Kita tidak pernah benar-benar
mengerti biru sebelum jiwa terlunturi warnanya. Malam dingin disesaki gemuruh
gurauan nan dengan sinisnya asyik sendiri. Segenap suara berhamoni untuk
meledek kita yang tengah dirundung kesepian. Malam itu tidak dingin, kulit kita
yang terlucuti selimutnya. Malam tidaklah sunyi kecuali kita tertidur dan
tersesat dalam mimpi kesendirian yang mendera. Pasti ada yang keliru dengan
hati yang meneriakkan sunyi sementara kegaduhan meraung-raung.
Sanggupkah manusia melepaskan sandaran batin tanpa sedikit pun berduka karenanya?
Kami dipertemukan oleh sebuah perkumpulan. Jiwaku tergetar semenjak
baru mendengar susunan huruf namanya saja. Dia adalah kembang gula di sela percakapan siapa pun. Maka sebelum kami bersua aku menerka hatinya nan semanis karamel. Keinginan berdiri di hari perkenalan membuncah. Anehnya pintalan waktu bergulir begitu cepat
dan tibalah masa kami bersisihan. Meskipun
telah sibuk mempersiapkan diri guna hari perjumpaan, di hadapannya aku seolah
tidak siap sama sekali.
“Lekas bangun dari tidur berkepanjangan, menyatakan mimpimu, cuci muka biar terlihat segar, merapikan wajahmu, masih ada cara menjadi besar, memudakan tuamu, menjelma dan menjadi Indonesia.” (Menjadi Indonesia, Efek Rumah Kaca)
Saya bercerita mengenai pilpres yang jatuh hari ini. Saya yakin akan menyesal
kelak jika tak pernah menuliskan tulisan ini. Banyak tulisan tentang pilpres yang berhenti menjadi draft karena kemudian saya meragu. Hari ini saya memutuskan untuk menekan tombol “publish”.
(Orang-orang lagi demam piala dunia, saya malah demam Dunia Tanpa Koma. Hihihihi. Spanyol udah gugur sih, saya sudah tidak punya harapan *tsaaah.)
Sebenarnya dulu banget saya udah pernah terkena demam DTK tetapi sekarang saya terjangkit lagi. Kejadiannya bermula saat saya menceritakan DTK kepada teman kos saya, Dyan. Awalnya saya ragu dia mau nonton. DTK ceritanya agak berat dan temanya juga nggak umum. Buat saya yang suka dunia jurnalistik sih keren tapi saya nggak yakin orang yang nggak tertarik dunia publisitas berita menganggapnya menarik.
Sebenarnya dulu banget saya udah pernah terkena demam DTK tetapi sekarang saya terjangkit lagi. Kejadiannya bermula saat saya menceritakan DTK kepada teman kos saya, Dyan. Awalnya saya ragu dia mau nonton. DTK ceritanya agak berat dan temanya juga nggak umum. Buat saya yang suka dunia jurnalistik sih keren tapi saya nggak yakin orang yang nggak tertarik dunia publisitas berita menganggapnya menarik.