PENAKUT
- September 14, 2015
- by Nur Imroatun Sholihat
Aku mendengar Ibu memuji
Betapa besar nyaliku melangkah di setiap hari
Sebenarnya aku penakut berhati ciut
Hanya saja aku tak ingin membuatmu turut
Bersedih atas jiwa yang dihuni secara tetap oleh rasa takut
Ragu dan cemas adalah kawan yang selalu memantul dari kaca
Aku melawan dengan terbirit-birit menjauh
Aku ini dungu atau apa
Perasaan-perasaan itu tak bisa dihadapi dengan
tergopoh-gopoh menghindar
Ingat saat aku kecil menerobos kegelapan dengan berlari
sekuat tenaga?
Beranggapan hantu tak akan mampu mengejarku
(Ah, sayangnya aku baru tahu setelah aku tumbuh besar,
pendapat itu terlampau lucu)
Aku memaksakan diri menatap ke depan dengan tegap
Tetapi bukan berarti aku tak punya rasa takut
Aku menolak membebanimu lebih
Untukmu aku akan senantiasa berdiri
Sekalipun kakiku dijerat ribuan beban
Aku masih saja hanya tersenyum
Aku hanya tak mengerti betapa bersalahnya aku
Jika tidak terlihat kokoh di depanmu
Jauh di dasar batin, aku tetap takut
Aku sudah menyusahkanmu selama bertahun-tahun
Aku tak akan lagi merengek atau mengeluhkan apapun di
depanmu
Engkau tak perlu merasa khawatir jika suatu saat mendengar bahwa sebenarnya aku penakut
Ada sesuatu yang lebih aku takutkan dari segala kesulitan di luar sana
Membuatmu risau lagi dan lagi
Aku selalu dihujani rasa gembira atas pujianmu selama ini
Tetapi aku dengan berat hati menolak pujianmu kali ini
Aku sungguh-sungguh takut
Di telingaku pujianmu yang tulus terdengar seperti pujian
kemampuanku bersandiwara
Membungkam resah dan gundah yang berpesta di dalam
raga
(Teruntuk perempuan yang membuat saya tak perlu mencari jawaban mengapa manusia diperintahkan untuk mengutamakan ibunya.)
Bagus Im puisinya. I like it. :)
ReplyDeleteTerima kasih, Pak Gatot. Terima kasih juga sudah mampir ke blog saya :)
Delete