-->

Hello, this is me!

Nur Imroatun Sholihat

Your friend in learning IT audit Digital transformation advocate a-pat-on-your-shoulder storyteller

About me

Hello

I'mNur Imroatun Sholihat

IT Auditor and Storyteller

So I heard you are curious about IT and/or auditing. I'm your go-to buddy in this exciting journey. My typical professional life consists of performing (and studying!) IT audit and managing the award-winning magazine, Auditoria. Armed with a Master's in Digital Transformation from UNSW Sydney, I'm currently wearing multiple hats—ambassador at IIA Indonesia's Young Leader Community, mentor at ISACA Global, Head of Public Relations at MoF-Cybersecurity Community, and trainer at IIA Indonesia. You'll also find me sharing insights on my YouTube channel, speaking at seminars, and crafting content on LinkedIn. Let's connect and dive into the world of IT and auditing together!

Blog

Showing posts with label fiksi. Show all posts
Showing posts with label fiksi. Show all posts

BLUE


Kita tidak pernah benar-benar mengerti biru sebelum jiwa terlunturi warnanya. Malam dingin disesaki gemuruh gurauan nan dengan sinisnya asyik sendiri. Segenap suara berhamoni untuk meledek kita yang tengah dirundung kesepian. Malam itu tidak dingin, kulit kita yang terlucuti selimutnya. Malam tidaklah sunyi kecuali kita tertidur dan tersesat dalam mimpi kesendirian yang mendera. Pasti ada yang keliru dengan hati yang meneriakkan sunyi sementara kegaduhan meraung-raung.

RESIDU MEMORI

Sanggupkah manusia melepaskan sandaran batin tanpa sedikit pun berduka karenanya?
Kami dipertemukan oleh sebuah perkumpulan. Jiwaku tergetar semenjak baru mendengar susunan huruf namanya saja. Dia adalah kembang gula di sela percakapan siapa pun. Maka sebelum kami bersua aku menerka hatinya nan semanis karamel. Keinginan berdiri di hari perkenalan membuncah. Anehnya pintalan waktu bergulir begitu cepat dan tibalah masa kami bersisihan. Meskipun telah sibuk mempersiapkan diri guna hari perjumpaan, di hadapannya aku seolah tidak siap sama sekali.

MENYADUR TUBUHMU

Bolehkah aku menyadur sedikit demi sedikit tubuhmu menjelma puisiku?
Aku mendengar kisah tentangmu dari seorang sahabat. Lazimnya mustahil berhasrat lebih dari sekadar berkawan dengan seseorang yang hanya dikenal melalui telinga. Tetapi aku terperangkap teka-teki dan perjudian mengenai perwujudanmu. Aku menggubah imajinasi tentang mata, senyum, jemari, batin, paru-paru, hingga telapak kakimu ke dalam huruf. Bila kita bersua, apakah kenyataan akan meluruhkan larik-larik yang ku rangkai untuk menyusun tubuhmu?

DUA

Dua: invocation, an act of supplication. The term is derived from an Arabic word meaning to ‘call out’ or to ‘summon’ (Wikipedia)
Setiap orang memiliki cara mendeskripsikan seseorang nan memesona--aku dengan angka dua.

Aku ingat masa di mana kau melempar kedua tanganmu di udara. Di hari itu aku belum tahu siapa dirimu tetapi papan pengumuman melantarkan takdir kita berada di sekolah yang sama. Kau begitu girang namamu tertera di sana—karenamu aku turut terselubungi rasa serupa. Firasatku berbisik kita akan kerap berpapasan atau setidaknya aku hendak menyulap seolah kita tak sengaja bersua.

DARAH


Hujan adalah tetes-tetes darah menghantam lantai serambi jantung
Rongga-rongga membanjir
:Tanpa pori-pori
Berkeliling dari serambi lalu kembali
Ke serambi atau bilik-Mu
Aku setitik darah terpompa
Mengitari persinggahan panjang
Dalam kecepatan dan percepatan yang dirahasiakan
Lantas pulang menuju keabadian

PADA AKHIRNYA AKU AKAN MENEMUKANMU

Ku rahasiakan sesuatu yang terus berdebur di pikiranku: pada akhirnya aku akan menemukanmu. Di sela ilalang yang hendak menutup jalanku, aku terus melangkah. Mereka bertanda tanya tentang sesuatu yang menyulap kakiku terlampau ringan. Mereka menggeleng-geleng dan aku melanjutkan pencarian.

Ku pendam alasan kakiku ringan: menuju ke arahmu.

REUNI

Kau datang ke acara reuni juga? Rasanya telah lama kita tak bersua.

Izinkan aku menoleh ke masa lalu sebentar. Ada masa di mana kita senangtiasa menggambar benda tiga dimensi di buku gambar kita. Kita terlampau girang melukis seolah benda yang kita torehkan akan melompat keluar dari buku gambar. Maka kita pun menggores pensil membentuk rupa barang yang kita angankan. Suatu hari seperti kebetulan aku menggambar sepatu lari dan kau menggambar rumah.

