-->

Hello, this is me!

Nur Imroatun Sholihat

Your friend in learning IT audit Digital transformation advocate a-pat-on-your-shoulder storyteller

20 Feb 2017

MEMBACA RASA

  • February 20, 2017
  • by Nur Imroatun Sholihat
Kau begitu gemar membaca. Membaca buku kemudian mengisahkannya isinya kepadaku. Membaca langit lalu tersenyum tenang sembari melanjutkan langkahmu. Membaca pikiranku kemudian tertawa kecil melihatku keheranan pada kemampuanmu. Membaca raut wajahku yang tersenyum lalu mendesakku bercerita hal yang tengah mengganggu pikiranku. Kau dan buku adalah paduan yang begitu kerap kujumpai sementara kau dan kemampuanmu membaca aku selalu ada di setiap waktu.

Aku bisa tertawa di hadapan seluruh dunia dan kau masih berkata “pikiranmu tak merestui tawamu”. Mataku bisa basah di hadapan semesta dan kau masih berkata “tetapi kau bahagia karena sudah mencoba, bukan?”. Tak ada yang bisa menghalangiku untuk berwujud seutuhnya di hadapanmu. Karena kau terus membaca dan aku adalah buku yang terlalu mudah untuk kau baca. Kau begitu piawai membaca yang tersirat tanpa perlu lagi mengejanya. Sekalipun telah ku sembunyikan semua aksara, kau menyusuri kalimat demi kalimat seolah aku adalah buku yang belasan kali selesai kau baca.

Aku khawatir bila mata kita bertemu, kau tak hanya berhasil membaca resah dan riang tetapi juga rasa. Aku khawatir jika rasaku bak sepotong sajak yang dengan lancarnya kau hafalkan. Meski demikian, bacalah juga rasaku. Bacalah rasa betah melihatmu berada dalam jangkauan mata. Bacalah rasa khidmat mendoakan kebaikan-kebaikanmu di saban masa. Bacalah rasa tenang sebab menyadari seseorang akan dengan otomatis mengenali pikiranku tanpa perlu aku melibatkan kata. Bacalah rasa nyaman mengetahui bahwa keheningan di antara kita lebih riuh dari seribu paragraf yang terucap. 

Bacalah aku yang tidak sedikit pun bisa merahasiakan sesuatu di hadapanmu. Bacalah tawa yang sepenuhnya jujur dan tangis yang sejatinya memang luka. Bacalah lara yang menyamar tawa dan kegembiraan yang terdefinisikan melalui air mata. Bacalah juga sesuatu yang selalu luput kau baca: kepingan darah yang melambat ketika kau melambaikan tangan ke arahku. 

Sebab ribuan hari berkawan baik sepertinya tidak sedikit pun memberimu kemampuan membaca rasa.  
----
image source: entrepreneur.com

0 Comments:

Post a Comment

Videos

Jakarta, Indonesia

SEND ME A MESSAGE