-->

Hello, this is me!

Nur Imroatun Sholihat

Your friend in learning IT audit Digital transformation advocate a-pat-on-your-shoulder storyteller

About me

Hello

I'mNur Imroatun Sholihat

IT Auditor and Storyteller

So I heard you are curious about IT and/or auditing. I'm your go-to buddy in this exciting journey. My typical professional life consists of performing (and studying!) IT audit and managing the award-winning magazine, Auditoria. Armed with a Master's in Digital Transformation from UNSW Sydney, I'm currently wearing multiple hats—ambassador at IIA Indonesia's Young Leader Community, mentor at ISACA Global, Head of Public Relations at MoF-Cybersecurity Community, and trainer at IIA Indonesia. You'll also find me sharing insights on my YouTube channel, speaking at seminars, and crafting content on LinkedIn. Let's connect and dive into the world of IT and auditing together!

Blog

TIPS TO PASS CERTIFIED INTERNAL AUDITOR (CIA) EXAMS (ENGLISH VERSION)

source: pabu.com.ua

After a series of 5 exams, here I am with the CIA title behind my name. WAIT! Five exams? There are only 3 parts of CIA exams, right? Yes. But here I am with the dramatic success and failure stories you can learn from before taking CIA exams :)

TIPS UJIAN CERTIFIED INTERNAL AUDITOR (CIA) (INDONESIAN VERSION)

 

source: pabu.com.ua

Setelah rentetan 5 ujian, saya akhirnya memiliki gelar CIA di belakang nama saya. WAIT! Lima ujian? Hanya ada 3 bagian dalam ujian CIA bukan? Ya. Tetapi saya di sini dengan kisah kesuksesan dan kegagalan dramatis yang dapat menjadi bahan pembelajaran bagi siapapun sebelum mengambil ujian CIA :)

APA YANG SAYA PELAJARI DARI LOMBA BACA PUISI HORI KE-74

source: pinterest.com
 

Hello, there! I hope you all are healthy and sane :)

Sudah lama rasanya ingin bercerita soal dunia membaca puisi tetapi saya baru sempat menuliskannya sekarang. Jadi ceritanya beberapa waktu yang lalu saya mengikuti Lomba Baca Puisi dalam rangka Peringatan Hari Oeang Republik Indonesia ke-74. Saat itu, sebenarnya saya sedang tenggelam mengurusi kegiatan Kompetisi Data Analytics Kemenkeu (di mana saya ditunjuk untuk menjadi project manager acaranya). Kompetisi itu menguras hampir seluruh waktu dan tenaga saya sehingga saya awalnya tidak berpikir untuk mengikuti lomba bidang yang telah saya pelajari sejak SMP itu. Tetapi di suatu malam, tiba-tiba saya berpikir: kira-kira saya bakal nyesel nggak ya ini berlalu begitu saja?

THIS TOO IS ALLAH’S DECISION

(For Bahasa version, please scroll down. | Versi bahasa Indonesia tersedia di bawah.)

source: weheartit.com

Manifesting “amor fati” (love of fate): an attitude in which one sees everything that happens in one’s life, including suffering and loss, as good or, at the very least, necessary1.

 

“O, Ibrahim! Where are you going leaving us (Hajar and Ismail) on this valley where none and nothing seen?” Hajar repeated her question as Ibrahim didn’t look back at her. “Has Allah ordered you to do so?” Hajar finally changed her question. 


Ibrahim, without turning his body, nodded.

 

“Then He (Allah) will not neglect us.” She said.

 

Many days ago, I suddenly remember a piece of story where Ibrahim AS left Hajar and his son, Ismail, behind in a deserted valley. It was grievous for both Ibrahim and his wife but the two earnestly believed in Allah’s decree. Ibrahim steadily continued his steps away and Hajar serenely stayed. Whenever I feel down, I tend to think that Allah neglects me (seriously I know He doesn’t but there are days where my mind gets blurry because of the adversity I go through. Pardon me, Allah). And what made me feel that somebody slapped my face is that story above-mentioned: Allah will not neglect me. Allah will never abandon his servants. (A similar story is around the Hudaibiyyah Treaty where Prophet Muhammad PBUH said: "I’m the messenger of Allah and He will never neglect me forever").

