HOT CHOCOLATE, COLD REALITY, AND WARM YOU
- December 27, 2017
- by Nur Imroatun Sholihat
PART
2: THE COLD REALITY STILL SURPRISE ME A LOT
source: carolinachaves.deviantart.com |
“Jadi hari minggu besok reporter sama redaktur pada liputan semua
dan aku disuruh Pak Jaya ngeliput pertunjukan teater yang kita jadi media
partnernya. Boleh minta detail acaranya Nan?” Mas Satya menjelaskan alasan dia berada
di depan pintu divisi ini.
“Oh iya, Mas. Sebentar ya aku ambilin proposalnya.”
Kinan bergegas menuju mejanya mengambil proposal yang dimaksud.
Airlangga telah kembali sibuk mengetik.
“Ini Mas.” Kinan mengulurkan dokumen yang dimaksud. “Jarang banget
kayanya editor sampai harus turun liputan.”
Satya yang sedang membolak-balik halaman proposal tersenyum “Kamu
dateng kan, Nan?”
Kinan tidak langsung menjawab seolah pertanyaan Satya barusan
adalah pertanyaan matematika, pelajaran yang tidak disukainya. Satya menepuk
bahu Kinan membangunkan perempuan di hadapannya itu dari lamunan.
“Kalau aku minta kamu ikut, masih perlu mikir juga?” Satya
melempar senyuman khasnya yang disambut gelengan Kinan.
“Iya Mas. Aku ikut. Ketemu di sana aja ya.”
“Kalau minta dijemput kasih tahu ya, Nan.” Satya berlalu setelah
melempar senyum hangatnya sekali ini.
Kinan masih terpaku di depan pintu. Bagaimana mungkin Satya seolah
tahu bahwa dirinya adalah kelemahan Kinan. Betapa mudah baginya untuk membelokkan
hati Kinan selama 2 tahun belakangan. Semua itu bermula dari obrolan-obrolan
ringan mereka tentang buku, sastra, dan selera mereka terhadap apapun yang
ternyata berdekatan. Satya seolah mengerti isi pikiran Kinan tanpa perlu
melibatkan kata.
“Otak kita kaya hasil copy-paste
ya. Siapa yang di-copy dan siapa yang
di-paste?” Ledek Satya di suatu malam
deadline ketika dia sedang istirahat sebentar dan melihat Kinan yang belum
pulang. Kinan menghentikan obrolannya dengan Airlangga begitu menyadari Satya
tengah tersenyum di pintu divisinya.
“Belum pulang bukan berarti aku copy-paste kebiasaanmu begadangan di malam deadline ya, Mas.
Kebetulan aja ada kerjaan yang malem ini juga harus diselesaiin.” Kinan memberi
kode Airlangga untuk ikut berkemas kemudian berjalan ke pintu tempat Satya
bersandar seperti biasanya. “Kamu yang suka copast1
kebiasaanku tuh. Aku baca buku apa ngikut, aku suka penulis yang mana ikut.
Bisa minta tolong minggir sebentar, Pak, mau dikunci pintunya.” Kinan
menyuruh Satya berpindah dari posisi semula dengan ekspresi menahan tawa. Airlangga menutup dan mengunci pintu sementara Kinan melanjutkan obrolannya dengan Satya.
“Aku lahir duluan Nan,
jadi kamu yang copast.” Satya kembali
meledek.
“Bapak nggak mending balik kerja ya daripada ngledekin saya di
sini? Saya mau pulang. Selamat begadang.” Kinan berlalu setelah melempar senyum
meledek.
Dua tahun berlalu dan hubungan mereka masih berada di titik yang
sama. Saling meledek di malam deadline, saling mengklaim siapa yang merupakan
versi original di antara mereka, sesekali bertemu di rapat besar, dan
kedekatan-kedekatan lainnya yang tidak bisa dinamai sebagai hubungan khusus.
Mungkin Mas Satya sedang menunggu waktu yang tepat, kilahnya dalam hati.
“Nan, apa lo sengaja pulang malem di setiap malam deadline?”
Airlangga dengan buku di tangannya mengajukan pertanyaan. Yang ditanya
menunjukkan wajah terkejut. Pikirannya masih berkutat pada pertanyaan kapankah
waktu yang dianggap tepat oleh Mas Satya.
“Lo pulang jam segini juga kenapa?” Kinan balik bertanya.
