PATAH
- March 10, 2015
- by Nur Imroatun Sholihat
Ada sesuatu yang
selalu membuatku lebih patah hati dari apapun: melihatmu menatap pasrah
perempuan yang bertahun-tahun kau cintai bersama seseorang lain. Kau masih saja
membiarkan dirimu tersudut di ruang hening seolah menikmati derita yang kau pelihara
baik-baik. Matanya berbinar-binar, matamu berkaca-kaca, dan mataku
berdarah-darah. Kau melulu berotasi di sekelilingnya bersama kesakitan yang
dilemparinya duri kian hari kian jamak. Jangan salahkan bila kini aku begitu
ingin memukulmu dan menunjukkan bahwa bumi tempatmu berpijak bukanlah bulatan
globe nan kerdil. Jika abai ataupun enggan melihatku, tidakkah kau melihat
perempuan lain?
Kau menghayati
kesengsaraan dan aku meradang pada betapa lemahnya kau di hadapan perempuan
itu. Tak sekali saja aku berhasrat menamparmu. Mungkin kau harus diberi tahu bahwa
dia permanen di
batinmu bukan karena dia tidak pantas terhapus tetapi karena kau menolak
menghapus. Keberadaannya yang semu kembali
kau siram lem setiap hampir mengelupas. Terang saja dia
tak lepas; kau tak sedikit pun berusaha menghempas.
Aku akan bergeming jika batinku patah karena terabaikan olehmu. Aku terlalu kuat untuk
retak karena ketidakacuhanmu. Hanya saja kau membuatku terus-menerus patah hati
dengan menyiksa dirimu sendiri. Aku tergelincir pada ketidaksabaran melihatmu
berharap kisah mereka sumir dan dia berbalik ke arahmu. Bahkan
saat demikian kau tidak mau mengakui dirimu pecundang, bukan?
Kau mengajariku sesuatu yang tidak ku kenal sebelumnya: perasan yang lebih remuk daripada patah hati. Jika kau datang
pada perempuan lain dan berbahagia, ku rasa aku tidak akan terkejut pada patah
hati lagi. Aku telah belajar demikian lama untuk
bersahabat dengan perasaan ini. Aku tak lagi asing pada perasaan porak-poranda hancur lebur hanya sebab berjarak denganmu.
Hanya saja aku
tak sadar bahwa ada sesuatu yang lebih payah: seseorang yang hanya bisa
mengeluh melihatmu menatap pasrah perempuan yang bertahun-tahun kau cintai
bersama seseorang lain. Seseorang itu tidak jua bergegas memukul atau
menamparmu selain justru diam-diam membiasakan diri terhadap satu persatu luka.
Seseorang itu tidak mau menyerah terhadap lara sepanjang itu tentangmu. Di atas semuanya, seluruh jiwanya masih diam-diam mendoakan kebahagiaanmu.
-----
(If at least you're happy, it's a happy ending.-Happy, 2NE1)
image source: here
0 Comments:
Post a Comment