 

This particular family has taught me to have full confidence in Allah’s will. And by full confidence I mean, even when the order to slaughter Ismail came, both the dad and son instantly nodded. Even though they couldn’t decipher the meaning behind the command, they weren't in doubt about obediently doing it. It feels so unnatural to see humans wholeheartedly give in to whatever fate befalls but this family is exemplary. They served as an example of the peace of mind to every predestination. Not because it didn’t torture their hearts but they had faith in His wisdom to put them in such a situation. They were at ease because they knew for whatever happened in this universe, The Wisest One decided it for them.

 

In the philosophy world, we know the term “amor fati” and Islam has “ridho (be pleased) to Allah’s will”. Those two phrases exude the same vibe: feeling entirely content with fate. That even if you can choose your own fate, you still want the exact same one as what had been decided. Talking about amor fati, Friedrich Nietzs stated: that someone wants nothing to be different, not forward, not backward, not in all eternity. Someone still wants their settled fate even if they have the right to pick it by themselves. That one does not just accept Allah’s decision, he/she respects it. It’s not that they passively surrender to life (aDaily Stoic said: acceptance isn't passive), they actively love itIt’s not succumbing--it’s embracing life even if it’s not what they've dreamed. 

 

It's common knowledge that everyone wants (only) a good fate. I sincerely want it too. But life works in such an unfathomable way: there are many times life does not go our way. Sometimes good things do not happen even when we thought we deserve them. Favorable results aren’t guaranteed even after we put a lot of effort. Hard work doesn’t always be followed with success as no one can ascertain what you will get. It could be that we are so determined to move forward and still in the same place after a while. We could be kind yet life keeps bringing us down. Life inherently isn’t completely rational and fair. We can’t live peacefully if we keep wanting everything to work our way. So, after putting in our best effort and pray, let Allah handle the rest.

 

And also, rest assured that even though some things won’t work our way, some won’t be disloyal to us. Cherish both :)

 

We all know that the practice of loving fate isn’t a walk in the park. I know it sounds so unrealistic to smile at everything in life. But the pains, the failures, the sadness, the tears, the bruises—we can appreciate instead of hate them. I’m not saying that we can easily love those “seemingly” (as we don’t know, maybe what we thought is bad is actually good and vice versa) negative things but we can try. Please give it a try. You know why? Because that way, we can focus on the good things that exist in our days. Because that way, our hearts would feel tranquil as we know that everything happens, maybe it's meant to happen for our good, so we should embrace them warmly. And ultimately, because we know this too is a decision of The One Who Loves You. This too is Allah’s decision. He will never neglect us.


-----


INI JUGA ADALAH KETETAPAN ALLAH


Mewujudkan "amor fati" (cinta terhadap takdir): sikap di mana seseorang melihat segala sesuatu yang terjadi dalam hidupnya, termasuk penderitaan dan kehilangan, sebagai hal yang baik atau setidaknya diperlukan1.

 

"Oh, Ibrahim! Ke mana kamu akan pergi meninggalkan kami (Hajar dan Ismail) di lembah yang tidak ada seseorang dan sesuatu pun terlihat?” Hajar mengulangi pertanyaannya karena Ibrahim tidak kunjung melihat ke arahnya. “Apakah Allah telah memerintahkanmu untuk melakukan ini?” Hajar akhirnya mengubah pertanyaannya

 

Ibrahim, tanpa menoleh, mengangguk.

 

"Maka Dia (Allah) tidak akan menelantarkan kami." Hajar berkata.

 

Beberapa hari yang lalu, saya tiba-tiba teringat potongan kisah di mana Ibrahim AS meninggalkan Hajar dan putranya, Ismail, di lembah terpencil. Hal tersebut menelangsakan Ibrahim dan istrinya tetapi keduanya sepenuhnya percaya pada ketetapan Allah. Ibrahim dengan mantap melanjutkan langkahnya dan Hajar dengan tenang bertahan. Setiap kali merasa sedih, saya cenderung berpikir bahwa Allah menelantarkan saya (saya tahu Dia tidak akan melakukannya tetapi ada hari di mana pikiran menjadi kabur sebab kesulitan yang saya alami. Maafkan saya, Allah). Dan yang membuat saya merasa seseorang menampar wajah saya adalah cerita di atas: Allah tidak akan menelantarkanku. Allah tidak akan pernah meninggalkan hamba-Nya. (cerita serupa ada di saat Perjanjian Hudaibiyyah di mana Nabi Muhammad SAW berkata: "Saya utusan Allah dan Dia tidak akan pernah menyia-nyiakan saya selamanya").

