Kita tidak pernah benar-benar
mengerti biru sebelum jiwa terlunturi warnanya. Malam dingin disesaki gemuruh
gurauan nan dengan sinisnya asyik sendiri. Segenap suara berhamoni untuk
meledek kita yang tengah dirundung kesepian. Malam itu tidak dingin, kulit kita
yang terlucuti selimutnya. Malam tidaklah sunyi kecuali kita tertidur dan
tersesat dalam mimpi kesendirian yang mendera. Pasti ada yang keliru dengan
hati yang meneriakkan sunyi sementara kegaduhan meraung-raung.
Showing posts with label fiksi. Show all posts
Showing posts with label fiksi. Show all posts
Sanggupkah manusia melepaskan sandaran batin tanpa sedikit pun berduka karenanya?
Kami dipertemukan oleh sebuah perkumpulan. Jiwaku tergetar semenjak
baru mendengar susunan huruf namanya saja. Dia adalah kembang gula di sela percakapan siapa pun. Maka sebelum kami bersua aku menerka hatinya nan semanis karamel. Keinginan berdiri di hari perkenalan membuncah. Anehnya pintalan waktu bergulir begitu cepat
dan tibalah masa kami bersisihan. Meskipun
telah sibuk mempersiapkan diri guna hari perjumpaan, di hadapannya aku seolah
tidak siap sama sekali.
RESIDU MEMORI
Nur Imroatun Sholihat
July 12, 2014
Bolehkah aku menyadur sedikit demi sedikit tubuhmu menjelma puisiku?
Aku mendengar kisah tentangmu dari
seorang sahabat. Lazimnya mustahil berhasrat lebih dari sekadar berkawan dengan seseorang yang
hanya dikenal
melalui telinga. Tetapi aku terperangkap teka-teki dan perjudian mengenai perwujudanmu. Aku menggubah imajinasi tentang mata, senyum,
jemari, batin, paru-paru, hingga telapak kakimu ke dalam huruf. Bila kita bersua, apakah kenyataan akan meluruhkan larik-larik yang ku rangkai untuk menyusun tubuhmu?
MENYADUR TUBUHMU
Nur Imroatun Sholihat
June 29, 2014
Dua: invocation, an act of supplication. The term is derived from an Arabic word meaning to ‘call out’ or to ‘summon’ (Wikipedia)
Aku ingat masa di mana kau melempar
kedua tanganmu di udara. Di hari itu aku belum tahu siapa dirimu tetapi papan
pengumuman melantarkan takdir kita berada di sekolah yang sama. Kau begitu
girang namamu tertera di sana—karenamu aku turut terselubungi rasa serupa.
Firasatku berbisik kita akan kerap berpapasan atau setidaknya aku hendak
menyulap seolah kita tak sengaja bersua.
DUA
Nur Imroatun Sholihat
June 21, 2014
Hujan adalah tetes-tetes darah menghantam
lantai serambi jantung
Rongga-rongga membanjir
:Tanpa pori-pori
Berkeliling dari serambi lalu kembali
Ke serambi atau bilik-Mu
Aku setitik darah terpompa
Mengitari persinggahan panjang
Dalam kecepatan dan percepatan yang dirahasiakan
Lantas pulang menuju keabadian
DARAH
Nur Imroatun Sholihat
June 20, 2014
Ku rahasiakan sesuatu yang terus
berdebur di pikiranku: pada akhirnya aku akan menemukanmu. Di sela ilalang yang hendak menutup jalanku, aku terus melangkah. Mereka bertanda tanya
tentang sesuatu yang menyulap kakiku terlampau ringan. Mereka menggeleng-geleng
dan aku melanjutkan pencarian.
Ku pendam alasan kakiku ringan:
menuju ke arahmu.
PADA AKHIRNYA AKU AKAN MENEMUKANMU
Nur Imroatun Sholihat
June 10, 2014
Kau datang ke acara reuni juga? Rasanya
telah lama kita tak bersua.
Izinkan aku menoleh ke masa lalu
sebentar. Ada masa di mana kita senangtiasa menggambar benda tiga dimensi di
buku gambar kita. Kita terlampau girang melukis seolah benda yang kita torehkan
akan melompat keluar dari buku gambar. Maka kita pun menggores pensil
membentuk rupa barang yang kita angankan. Suatu hari seperti kebetulan aku
menggambar sepatu lari dan kau menggambar rumah.
