ASSALAMUALAIKUM, KAKANDA
- October 02, 2015
- by Nur Imroatun Sholihat
Laiknya namamu,
hatimu yang putih terpancar sejak pertama kali kita bersua. Kau melihatku
sembari mengucap salam lalu menundukkan kepala. Untuk pertama kalinya sorot
mata seseorang terasa demikian meneduhkan batin. Wajah yang berseri-seri itu
menaburkan kebahagiaan kepada sekitar laksana perpaduan sepotong gula-gula dan
ayunan bagi anak-anak. Ini kali pertama aku berjumpa rona muka yang begitu
sejuk dan damai seolah tak satu pun permasalahan di muka bumi ini berani menyentuhnya.
Ini juga kala perdana aku merasa seseorang begitu berjarak dan tidak tersentuh
sama sekali padahal dia begitu dekat dan nasihatnya begitu lekat.
Kanda, mungkin
kau sudah lupa beberapa nasihat yang terwujud dari kedalaman jiwamu itu. Kau
bahkan mungkin tak mengingat kebaikan-kebaikan kecil yang kau lakukan secara
refleks. Semua yang kau lupakan begitu saja tidak lekang bersama waktu di
pikiranku. Dulu aku tak pernah mengerti mengapa kau hanya berujar kalimat singkat
untukku. Tetapi aku lebih tak mengerti bagaimana jiwaku bergetar oleh ucapanmu
yang lirih dan lembut itu. Tuturmu mengalir halus mengisi setiap sudut
kalbu. Kini aku tahu ternyata jawaban dari segala permasalahan memang tak perlu
diterangkan panjang lebar. Sejak pertama, jawabanmu membuatku ingin bercerita
padamu—hanya padamu. Aku seolah tak berdaya menemukan kawan lain yang mampu
menguatkan batinku. Aku tahu kau tak mau seorang perempuan berucap
demikian kepadamu sebelum masanya. Namun, bagaimana jika masa itu tak pernah
tiba? Sebab aku sungguh berbeda dari perempuan yang kau inginkan.
"Huznudzan
billah.” Ucapmu setiap kali kau lihat aku terseok-seok menghadapi takdir.
“Kalau bumi,
langit, dan isinya adalah perkara yang kecil bagi-Nya, apakah urusanmu itu
bukan urusan yang terlampau mudah?” Kau tidak pernah setuju ketika aku berkata
mustahil.
Aku ingat kau
hanya bertutur seperlunya kepadaku seusai aku berujar demikian lengkap. Anehnya,
aku merasa seolah diberi semangat dengan puluhan kata bijak berapi-api.
Anehnya, aku masih saja kembali kepadamu setiap kali ingin bercerita. Aku
selalu ingin mencuri kesabaran dan ketabahan yang menjadi senjatamu menemui
satu per satu waktu.
“Assalamualaikum.”
Kau berlalu dari pandanganku.
Aku senang
ketika aku bisa membalas salammu kepadaku, “Waalaikum salam”. Kita saling
mendoakan keselamatan masing-masing dalam salam tersebut. Aku senang ketika kau
berlalu sebab kau menjaga dirimu dan perempuan yang ada di dekatmu. Aku tak
pernah mengira bahwa hidup terasa demikian cukup saat aku melihatmu melintas
meski sekilas. Hingga kini ketika hari terang akhirnya menyapa, aku
mengingatmu. Saat hari-hari sulit mendatangi, aku bak mendengar ulang suaramu. Aku tetap saja terkesan betapa
sederhananya caramu menyusuri kehidupan. Oleh sebab itu, aku justru tak mampu
menyederhanakan pikiranku tentangmu.
Semua berjalan
begitu saja padahal aku tidak sungguh-sungguh dekat denganmu. Aku ingin mengenalmu
lebih dalam tetapi tak pernah bersua kesempatan untuk itu. Kau tidak pernah
menceritakan apapun—membiarkan aku dalam ketidaktahuan sekaligus keingintahuan.
Aku memang tak mengetahui banyak hal tentangmu tetapi aku merasa tenang
mengetahui keberadaanmu.
Assalamualaikum Kakanda. Apakah kau baik-baik saja di sana? Kakanda
yang sedang berikhtiar untuk mimpi, aku ingin sekali mengirim surat ini tetapi kau pasti enggan membalasnya. Karena itu aku tak punya cara lain untuk
mengurai perasaanku selain menulis surat yang tak pernah terkirimkan serta
menyebutmu dalam doa.
Assalamualaikum,
Kanda. Semoga keselamatan senantiasa tercurah untukmu. Aku berharap jarak yang
jauh tidak menghapuskan ingatanmu tentang seorang perempuan biasa yang kerap
meminta nasihat darimu. Sampai bertemu lagi suatu hari nanti. Jika kau belum
menikah semoga di saat kita berjumpa aku telah menjadi seseorang yang
pantas untukmu. Aku selalu berdoa untuk itu. Namun jika kau kembali bersama
seseorang, perempuan itu harus benar-benar baik untukmu Kanda. Aku ingin
memeluk perempuan itu dan mengucapkan selamat kepadanya. Doakan aku juga agar
seorang lelaki yang baik datang padaku.
Kanda, kalau nantinya kau ternyata adalah seseorang di masa depanku, kau boleh membaca tulisan ini
dan tulisan-tulisan lain tentangmu. Aku berprasangka baik mengenai tatapan mata
yang akan kulihat di setiap aku membuka mata. Boleh kan, Kanda?
-----
image source: StevenBrisson
-----
image source: StevenBrisson
0 Comments:
Post a Comment