 

Keluarga ini mengajari saya untuk memiliki keyakinan utuh pada kehendak Allah. Dan yang dimaksud kepercayaan penuh tersebut adalah bahkan ketika perintah untuk menyembelih Ismail datang, ayah dan anak itu langsung mengangguk. Meskipun mereka tidak memahami arti di balik perintah itu, tidak ada keraguan untuk melakukannya dengan patuh. Rasanya tidak wajar bukan melihat manusia dengan sepenuh hati menyerah pada nasib apa pun yang menimpa tetapi keluarga ini adalah teladan. Mereka menjadi contoh pikiran yang damai menerima setiap suratan. Bukan karena takdir tidak menyiksa hati tetapi mereka mengimani kebijaksanaan-Nya untuk menempatkan mereka dalam setiap situasi. Mereka merasa nyaman mengetahui apa pun yang terjadi di alam semesta, Dzat yang Mahabijak yang memutuskannya untuk mereka.

 

Dalam dunia filsafat, kita mengenal istilah "amor fati" dan Islam memiliki "ridho (senang) atas kehendak Allah". Kedua frasa itu memancarkan aura yang sama: merasa sepenuhnya puas dengan takdir. Bahwa meskipun kita dapat memilih nasib sendiri, kita tetap menginginkan yang sama persis seperti yang telah diputuskan. Berbicara tentang amor fati, Friedrich Nietzs menyatakan: bahwa seseorang tidak ingin ada yang berbeda, tidak ke depan, tidak ke belakang, tidak selamanya. Seseorang masih menginginkan suratan yang telah ditentukan seandainya pun memiliki hak untuk menentukannya sendiri. Seseorang tidak hanya menerima keputusan Allah, dia juga menghormatinya. Bukan pasif menyerah pada kehidupan (seperti yang dikatakan Daily Stoic: penerimaan tidaklah pasif) tetapi mereka secara aktif menyukainya. Bukan pasrah tetapi merangkul kehidupan bahkan sekalipun bukan yang mereka inginkan.

 

Sudah menjadi rahasia umum bahwa setiap orang menginginkan (hanya) nasib baik. Saya juga sungguh-sungguh menginginkannya. Tetapi hidup bekerja dengan cara yang tak terduga: ada banyak masa kehidupan tidak berjalan sesuai keinginan kita. Terkadang hal-hal baik tidak terjadi bahkan ketika kita pikir kita pantas mendapatkannya. Hasil yang menyenangkan tidak terjamin bahkan setelah kita berusaha keras. Bekerja keras tidak selalu diikuti dengan kesuksesan karena tidak ada yang bisa memastikan apa yang akan kita dapatkan. Bisa jadi kita begitu bertekad untuk maju dan tetap di tempat yang sama setelah beberapa saat. Bisa jadi kita sudah berusaha menjadi baik tetapi hidup terus-menerus melempar kesulitan-kesulitan pada kita. Hidup pada dasarnya tidak sepenuhnya rasional dan adil. Kita tidak bisa hidup dengan tenang jika kita terus menginginkan semuanya berjalan sesuai keinginan kita. Jadi, setelah berusaha dan berdoa semaksimal mungkin, biarkan Allah yang menanganinya.