Airlangga tidak menjawab. Keheningan seolah membelah bumi tempat mereka berpijak. Mereka
berjalan ke luar gedung dengan tanpa suara.
“Baca apa, Lang?” Kinan berusaha mencairkan suasana.
“Tonight I Can Write the
Saddest Lines.” Airlangga menunjukkan buku karya Pablo Neruda.
“Takjub nggak sih di dunia ini ada pujangga semacem Neruda
yang bisa bikin puisi bebas terasa rapi banget. Puisi bebas itu tak terduga, spontan,
penuh kejutan, seolah penulisnya melukis dengan kata-kata. Cocok buat
orang-orang kaya lo, Lang.” Kinan berbicara dengan nada berapi-api.
Airlangga mengangguk kecil. Kinan masih melanjutkan ceritanya
tentang puisi terikat2 maupun puisi bebas3 yang keduanya dia sukai.
“Tapi Lang, kayanya baca yang melankolis nggak cocok deh buat Lo.
Malam ini aku bisa menulis puisi paling sedih?” Ledekan Kinan disambut tawa
keduanya. Kinan menertawakan Airlangga yang membaca karya melankolis, Airlangga
menertawakan malam ini: malam di mana dia membaca sebuah puisi dan merasa
isinya menggambarkan kenyataan.
***
“Lang, latihan gitarnya ditunda dulu ya.” Kinan berlari
kecil ke meja Airlangga dan berusaha membatalkan jadwal hari minggu yang sudah
direncanakan dengan pria yang mencintai gitar lebih dari jurusan kuliahnya itu.
“Oke.” Airlangga kembali mengetik. Dia sedang menulis caption untuk postingan Instagram cover
majalah yang akan terbit besok.
Seharusnya merasa senang Airlangga tidak marah pada dirinya yang
mengganti jadwal seenaknya, Kinan justru merasa kecewa pada jawaban singkat
itu.
“Tapi kalau lo keberatan, gue masih bisa batalin janji ke Mas
Satya kok.”
“Mana yang lebih penting, Kinan? Lo yang lebih tahu.”
Kinan kembali mengingat mengapa dia meminta teman sedivisinya itu
mengajarinya bermain gitar. Dia ingin bisa mendeklamasikan puisi dengan
diiringi gitar yang dipetiknya sendiri suatu saat nanti. Dia ingin ketika
tampil membawakan puisi, tak perlu lagi menyeret-nyeret Airlangga, yang tidak
suka berada di bawah spotlight, untuk
turut berada di panggung.
“Lagian kayanya minggu besok itu minggu terakhir gue bisa ajarin
gitar.” Airlangga berujar dengan tenang seperti biasa.
“Kenapa? Capek karena gue nggak bisa-bisa?”
“Capek karena lo nggak paham-paham.” Jawab Airlangga seolah hanya
asal menjawab. Dia tertawa seakan-akan kemampuan Kinan belajar gitar sungguh
memprihatinkan. Tapi tawanya tidak benar-benar tertawa.
***
Senin ini Kinan berangkat lebih pagi berharap bisa mendahului
orang yang menaruh cokelat hangat di mejanya. Tetapi di mejanya tidak ada
secangkir cokelat hangat. Atau mungkin orangnya belum datang, gumannya dalam
hati. Dia mengetuki meja dengan jarinya ketika tangan kanannya membuka
pesan-pesan yang ada di ponselnya.
Thank ya
kemarin udh nemenin. Cokelat hangat ucapan terima kasih otw.
Pesan whatsapp dari Satya membuyarkan niatnya untuk mencari sang
pelaku. Mungkin dia hanya perlu mengkonfirmasi apakah Satya orang yang
dicarinya selama seminggu belakangan. Dia hendak mengetik balasan ketika
menyadari meja di sebelahnya kosong tanpa barang apapun. Buru-buru dia menelpon
sang pemilik meja.
“Lang, kok meja lo bersih banget.” Ujar Kinan tanpa berbasa-basi.
“Mulai hari ini gue pindah Nan.”
“Ke divisi mana?”
“Ke perusahaan mana lebih tepatnya kalau mau nanya.”
“Lang…” Tenggorokannya seolah tercekat. “Katanya mau meningkatkan
citra majalah. Kenapa resign? Pak bos nggak nglarang? Lo nggak minta pendapat
siapa gitu, gue misalnya? Lo seenaknya aja gitu pindah?” Kinan memberondongnya
dengan semua pertanyaan yang berputar-putar di otaknya.
