Jenguk aku sebab
hatiku merasa gembira bahkan saat mendengar kau akan menjenguk. Jenguk aku
karena kau tak tahu apa-apa yang terjadi saat kau tak menjenguk. Jenguk aku
sebab jika kau tak menjenguk, ceritaku tak akan terucap pada siapa pun. Jenguk
aku sebab tak mungkin aku terus bercakap-cakap dengan sepi yang membersamaiku. Jenguk
aku karena lara mungkin meringan saat mendengar renyah sapaan tenangmu. Aku mengerti kau demikian sibuk. Aku tahu kau kehabisan waktu berlarian dengan
mimpi-mimpimu tetapi barangkali kau bisa menjenguk dengan alasan kau menghargai masa
lalu.
Di suatu rintik,
dengan mata bulatmu kau menatapku dan bertanya, “Apa yang kau rindukan di bawah hujan?”
Tak sebagaimana
lazimnya menghadapi pertanyaan, otakku tak langsung mencari jawaban atas tanda
tanya tersebut. Aku malah sibuk menelusuri ingatan barangkali aku pernah
membaca di kamus mana hujan bersinonim dengan rindu. Pertanyaanmu terus
berusaha meyakinkanku bahwa rindu adalah padanan kata dari hujan.
Kau sungguh
berbeda hari ini. Kita telah saling mengenal sekian lama tetapi saat ini kau
tak lagi sama. Bermula di hari ini segala hal-hal kecil yang natural saja kau
lakukan terasa istimewa. Aku tahu masa ini akan datang tetapi masih saja
bertanya-tanya mengapa butuh waktu demikian lama untuk berganti dengan perasaan
ini. Aku telah menyaksikan setiap detail pesona unikmu terlampau kerap tetapi anehnya baru kali ini aku sepenuhnya mengakui.