 

Dan juga, yakinlah bahwa meskipun beberapa hal tidak berjalan sesuai keinginan, beberapa tidak mengkhianati kita. Hargai keduanya :)

 

Kita semua tahu bahwa praktik mencintai takdir bukanlah ibarat berjalan-jalan di taman. Saya tahu sangat tidak realistis rasanya tersenyum pada segala hal dalam hidup. Namun, rasa sakit, kegagalan, kesedihan, air mata, luka— kita bisa menghargai alih-alih membencinya. Saya tidak mengatakan bahwa kita dapat dengan mudah mencintai hal-hal yang "tampaknya" (kita tidak tahu, mungkin apa yang kita anggap buruk sebenarnya baik dan sebaliknya) negatif tetapi kita bisa mencoba. Mari mencoba. Mengapa? Karena dengan begitu, kita bisa berfokus pada hal-hal baik yang ada di hari-hari kita. Sebab dengan demikian, hati kita akan merasa damai mengetahui bahwa atas segala sesuatu, mungkin itu terjadi untuk kebaikan kita, sehingga kita bisa memeluknya erat. Dan tentunya, karena kita tahu ini juga adalah keputusan dari Dzat Yang Mencintaimu. Ini juga adalah keputusan Allah. Dia tidak akan pernah menelantarkan kita.

 -------

1wikipedia.com

 


Perempuan yang Membenci Laut

source: giphy.com


Aku membenci laut

Barangkali sebab berkeinginan kau sudah di tepinya menyambut

Dengan kembang api yang diam-diam kausulut

Debur ombak yang kalah ribut ketimbang denyut

Jantungmu yang kibang-kibut beserta bersimpuhnya lutut

 

TUJUH TIPS MENULIS ESAI

source: pinterest.com

Beberapa waktu yang lalu, Abdi Muda Negara (ANM) meminta saya berbagi 7 tips menulis esai. Komunitas itu sedang menyelenggarakan lomba menulis esai dan kebetulan saya menjadi salah satu jurinya. Berhubung sekalian menuliskannya, saya kepikiran untuk membuatnya menjadi tulisan di blog. Siapa tau di antara teman-teman sekalian ada yang penasaran apa sih tips menulis esai ala iim (I bet none except ANM asked for this but let me just do it. Haha). 

TETAPI SIAPA BETA UNTUK MENULIS PERIHAL CINTA

source: tenor.com


 Laksana peminta-minta nan nista

Tersita, terlunta-lunta di Jakarta

Mengudeta derita agar tak terlampau nyata

Di pusaran gegap gempita ibukota

Yang berpesta, dengan setumpuk harta

MANAJEMEN KELANGSUNGAN BISNIS: DUA MISKONSEPSI TERBESAR


source: Romolo Tavani - stockadobe.com

(Rasanya cukup lama saya tidak mempublikasikan tulisan dengan kategori IT dan akhirnya saya kembali menuliskannya. Anyway, saya sepertinya perlu memberi disclaimer bahwa tulisan-tulisan tentang TI di blog ini tidak akan bercerita tentang TI secara teknis tetapi serba-serbi semacam perjuangan saya yang bukan lulusan TI tapi bernapas di dunia TI, apa yang saya pelajari dari TI, dsb. Hehe.). So here we go, saya akan bercerita tentang sebuah disiplin ilmu yang sedang popular sekali akhir-akhir ini: business continuity management (BCM).  Di era pandemi ini, banyak sekali organisasi yang akhirnya menyadari peran penting menyiapkan rencana kelangsungan bisnis (selanjutnya disebut BCP—business continuity planning) dari yang semula berpikir “ah ngapain sih ngeluarin uang buat bikin perencanaan menghadapi bencana di organisasi kita. Kalaupun terjadi petaka, we’re gonna naturally find a way to survive kok.”

THE SECOND WIND

source: kera.org

Sat in a restaurant with low voices of people conversing in the back, I scrolled through her Instagram only to find that she was still the same—so was my heart. The way she never holds back her smile, naturally poses whenever a photo is taken—nothing changed from the old days. It bothered me that she didn’t text me even when it was almost the appointment time so I put my phone down. I needed to do something, which ended up being, washing my hand, to calm my frantic heart down. I was afraid that nervousness is all over my face. Would she come? She wasn’t the type of person who comes late so here I was half regretting myself not only for asking her to meet me, for the lame reason “hey I will be in your town how about a meetup?”, but also for being confident that she would certainly show herself up. It started because I jumped at the opportunity when I stumbled upon her Instagram 2 weeks ago. Now realizing that she had all the choices and canceling the meeting last minute was also an option for her knocked down my optimism.

