SETAPAK
- April 09, 2014
- by Nur Imroatun Sholihat
Ketika aku di ambang putus asa, kau
melintasi jalan setapakku begitu saja. Daun kering enggan berjingkat memeluk
tanah. Rumput hijau mengawal langkah perlahan telapak kakimu. Kebas batin
membenteng kaki yang hendak berlompatan ke arahmu. Sementara kaki-kaki langit
menggulung diri, menyisakan ruang hanya di jalan setapak ini. Langkahmu
meniadakan spasi. Kita berpapasan di hari ke-547 sejak doaku terucap.
Air yang menggenangi lubang jalan
itu melukis kita pada frame yang sama. Bayanganmu memantul jernih menyibak rasa
yang berserak di pikiranku. Ada begitu banyak rahasia yang menyeberangi jarak
kita—kau seharusnya menafsirkannya.
Belum jua selangkah sejak kita
bersua, kau membuka peta dan membalikkan badan. Kau menyadari rutemu salah. Aku seharusnya kecewa. Namun, aku
tak marah kendati harus menunggu lagi. Aku bahagia kau pernah menyeberang jalan
ini seperti hendak menjadi tafsiran doa. Setidaknya aku tahu jalan setapak ini
bisa dilalui oleh seseorang dari luar sana suatu saat nanti.
Aku sadar doa tak cukup dijawab seseorang
yang sepertinya tetapi orang yang semestinya. Ku pastikan jalan setapakku tidak akan terhalang rerimbunan sebelum kau yang tepat melintas.
---------------------------
image source: here
0 Comments:
Post a Comment