WAKTU YANG TEPAT UNTUK JATUH HATI
- December 02, 2015
- by Nur Imroatun Sholihat
Kau sungguh
berbeda hari ini. Kita telah saling mengenal sekian lama tetapi saat ini kau
tak lagi sama. Bermula di hari ini segala hal-hal kecil yang natural saja kau
lakukan terasa istimewa. Aku tahu masa ini akan datang tetapi masih saja
bertanya-tanya mengapa butuh waktu demikian lama untuk berganti dengan perasaan
ini. Aku telah menyaksikan setiap detail pesona unikmu terlampau kerap tetapi anehnya baru kali ini aku sepenuhnya mengakui.
Kau membuatku
merasa bahwa waktu yang tepat untuk jatuh hati akhirnya tiba. Aku telah terlampau lama menunggu masa ini hadir. Aku senang hatiku tidak tergesa-gesa mengiyakan hingga akhirnya teryakinkan seutuhnya. Kita berjalan
perlahan-lahan untuk percaya bahwa segala sesuatunya tepat. Kita kemudian
diselimuti kemantapan memilih jalan yang membuat kita tak lagi hanya bisa
merahasiakan perasaan.
Kini tiga ratus
enam puluh hari telah bergerak semenjak episode itu. Aku terbangun pada tatapan
matamu yang teduh. Aku suka melihat pipimu menyentuh bantal sebab kau sedang mengarahkan
pandangan padaku. Bola matamu yang bulat ternyata tidaklah sebulat itu ketika
baru terbangun. Wajahmu sungguh sedamai itu semenjak kau terbangun sampai kau
tertidur malam harinya. Kau tampak lebih menarik dengan rambut yang tidak
tertata itu. Kulit pipimu sepertinya lebih lembut dari bantal. Senyummu
membuyarkan rasa kantuk seolah kandungan senyummu hanyalah gula dan kafein.
Awalnya terdengar mengada-ada kau bisa terus meyakinkanku bahwa setiap saat
adalah waktu yang tepat untuk jatuh hati.
Aku mengarahkan tangan
kananku ke sinar mentari yang menyusup melalui jendela agar lingkaran di jari
keempatku berpendar. Kau lalu mengarahkan tangan kananmu melayang di samping
tangan kananku. Sinar matahari pagi pasti iri pada hangatnya sorot matamu. Aku
masih saja tak percaya aku diberi kesempatan untuk jatuh hati setiap hari. Lebih dari sekadar jatuh hati, kau membuatku semakin bersyukur di setiap detiknya.
“Alhamdulillah.”
Kata inilah yang pertama kali refleks terucap setiap pagi kala melihat wajahmu.
Kau hanya pernah sekali menanyakan alasan aku selalu bertutur demikian.
“Alhamdulillah.”
Kau menduplikasi ucapanku seperti biasa sebelum akhirnya kita bergegas memulai
hari. “Allah telah membuatku selalu jatuh hati” Kau tiba-tiba menyambung
kalimatmu dengan alasan yang pernah kuutarakan kepadamu.
Aku terkejut
pada kalimatmu sembari menahan senyum yang sulit sekali disembunyikan. Hai
pendamping hati, kau tak boleh mengubah madu terasa tawar dengan menjadi semanis
itu. Tidakkah kau tahu kau telah mengganti setiap masa menjelma waktu yang tepat
untuk bersyukur? Sebab aku kembali jatuh hati setelah jatuh hati. Sebab aku
selalu mengingat hari di mana kau datang sembari membawa tawaran yang hanya
memiliki satu jawaban.
“Maukah kau memenuhi
takdir menjadi seseorang yang kepadanya aku terus jatuh hati?”
----
image source: mindingmynest.com
----
image source: mindingmynest.com
0 Comments:
Post a Comment