risiko itu dikategorikan berdasarkan tingkat konsekuensi (level konsekuensi) dan tingkat keseringannya (level frekuensi). Setelah disusun peringkat berdasar kedua level tersebut, Tinggal kita pilih nih mana risiko yang akan kita tangani. Nggak semua risiko harus ditanggepin serius sih, capek dong kalau kita pikirin semuanya. Cukup yang jadi prioritas aja yang harus kita selesaikan.

Berhubung saya malah bingung gimana nutup catatan ini, saya sampaikan kata bijak random dari saya: Marilah kita bersama-sama berani mengambil risiko dalam hidup ini. Every goal has its own risks. Be brave to conquer these obstacles.

Sampai ketemu besok teman-teman (Iya kalau saya nangkep apa yang dijelasin pengajar ya) J
-----------------
image source: here




0 Comments:

Post a Comment

Videos

Jakarta, Indonesia

SEND ME A MESSAGE