APIP DAN TATA KELOLA DATA

source: scalegrid.io
(Ditampilkan ulang dari situs Itjen Kemenkeu dan dimuat di Majalah Auditoria Edisi 64)


Kegaduhan yang Mengaduh

Berita yang tersuguh di layar kaca akhir-akhir ini berkisar antara perjuangan untuk sembuh, rumah sakit yang penuh, sebagian masyarakat yang tidak patuh, sebagian lainnya mengeluh, perusahaan yang silih berganti rubuh, dan upaya menjaga ekonomi agar tidak lusuh. Di tahun 2020 ini, dunia ibarat dikepung oleh sebuah musuh. Terhadapnya, kita tidak sempat membela diri apalagi misuh-misuh. Semua terjadi dalam sekelebat seperti pasukan yang datang dengan derap gemuruh entah dari arah mana di waktu subuh. Kehidupan yang semula berjalan biasa saja tiba-tiba menjelma begitu riuh. Ekonomi tidak bertumbuh, para penghuni rumah yang mulai merasa jenuh, teriakan para buruh, pasien yang keadaannya rapuh, tenaga kesehatan yang menjerit bahwa perlindungan pun mereka butuh: semuanya bersatu padu menjadi kegaduhan yang mengaduh.


MAAFKAN SAYA, MENULIS

image source: theodisseyonline.com


Saya baru saja mengikuti kompetisi menulis opini yang dibuka untuk seluruh APIP di Indonesia. Artikel berjudul “APIP dan Tata Kelola Data” saya kirimkan untuk mengikuti kompetisi yang diadakan dalam rangka HUT ke-54 Itjen Kemenkeu itu. Saya mengerjakan artikel itu dengan cukup ngebut—sekitar setengah hari saja, itupun di hari terakhir (dasar deadliner!). Lalu saya memaksakan diri mengirimkannya agar bisa memindahkan perhatian saya kepada pekerjaan. (You know the constant dissatisfaction of what you write and think that you might be able to make it better when actually even after countless times of re-reading, only insignificant minor revisions happened? Hihi. That’s why for many cases I chose to send them before the greedy self of mine overtake me).

MY LIFE AS A REPORTER: MEETING FEBRI DIANSYAH

Mendengar kabar bahwa Mas Febri Diansyah memutuskan mundur dari KPK adalah bukan hal yang baik untuk membuka pagi. Sebuah pesan whatsapp dari mantan Pemred Auditoria menyapa saya, “Febri Diansyah mundur, im” yang sontak membuat saya membeku beberapa detik. Saya tidak akan membicarakan pandangan saya akan mundurnya sosok jubir komisi antirasuah itu sebab sudah banyak yang membahasnya dan secara prinsip, saya setuju dengan opini yang beredar. It’s so heartbreaking that I don’t want to hear or talk about it actually.

APA YANG SAYA PELAJARI DARI JUNGHWAN: KEINGINAN UNTUK MEMBERIKAN LEBIH BANYAK USAHA UNTUK SESUATU

via muthia-maharani.blogspot.com

(Tulisan ini adalah versi bahasa Indonesia dari tulisan saya sebelumnya: What I Learned from Junghwan: The Wish to Put More Effort into Something)

Jika kalian sudah menonton Reply 1988, siapa yang kamu dukung?
Adakah #teamJunghwan di sini?

Annyeonghaseyo! (Oke biarkan saya menyapa dalam bahasa Korea. ㅋㅋㅋ). Saya kembali dengan tulisan tentang Junghwan, karakter fiksi yang dibuat oleh Lee Woo Jung, lagi dan lagi tanpa tahu malu. Hehe. Jika kalian belum menyadarinya, saya bisikkan sesuatu ya: saya sangat menyukai Reply 1988 (dan salah satu alasan klasik yang saya sebutkan adalah karakter second male lead-nya: Kim Junghwan). Jadi maafkan saya menulis lagi cerita yang berpusat pada Junghwan karena saya tidak bisa tidak melakukannya. Anyway, jika kalian belum membaca tulisan saya tentang Junghwan sebelumnya, kamu bisa membacanya di sini.