REUNI
Nur Imroatun Sholihat
June 07, 2014
UNSURE
Nur Imroatun Sholihat
May 31, 2014
KERETA
Nur Imroatun Sholihat
May 28, 2014
SEE YOU TOMORROW
Nur Imroatun Sholihat
May 21, 2014
Sorot bola matanya ke arahku girang. Bias matanya menyelam ke dalam hatiku lalu
merobek dindingnya. Genggam kuat tangannya dilepasnya dari pundakku beriring langkahnya hilang dari pandangan. Bus
yang ditumpanginya berlari menjauh. Tak sempat aku menceritakan pertahanan agar dia tak menyadari ketakutanku. Bahasanya kepadaku seperti sandi yang mustahil diterjemahkan. Seperti kini, dia
mencabik pelan hatiku dengan tatapan gembiranya. Mengapa dia selalu begitu riang berperang
dengan pemerintah?
JALANAN
Nur Imroatun Sholihat
May 15, 2014
Adalah hal yang tidak lazim;
buku-buku yang kau baca berubah menjadi buku yang tampak sangat berkelas. Bola
matamu menelusuri larik-lariknya tanpa teralihkan adalah buktinya. Apakah lagu
yang berputar di balik earphone-mu?
Jika dapat aku ingin mencatat judulnya untuk ku dengar. Setiap detail kata yang
kau ucap seolah adalah cuplikan buku atau penggalan puisi. Katakan padaku hal-hal
yang kau sukai, aku ingin membuntutinya.
NYALA
Nur Imroatun Sholihat
May 11, 2014
Suatu saat, kita akan membangun perpustakaan kecil bersama. Di ruang sederhana itu bukumu dan bukuku bersisihan.
Di masa depan, kemejamu akan berdampingan dengan bajuku dalam lemari yang sebangun. Sepatu-sepatumu akan ada di rak
yang sewujud bersama sepatuku. Dan mimpi-mimpimu akan ada di laci serupa dengan mimpiku. Sungguh, aku ingin menjadi rumah untukmu. Aku
ingin menata buku-buku di perpustakaan itu.
PERPUSTAKAAN
Nur Imroatun Sholihat
May 03, 2014
KETIKA KU BUKA JENDELA KACA (2)
Nur Imroatun Sholihat
April 25, 2014
ORANG BILANG DENGAN MENULIS PUISI AKU
Nur Imroatun Sholihat
April 15, 2014
Ketika aku di ambang putus asa, kau
melintasi jalan setapakku begitu saja. Daun kering enggan berjingkat memeluk
tanah. Rumput hijau mengawal langkah perlahan telapak kakimu. Kebas batin
membenteng kaki yang hendak berlompatan ke arahmu. Sementara kaki-kaki langit
menggulung diri, menyisakan ruang hanya di jalan setapak ini. Langkahmu
meniadakan spasi. Kita berpapasan di hari ke-547 sejak doaku terucap.
SETAPAK
Nur Imroatun Sholihat
April 09, 2014
NEGASI
Nur Imroatun Sholihat
March 30, 2014
Sunday morning was the same until you left.
Minggu pagi selalu berarti menantimu
tiba di depan rumahku sembari mengibarkan senyum tenang itu. Karena senyum khas
milikmu, aku tak sabar menunggumu benar-benar berada di teras rumah. Sedari pagi aku merasa awan sangat putih dan langit begitu biru. Kakiku berjingkat gembira setiap kali masa ini tiba. Dan seperti pertama kali jatuh hati, aku membuatmu menunggu beberapa menit untuk
mempraktikkan bagaimana aku akan menyapamu.
Tak seperti biasanya, kali ini
matamu teramat binar. Kau beranjak dari kursi, menyapaku, tetapi tak kemudian melangkah. Kau
kembali duduk usai melihatku merapikan langkah agar tak tampak terlalu
girang. Bukankah seharusnya kita berjalan-jalan? Kau berujar kali ini ingin bercerita saja tentang seseorang yang selama
ini kau jaga dalam sanubari. Sejujurnya ku sangka kau telah menghapusnya dari pikiranmu setelah bertahun-tahun berlalu. Kau berpendar terang ketika berucap telah berhasil mengumpulkan segenap keberanian untuk
menghampirinya. Kau mengajakku berhenti bersama-sama di waktu yang paling ku tunggu dalam seminggu itu.
MINGGU PAGI
Nur Imroatun Sholihat
March 23, 2014
TAKUT
Nur Imroatun Sholihat
March 21, 2014
INSOMNIA (5)
Nur Imroatun Sholihat
March 18, 2014