-->

Hello, this is me!

Nur Imroatun Sholihat

Your friend in learning IT audit Digital transformation advocate a-pat-on-your-shoulder storyteller

4 Aug 2015

ENAM TAHUN (Bagian II)

  • August 04, 2015
  • by Nur Imroatun Sholihat
Hari yang biru itu adalah hari ini. Detik-detik perpisahan akhirnya menampakkan diri.

Aku tersenyum melepaskan satu persatu orang yang mengantarku. Mataku masih saja refleks mencarimu di antara orang-orang di sekelilingku. Berkali aku memastikan keberadaaanmu barangkali kau baru saja datang. Ketika aku telah memunggungi mereka dalam langkah kepergianku, mataku terasa begitu perih. Hingga detik aku melepaskan pijakanku dari kota ini, bayanganmu sekalipun tak berkelebat. Aku terlampau percaya diri bahwa kau pasti datang. Lebih dari itu, aku terlalu keras kepala untuk tidak mengusir suaramu yang menjadi musik pengiring kehidupanku enam tahun ini.

Di luar perkiraanku, ternyata kau tidak mengucapkan atau melakukan apa pun. Aku tak menyangka bahwa aku justru paling tidak siap jika kau terus bersikap seolah aku tidak pernah ada. Kau tidak pernah peduli di mana aku berada dan ke mana aku akan melangkah. Bagimu, aku tidaklah penting sama sekali. Saat kau mengabarkan sesuatu, kau mengabarkannya pada semua teman-temanmu kecuali aku. Aku harus selalu mendengar berita tentangmu dari seseorang lain. Diam-diam aku berdiri di sudut ruangan mengeluhkan betapa ingin aku mendengar kabarmu sekalipun kabar yang remeh. Diam-diam aku mengamuk kau selalu berpura-pura tidak mendengar kabarku sekalipun kabar yang berarti.

Seperti kau yang tidak mengucapkan atau melakukan apa pun, aku juga tidak bisa mengucapkan atau melakukan apa pun. Aku sadar aku berdiri begitu rendah di hadapanmu sehingga aku tak mungkin memintamu untuk mengucapkan perpisahan. Namun, berharap selamat tinggal darimu seharusnya tidak berlebihan. Ucapan itu juga akan membantuku memindahkan hati darimu. Aku tahu berapa sibuknya kau dan betapa sulitnya menyisakan sekelumit waktu untukku. Aku memaklumi ketidakhadiranmu. Namun, apakah kau tidak tahu bahwa menulis pesan hanya memerlukan beberapa detik saja?

Jika kau sudah mengisyaratkan selamat tinggal enam tahun yang lalu, mengapa aku bahkan tidak bisa mengucapkannya sekarang? Masa ketika perpisahan dan ketidakacuhanmu menjadi sama-sama nyata adalah masa yang tepat untuk menghentikan perasaanku kepadamu. Seandainya masa ini tidak cukup menamparku, aku tidak akan bersua momentum membencimu. Mulai sekarang aku tidak tertarik lagi mendengar kabarmu apa pun itu. 

Aku berhenti terjatuh setelah selama enam tahun terjatuh makin dalam sepanjang waktu.
------
(to be continued)
image source: uclafacultyassociation

0 Comments:

Post a Comment

Videos

Jakarta, Indonesia

SEND ME A MESSAGE