source: pixabay.com |
(For bahasa version, please scroll down. | Untuk versi bahasa Indonesia terdapat di bawah.)
I don't know how long I have been standing here, outside a
restaurant somebody mentioned through a short message a week ago. I was excited
waiting for this day until I am seeing this somebody is sitting calmly after
washing his hands as if he will eat something soon. But that table is empty as
if he’s waiting for someone to sit across him. And I perfectly know he’s
waiting for me who unknowingly knocked by the reality I have denied for
so long: I always miss him. It has been years since I waited for this
opportunity but when it came in front of me, my knees trembled
frantically.
source: thehumanist.com |
Beberapa tahun
belakangan ini, rasa pegal menetap di punggung saya. Sudah seharusnya bukan saya
membawanya ke dokter untuk mengetahui penyebab dan pengobatannya? Tetapi saya,
berkebalikan dari apa yang dilihat orang-orang, adalah seseorang yang kerap
takut menghadapi kenyataan. Dari waktu ke waktu, saya sering memilih untuk
tidak tahu—simply because I’m such a coward. Saya menyimpannya
sendirian, menahannya tatkala sakitnya mendera, dan berpura-pura baik-baik
saja. Sampai beberapa waktu yang lalu saya memutuskan bahwa saya harus
memeriksakan punggung ini. Butuh waktu cukup lama untuk akhirnya benar-benar
berangkat menemui dokter, itupun setelah beberapa sahabat dekat meyakinkan
saya. Sejujurnya firasat mengatakan saya menderita sebuah kelainan yang namanya
pertama kali saya dengar di bangku sekolah dasar: skoliosis (scoliosis).
Saya ingat sekali sejak mendengarnya saya berjanji untuk memakai tas punggung,
tas selainnya sesekali saja. Dengan usaha tersebut, saya berusaha mengingkari
kemungkinan skoliosis meskipun gejala-gejala yang ada mengindikasikanya. Dan
ketika hasil rontgen menyatakan skoliosis ringan, saya yang masih tampak ceria
di rumah sakit, termenung sepanjang perjalanan pulang menyadari bahwa saya
menderita sebuah kelainan yang selama ini sudah saya usahakan pencegahannya. The realisation hit me: sometimes you tried your best but
failed.
SCOLIOSIS STORIES (PART 1): SO I HAVE A MILD SCOLIOSIS
Nur Imroatun Sholihat
March 01, 2018
So tell me, am I supposed to wait
or give up?
source: morethanablogger.com |
Aku tidak pernah tahu seberapa signifikan makna sebuah tindakan
kecil bernama mengusap punggung, sampai hari ini tiba. Kini, aku ingin
seseorang menyeka punggungku dan berkata: “Semua akan baik-baik saja. Tenang.
Aku ada di sini.”. Aku acap kali menabrakkan diri kepada realita dengan
pengharapan selalu berjaya tetapi tentu saja sering aku yang justru
patah—seperti saat ini. Tiba kala aku menyadari bahwa terkadang manusia sanggup
memikul yang besar tetapi untuk itu, kita membutuhkan dukungan kecil. Aku
terlalu sering mengabaikan kenyataan bahwa sedikit dorongan dari seseorang
sungguh aku perlukan untuk menggenapi keberanian yang susah payah kukumpulkan. Aku
ternyata tidak selalu sanggup menegakkan badanku. Aku bahkan tidak sekuat itu
untuk tidak menginginkan seseorang mengelus punggung dan menghiburku.
PUNGGUNG
Nur Imroatun Sholihat
February 21, 2018
source: londonist.com |
These four walls, will you tell me the name?
Dengan apa kita menyebut ruang di antara kita? Dibangun dengan material apa ruang itu? Berapa panjang dan lebarnya? Berapa tinggi langit-langit dari lantainya? Berapa luasnya? Sekokoh apa rancang fondasinya? Berapakah jumlah pintu, jendela, dan ventilasinya? Udara apa yang menyelimutinya? Apa saja perabot yang ada di dalamnya? Apa fungsi ruangan itu? Lalu, dengan apa kau menamainya?
Dengan apa kita menyebut ruang di antara kita? Dibangun dengan material apa ruang itu? Berapa panjang dan lebarnya? Berapa tinggi langit-langit dari lantainya? Berapa luasnya? Sekokoh apa rancang fondasinya? Berapakah jumlah pintu, jendela, dan ventilasinya? Udara apa yang menyelimutinya? Apa saja perabot yang ada di dalamnya? Apa fungsi ruangan itu? Lalu, dengan apa kau menamainya?
RUANG
Nur Imroatun Sholihat
February 13, 2018