“Udah saatnya kali ya Nan, gue kerja sesuai dengan jurusan gue.”
Suara tombol keyboard yang sedari tadi berbunyi di seberang sana mendadak
berhenti.
“Katanya nggak suka jadi programmer.”
“Siapa bilang nggak suka? Gue bilang lebih suka gitar daripada
programming nggak berarti gue nggak suka jadi programmer.” Airlangga tertawa canggung.
Kinan tidak menyambut tawa tersebut. Hening. Telepon masih tersambung tetapi tak ada suara siapapun
berbicara.
“Nan?” Airlangga memecah suasana.
“Sukses ya Lang. Jangan lupa ngabarin kalau ada apa-apa.” Suara
Kinan parau.
Ditutupnya telepon tanpa menunggu Airlangga menjawab. Kinan
menyandarkan punggungnya di kursi sembari menghela napas panjang. Suara Satya
yang kini tengah memanggilnya pun hampir-hampir tak terdengar. Ditatapnya
lelaki yang kini berdiri bersandar di pintu bersama cangkir putih di tangannya. Senyum yang
otomatis mengembang di wajahnya ketika bersua dengan lelaki ini menghilang
seolah tersapu badai yang menggulung pikirannya.
***
“Kenapa lagi sih, Kinan Asmarani yang asmaranya membingungkan? Pernah nanya nggak sih lo kenapa orang tua lo ngasih nama Asmarani?” Kea bertanya dengan nada iseng.
“Realitas tuh kadang-kadang kejam ya. Dua tahun gue nggak tahu
sebenarnya maunya Mas Satya apaan. Dua tahun juga kenal akrab sama orang terus
orangnya pindah gitu aja. Meski tahu kalau realitas nggak bisa selalu manis,
gue masih aja terkejut. Mas Satya nggak pernah bergerak maju, Airlangga justru
pergi gitu aja.”
“Jadi mana yang bikin lo lebih sedih? Seinget gue sih Airlangga
hampir nggak pernah mempengaruhi emosi lo kenapa sekarang lo masukin kepergian
dia sebagai one of the cold realities?” Kea menyangga dagu dengan tangannya
“Maksudnya?”
“Apa harus nunggu dia pergi dulu Nan baru sadar kalau dia itu
penting? Lo bilang seneng Airlangga sabar ngadepin lo yang nggak bisa-bisa main
gitar. Lo bilang seneng kalau Airlangga melibatkan lo dalam impian-impiannya. Lo
masih nggak paham juga sama perasaan lo?”
“Jujur ya Kea, perasaan gue biasa aja di dekat Airlangga. Kelewat biasa malah.” Kinan
berkilah.
“Karena lo sudah sangat terbiasa bareng dia. Lo nggak takut dia
pergi, nggak takut dia ngilang, nggak takut kehilangan support dari dia, nggak
takut kalau dia tahu kelemahan-kelemahan lo, nggak takut dia berubah sampai
hari ini tiba dan lo tahu ketidaktakutan lo itu nggak terbukti. Lo takut kan
sekarang pas lo nengok ke meja sebelah dan dia nggak ada?”
Kinan terdiam.
“Seseorang yang menarik, Kinan, seperti puisi-puisi yang lo suka.
Bisa berbentuk puisi terikat maupun puisi bebas. Logisnya
sih orang suka sama puisi terikat yang indah bunyinya seperti logisnya lo ya
suka sama Mas Satya. Tapi kenapa coba orang suka puisi bebas padahal bunyinya kurang
enak?”
-------
1Copast:
singkatan dari copy paste (dalam Bahasa Indonesia disebut salin tempel)
2Puisi
terikat adalah jenis puisi yang mengacu pada aturan-aturan tertentu.
Aturan-aturan tersebut seperti jumlah kata dalam satu baris, jumlah baris dalam
satu bait, rima, dan irama.
3Puisi bebas adalah puisi yang tidak terikat oleh aturan-aturan tertentu seperti rima, jumlah baris dalam bait, jumlah bait, atau jumlah suku kata.
3Puisi bebas adalah puisi yang tidak terikat oleh aturan-aturan tertentu seperti rima, jumlah baris dalam bait, jumlah bait, atau jumlah suku kata.
Kayanya masih #teamAirlangga nih aku
ReplyDelete#teamAirlangga
ReplyDelete