WHAT I LEARNED FROM JUNGHWAN: THE WISH TO PUT MORE EFFORT INTO SOMETHING

via muthia-maharani.blogspot.com
If you have watched Reply 1988, who are you rooting for? #teamJunghwan anyone?


Annyeonghaseyo! (Okay okay let me greet you in Korean. ㅋㅋㅋ). I come back with another post of Junghwan, a fictional character created by Lee Woo Jung, again and again shamelessly. LoL. If you aren’t aware of this, lemme tell you something: I intensely adore Reply 1988 (and one of the reasons which kept being mentioned is its second male lead character: Kim Junghwan). So pardon me to write another Junghwan-centered story since I can’t help it. Anyway, in case you haven’t read the first part, kindly read it here.

KAWI

PART 12: MY HEART NEVER CHANGE
source: tumblr.com
(Raya’s POV)

Aku baru saja selesai meeting konsep buku salah satu penulis baru yang akan diorbitkan oleh penerbitan tempatku bekerja ketika sebuah pesan muncul di layarku. Panitia acara lustrum mengirimkan tautan untuk mengunduh foto-foto bedah buku yang diselenggarakan di lustrum ke-12 sekolah kami. Aku membuka tautan tersebut untuk kemudian terseret begitu saja dalam ingatan tentang hari itu, hari di mana aku kembali berbicara dengan Ardhana.

















"Let the thoughts get out of mind
Let fate take care of life
Let deep memories become numb
Let the tears flow."


KAWI

PART 11: THE UNSAID
source: tumblr.com
(Ardhana’s POV)

“Raya Gauri ngejawab telpon gue barusan.” Mas Dirga, produser acara radio yang kupandu menghampiriku yang sedang merapikan script siaran. Seolah tidak ingin mendengar kabar selanjutnya, aku mengetuk-ngetukkan jari telunjukku ke meja.

“Dia mau jadi bintang tamu. Siap-siap ya, Dhan, buat minggu depan.” Dia menepuk bahuku.

SEPOTONG KISAH PEMILIK USAHA KUE

image source: pixabay.com
Beberapa waktu yang lalu, saya sempat ngobrol dengan seorang teman yang baru memulai usaha menjual kue. Sembari mencicipi garlic bread Korea (yang katanya sedang sangat popular itu) yang ditawarkannya, saya bertanya mengenai bidang yang baru ditekuninya itu. Di masa pandemi ini, berjualan makanan seperti kue lebih mudah ketimbang berjualan barang-barang. Itulah alasan dia memulai bisnis kecilnya berjualan kue yang dipasarkan melalui media sosial itu.

MY AUDITORIAL DEBUT

(Even though Auditoria is a big part of my writing journey, especially the journalistic one, I barely shared the story of me and that magazine. Here I come revealing my first story with the magazine published by Itjen Kemenkeu.

Ps: You can read the full version of the magazine here).

DI BALIK LAYAR SURAT DARI IBU

source: instagram.com/thewidodo

Ramadhan kali ini jelas berbeda. Tidak ada lagi sudut pikiran yang berjingkatan merencanakan kepulangan ke kampung halaman di penghujungnya. Tidak lagi sama persuaan penuh kasih dengan sanak saudara dan handai taulan di tanggal 1 bulan selanjutnya. Bahwa tidak mengunjungi rumah, berdiam di perantauan, dan menahan sesak yang membanjiri dada adalah bentuk cinta setulus-tulusnya saat ini.  Itjen Kemenkeu ingin menepuk-nepuk bahu semua orang yang sedang mengarungi masa sulit itu dengan persembahan puisi berjudul “Surat dari Ibu” ini. Kami tahu air mata yang menggantung di sudut mata. Kami memahami kerinduan yang belum dapat terjawab dengan perjumpaan. Kami ikut merasakan masa di mana beban menjadi begitu sarat ditanggung batin.

