source: tumblr.com |
PART 6: LAWAN YANG SEPADAN
(Raya’s POV)
Qué horas son, mi corazón? Ini jam 1 dini hari
dan mengapa aku belum bisa tertidur? Ada apa dengan pertemuan dengannya hari
ini? Mengapa perjumpaan yang seharusnya meringankan beban justru membuat hatiku
makin remuk? Aku meraih ponsel dan menulis kalimat itu di
instagram story-ku. Aku hendak memadamkan ponsel ketika mendapati notifikasi
instagram story seseorang yang kutemui hari ini. Kami mengunggah kalimat yang
sama.
Qué horas son, mi corazón?
Dia mengunggah foto
langit berhias secuil bulan dengan kalimat tersebut dalam waktu yang hampir
bersamaan denganku. Mustahil rasanya Ardhan mencontekku. Aku meletakkan ponselku
kemudian mencoba memejamkan mata. Aku
tidak tahu apakah keputusanku hari ini untuk mem-follow instagram Ardhan
adalah sesuatu yang tepat. Tetapi kenyataan bahwa dia masih mengingat kalimat
yang aku perkenalkan 4 tahun lalu mengusik pikiranku kini. Tidurlah, Raya.
Tidur.
PART 5: Qué Horas son, Mi
Corazón?
(2012)
(Raya’s POV)
“Qué
horas son, mi corazón” aku berdendang lirih bersama jari yang
mengetuk lirih meja.
“’Corazon’, ‘corazon’ apaan sih, Ya?” Aku tak menyadari Ardhana
sudah duduk di sampingku dan melepas earphone kananku lalu memasangkannya ke
telinga kirinya.
“’Qué horas son, mi corazón’ bahasa
Spanyol yang berarti ‘jam berapa ini, hatiku’. "Mi corazón' bisa juga diartikan 'kekasihku'. Bagus ya, Dan,bunyinya ritmis
‘son’, ‘corazón’."
“Kamu serius ya belajarnya sampe pagi-pagi pun dengerin lagu
spanyol. Kirain cuma keinginan impulsif yang besoknya dilupain,” Ardhan
tertawa dengan earphone yang masih bergelayut di telinganya.
KAWI
Nur Imroatun Sholihat
November 17, 2019
BERTEMU JOKO PINURBO
Nur Imroatun Sholihat
November 11, 2019
PART 4:
Bahkan Jika Aku Harus Merahasiakannya dari Seisi Dunia, Aku Masih Akan
Mengabarimu
source: tumblr.com |
“Aku izin buat menjauh dari kamu sementara. Maaf ya, Dan,” dari
suaranya yang gemetaran saja, seseorang pasti tahu seberapa banyak usahanya
untuk mampu berujar demikian.
Ardhan yang semula menenggelamkan wajahnya dalam kedua telapak
tangannya mengangkat wajah untuk memastikan Raya benar yang barusan berucap.
Meski waktu yang panjang telah dilalui bersama, Ardhana kadangkala merasa tidak
mengenal sisi lain Raya. Seperti saat Raya dengan begitu lembut menghiburnya
ketika dia tidak diterima di jurusan sastra ataupun saat ini ketika dia dengan
kelembutan yang sama meminta jarak. Ardhana mengusap keningnya seolah keringat
dingin telah bertengger di sana sedari mula mendengar ucapan Raya.
KAWI
Nur Imroatun Sholihat
October 27, 2019