SURGA YANG TAK DIRINDUKAN
- July 26, 2016
- by Nur Imroatun Sholihat
“Dan kini ada dia mungkin Tuhan menguji aku.
Namun bagaimana bila ikhlas tak hadir di hatiku?” (Surga yang Tak
Dirindukan, composed by Melly Goeslaw)
Iya saya ngaku
saya ketinggalan jaman bangeeeet baru nonton film “Surga yang Tak Dirindukan” baru-baru
ini. Itu pun waktu tak sengaja menyalakan tv dan film ini sedang diputar. Saya
ingat setahun yang lalu seorang teman berkata dia menangis tersedu-sedu
menonton film garapan Kuntz Agus ini. Dan sekarang saya akhirnya tahu mengapa
teman saya begitu terkesan pada film tersebut.
Film ini
diangkat dari novel bestseller karya Asma Nadia yang berjudul sama dengan
filmnya. As usual, Asma Nadia memang jago mengaduk-aduk perasaan perempuan
lewat tulisan-tulisannya. Pertama kali mendengar judul novel tersebut saya pun
bertanya-tanya, bagaimana mungkin ada surga yang tidak dirindukan. Ah, ternyata
judul yang terdengar janggal tersebut justru semakin menjabarkan kemampuan sang
penulis mengolah kata :)
Film ini
mengisahkan Arini (Laudya Cyntia Bella), Prasetya yang diperankan oleh Fedi
Nuril (everywoman’s dream man? Hahaha), dan Mey Rose (Raline Shah) yang terjebak
dalam kehidupan poligami. Ketika Arini berusaha membangun kehidupan pernikahan
bak di surga bersama Pras, muncullah situasi di mana Pras harus menyelamatkan
Mey Rose dengan menikahinya. Dongeng pernikahan yang diyakini Arini selama ini
hancur begitu saja. Jelas. Perempuan mana yang ingin berbagi?
Surga yang Tak
Dirindukan berusaha menyajikan konflik batin dalam poligami dari sudut pandang
laki-laki maupun perempuan. Saya suka bagaimana Bella dan Fedi membawakan peran
mereka masing-masing. Saya suka kekacauan tokoh Pras ketika dia terjebak harus
mengikat janji dengan Mey Rose tanpa sepengatahuan istrinya, Arini. Saya suka
bagaimana Bella menggambarkan remuk redam dan sedu sedan ketika suami yang
begitu dipercaya olehnya menikahi perempuan lain. Tetapi yang membuat siapa pun
tak akan mampu menahan air mata adalah bagaimana Bella menerjemahkan kesabaran
dan keikhlasan ke dalam perannya. Ketika dia berkata “aku ikhlas”, hati siapa pun
akan ikut patah dibuatnya.
(Jika
dalam puisi Hujan Bulan Juni Sapardi menggambarkan ketabahan sebagai sesuatu
yang sangat puitis maka dalam kehidupan nyata kata tersebut jauh lebih puitis.)
I obviously like the soundtracks. Entah gimana lagi menjelaskan kemampuan Melly Goeslaw
mengolah lirik. Setiap kata dari lagu berjudul sama dengan filmnya tersebut
seolah berteriak mewakili keseluruhan cerita. Asmaul Husna yang dilantunkan
oleh Ryan HO mengiringi saat tokoh Pras terpaksa menikahi Mey Rose membuat
suasana yang kelabu menjadi semakin pilu. Dan saat pernikahan itu sah, lirik
yang terlantun adalah “yaa sobur” (yang Maha Sabar). Such a heartbreaking
moment. Soundtracknya saja mampu mengobrak-abrik perasaan. Just how deep
the lyrics were.
Selain plot dan
soundtrack, saya juga suka beberapa quote dalam film ini. Salah satu quote
tersebut adalah ucapan Arini kepada Mey Rose: “Kamu sudah berhasil
menghancurkan dongeng saya hanya untuk menghidupkan dongeng kamu.”. Quote
tersebut dijawab di akhir cerita dengan ucapan Mey Rose: “Hari ini aku tutup
dongengku dengan kesedihan agar dongeng perempuan lain mendapatkan kebahagiaan.”.
Ah, saya
akhirnya paham kenapa teman saya menyukai film ini. It could easily grab our
heart. Eventhough this kind of story doesn't happen to many people, we, somehow, could relate to it :D
---
image source: movie.co.id
---
image source: movie.co.id
Like this post..
ReplyDeleteBloggerlampung.com