UNSURE

I haven't acquainted this sort of feeling before
Every time that ordinary man passes by
I hardly ignore his existence
So tell me how to handle the crush

KERETA

Sejauh pulang
Aku adalah sesosok wanita yang terhenyak mendengar telepon girang lelaki kepada istri dan anaknya
Membenteng perih

SEE YOU TOMORROW


Sebelum cahaya mentari mengajak bergegas
Aku telah berdansa dengan cermin
Musik yang tak terdengar siapa pun
Bunyi khayal berjingkatan di pikiran

JALANAN

Sorot bola matanya ke arahku girang. Bias matanya menyelam ke dalam hatiku lalu merobek dindingnya. Genggam kuat tangannya dilepasnya dari pundakku beriring langkahnya hilang dari pandangan. Bus yang ditumpanginya berlari menjauh. Tak sempat aku menceritakan pertahanan agar dia tak menyadari ketakutanku. Bahasanya kepadaku seperti sandi yang mustahil diterjemahkan. Seperti kini, dia mencabik pelan hatiku dengan tatapan gembiranya. Mengapa dia selalu begitu riang berperang dengan pemerintah?

NYALA

Adalah hal yang tidak lazim; buku-buku yang kau baca berubah menjadi buku yang tampak sangat berkelas. Bola matamu menelusuri larik-lariknya tanpa teralihkan adalah buktinya. Apakah lagu yang berputar di balik earphone-mu? Jika dapat aku ingin mencatat judulnya untuk ku dengar. Setiap detail kata yang kau ucap seolah adalah cuplikan buku atau penggalan puisi. Katakan padaku hal-hal yang kau sukai, aku ingin membuntutinya.

PERPUSTAKAAN

Suatu saat, kita akan membangun perpustakaan kecil bersama. Di ruang sederhana itu bukumu dan bukuku bersisihan. Di masa depan, kemejamu akan berdampingan dengan bajuku dalam lemari yang sebangun. Sepatu-sepatumu akan ada di rak yang sewujud bersama sepatuku. Dan mimpi-mimpimu akan ada di laci serupa dengan mimpiku. Sungguh, aku ingin menjadi rumah untukmu. Aku ingin menata buku-buku di perpustakaan itu.

KETIKA KU BUKA JENDELA KACA (2)


Kamarku kini riuh tanpa
Jendelanya terbuka
Hiruk pikuk lalu lintas yang berperang
Gaduh menabrak kacaku
Aku tak bisa tertidur bersama gemuruh itu

ORANG BILANG DENGAN MENULIS PUISI AKU

Orang bilang dengan menulis puisi aku
Berujar lebih banyak dari deretan huruf
Tapi terbengkalai paduan kata
Terkaburkan hasrat yang hendak ku utarakan
Maka aku pun berhenti menulis sajak

SETAPAK

Ketika aku di ambang putus asa, kau melintasi jalan setapakku begitu saja. Daun kering enggan berjingkat memeluk tanah. Rumput hijau mengawal langkah perlahan telapak kakimu. Kebas batin membenteng kaki yang hendak berlompatan ke arahmu. Sementara kaki-kaki langit menggulung diri, menyisakan ruang hanya di jalan setapak ini. Langkahmu meniadakan spasi. Kita berpapasan di hari ke-547 sejak doaku terucap.

NEGASI

Kau senangtiasa melintas dengan laku yang serupa seolah aku hanyalah satu dari ribuan kawanmu. Acap kali kau tak sadar aku di sini atau tidak kiranya tak acuh keberadaanku sama sekali. Tetapi, apa yang bisa ku lakukan padamu yang tidak memikirkanku sama sekali?

MINGGU PAGI

Sunday morning was the same until you left.
Minggu pagi selalu berarti menantimu tiba di depan rumahku sembari mengibarkan senyum tenang itu. Karena senyum khas milikmu, aku tak sabar menunggumu benar-benar berada di teras rumah. Sedari pagi aku merasa awan sangat putih dan langit begitu biru. Kakiku berjingkat gembira setiap kali masa ini tiba. Dan seperti pertama kali jatuh hati, aku membuatmu menunggu beberapa menit untuk mempraktikkan bagaimana aku akan menyapamu.

Tak seperti biasanya, kali ini matamu teramat binar. Kau beranjak dari kursi, menyapaku, tetapi tak kemudian melangkah. Kau kembali duduk usai melihatku merapikan langkah agar tak tampak terlalu girang. Bukankah seharusnya kita berjalan-jalan? Kau berujar kali ini ingin bercerita saja tentang seseorang yang selama ini kau jaga dalam sanubari. Sejujurnya ku sangka kau telah menghapusnya dari pikiranmu setelah bertahun-tahun berlalu. Kau berpendar terang ketika berucap telah berhasil mengumpulkan segenap keberanian untuk menghampirinya. Kau mengajakku berhenti bersama-sama di waktu yang paling ku tunggu dalam seminggu itu.

TAKUT

Ombak fasih bergulung-gulung
Meledekku yang tak melangkah ke arahmu
Deburannya hendak menyeretku berlayar
Menghampiri tempat dekat dengan jarak yang jauh: kau

Pasir yang melekat di telapak kakiku
Menjelma roda menyeretku ke hadapmu
Aku menahan putarannya
Ragu jenis rasa apa yang ingin terucap

INSOMNIA (5)

Adakah yang lebih terjaga di malam hari
Dari batin kesepian yang tak pernah senyap
Bunyi paling gaduh adalah akapela dalam pikiran
Hanya aku mendengar

Videos

Jakarta, Indonesia

SEND ME A MESSAGE