KAWI

PART 10: BAHKAN JIKA AKU HARUS MENGABARI SEISI DUNIA, AKU TAK AKAN MENGABARIMU
source: tumblr.com
(Ardhan’s POV)

“Tadi kita sudah sedikit bahas soal buku ‘Perempuan’ karya Mas Ardhana. Nah kalau buku yang ini viral banget ya. Siapa coba yang belum denger soal buku ini,” sang moderator memamerkan buku karya Raya di genggamannya. “Kita tanya langsung ke penulisnya ya. Dari judulnya saja sangat menarik ya Mbak Raya: Bahkan Jika Aku Harus Mengabari Seisi Dunia, Aku Tak Akan Mengabarimu. Boleh diceritakan nggak maksudnya apa?”

KAWI

PART 9: SALAH SATU PEKERJAAN TERSULIT DI DUNIA ADALAH MEMAHAMI PEREMPUAN
source: tumblr.com

(Ardhana’s POV)
Suara langkah seseorang mendekat ruang tunggu menghentikan gerakan tanganku yang tengah mengetik. Aku tidak bisa tidak mengenali cara seseorang berjalan terlebih karena di masa lalu aku sering bersamanya termasuk menunggu langkah kaki itu mendekat yang mau tak mau membuatku menghafalnya. Berkecimpung di dunia yang sama membuat pertemuan menjadi tidak terelakkan. Perempuan itu kini mengambil kursi di seberangku. Jika di pertemuan lalu, aku yang meminta panitia untuk meninggalkan kami sejenak, kali ini dia yang memintanya. Pasti ada sesuatu yang penting untuk disampaikan sampai perempuan ini merasa perlu memulai percakapan denganku terlebih dahulu.

KAWI

PART 8: TERIMA KASIH
source: tumblr.com
(2018)
(Raya’s POV)

Aku sedang hendak menutup pintu apartemen Ardhana seusai kami bertengkar ketika gerakan cepat tangannya tiba-tiba menahan pintu itu.

“Sebelum besok aku ke stasiun, aku mau tanya sesuatu, Ya. Siapa yang lebih pengen kamu pertahanin, aku atau Kang Raka? Karena mungkin kamu akan benar-benar kehilangan salah satunya besok.” Ardhana yang selalu berbicara dengan percaya diri kini terdengar sama sekali tidak percaya diri. Senyum patahnya mengiris batinku hingga jatuh berkeping-keping. “Aku udah tahu jawabannya tapi tolong ucapin lagi supaya langkahku lebih ringan,” dia tersenyum satire.

KAWI

PART 7:  DO YOU KNOW WHAT’S SO UNFAIR ABOUT THIS?
source: tumblr.com
(Ardhan’s POV)

“Adan,” suara seseorang yang sangat kukenal mengetuk pintu apartemen yang kusewa. Jantungku berdenyut cepat tidak hanya karena tidak meyakini akan kembali mendengar suaranya memanggil namaku tetapi juga sebab aku tidak siap untuk menemuinya tanpa berkeinginan berterus terang.



Break kita udah selesai, Ya?” aku berusaha terdengar setenang mungkin meski darahku berloncatan melihatnya lagi setelah sekian lama merasa seperti orang yang paling dia hindari.

TUESDAYS WITH MORRIE (A SUMMARY)

The review in the most straightforward manner: "A book that made me ugly cried"
source: bookbarista.nl
Saya baru saja rampung membaca buku “Tuesday with Morrie: an old man, a young man, and life’s greatest lesson”. Memoir yang ditulis oleh Mitch Albom, seorang jurnalis dan penulis, itu disebutnya sebagai “tesis terakhir”-nya bersama Profesor Morris Schwartz yang membimbingnya semasa kuliah. Enam belas tahun tidak pernah bertukar kabar pasca kelulusannnya, Mitch melihat sang profesor muncul di acara TV Nightline membahas penyakit yang dideritanya, ALS (amyotrophic lateral sclerosis). Acara yang membuatnya menyadari bahwa profesor favoritnya tidak memiliki banyak waktu tersisa itu memutar kembali ingatan Mitch akan kebersamaan mereka. Tatkala duduk di bangku kuliah, hampir semua pertemuannya dengan pria yang dipanggilnya “coach” itu terjadi di hari selasa. Kini, dia pun mengunjungi Morrie setiap hari selasa untuk berbicara dengannya: rangkaian pertemuan yang sarat pesan tentang kehidupan.

Videos

Jakarta, Indonesia

SEND ME A MESSAGE